Di kantin siang ini, terjadi kehebohan lagi. Nadina, Fita, Rania, sedang makan bersama beberapa anak rohis setelah mereka shalat duha.
Brakk!
Bangku kantin paling depan dibanting oleh Zaki, mengundang tatapan penuh tanya dari seluruh pengunjung kantin. Begitu pula Nadin, ia kaget-kaget bingung dengan tingkah teman seangkatannya itu. Terlebih, bangku yang sedang ia duduki itu bersebelahan dengan posisi Zaki.
"Duduk lo!" Titah Zaki pada anak perempuan di belakangnya. Siswi itu mengkeret takut dan langsung duduk.
"Apa lo semua liat-liat?" Gertaknya pada puluhan pasang mata yang memandang ke arahnya. Langsung saja semua mengalihkan pandangan.
"Kasih tau gue, mana Gita sama si Ray?"
Nadin terkesiap mendengar nama itu disebut. Kenapa lagi?
Si gadis yang ditanya oleh Zaki menjawab pelan, "tadi Gita izin sakit. Terus kayanya Kak Ray jemput. Udah itu aja yang aku tau,"
Tangan Zaki terkepal, "kenapa lo nggak ngasih tau gue? Emang duit yang gue kasih kurang buat mata-matain Gita hah??"
Tak ayal, ucapan Zaki yang lumayan keras langsung mendapat perhatian dari anak-anak lain yang langsung menatap gadis tersebut. Termasuk Fita dan Rania yang membeliak terkejut. Mata-mata? Serem banget.
Gadis itu nampak terbata, "a.. aku.. aku nggak tau gimana ngasih taunya," Wajahnya sudah memerah menahan tangis, sepertinya Zaki sengaja mengeraskan suara sehingga yang lain tau bahwa ia mendapat uang dari Zaki. Ia amat malu. Kalau bukan karena tagihan SPP yang sudah 3 bulan belum terbayar, ia takkan sudi berdekatan dengan Zaki.
"Emang lo nggak punya hape??"
"Kamu nggak ngasih nomer..,"
Zaki tampak emosi. Nadin di sebelahnya heran. Ngapain sih si Zaki pake sewa mata-mata? Alay banget. Sebegitu sukanya kah ia pada Gita?
"Ya lo tanya lah! Capek gue ngomong sama lo. Nih duit lo!"
Dan pemandangan selanjutnya membuat Nadin mengelus dada. Zaki dengan kasarnya menebarkan uang kertas nominal 50 ribuan ke atas kepala gadis itu. Setelah itu ia pergi meninggalkan kantin, sengaja sekali membuat si gadis jadi pusat perhatian.
Gadis itu terisak, ia bingung apa yang harus ia lakukan. Rasanya benci sekali, karena ia harus mendapat perlakuan seperti itu. Uang ratusan ribu yang Zaki lempar seolah mengejeknya. Ia bingung, ia butuh uang itu namun juga benci pada kenyataan harga dirinya diinjak-injak.
Nadin di sebelahnya langsung berdiri, membuat perhatian anak lain teralih kepadanya. Ia mendekati si gadis, lantas memungut uang-uang yang berserakan. Diiringi tatapan seluruh penjuru kantin dan pandangan tidak percaya dari Fita dan Rania.
"Ini uangnya. Ayo kita pergi," ajak Nadin pada gadis itu, menggandeng tangannya.
Gadis itu menurut karena tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Nadin melempar kode pada Fita dan Rania, akhirnya mereka berempat keluar dari kantin dengan tatapan heran dan bingung dari seluruh penjuru.
***
"Udah, jangan nangis lagi..," ucap Nadin pada gadis itu yang ia akhirnya tau bernama Aina. Ia adalah teman sekelas Gita.
Rania mengelus-elus punggung Aina pelan. Sementara Fita yang bingung mau melakukan apa hanya memainkan peralatan P3K di sebelahnya. Saat ini mereka memang sedang berada di UKS.
"Zaki itu cuma mau lampiasin kemarahan dia ke kamu, Ain. Dia keselnya sama Gita, tapi kamu yang dia marahin. Karena dia mau cari sensasi aja," ucap Nadina.

KAMU SEDANG MEMBACA
Afterlight
EspiritualBagaimana perasaanmu kalau siswa paling bandel di sekolahmu, ternyata adalah suamimu? Nadina, umur 17 tahun, tahu jawabannya. Bukan dijodohkan, apalagi married by accident. Ia sadar se sadar-sadarnya, dan menerima permintaan orang yang amat berjasa...