"Nadin?"Sepasang mata itu menelisik Nadin dari atas hingga bawah, tak mempercayai penglihatannya. Yang dipanggil hanya tersenyum, lantas menunduk lagi.
Rayhan maju selangkah, memastikan penglihatannya tak salah.
"Ma, ini beneran..?"
Tante Rina mendengus. "Ya iyalah ini mantu mamah yang cakep. Kenapa? Kaget kamu?"
Rayhan tak menolehkan pandangan dari Nadin. Ia tak menyangka, gadis itu.. ada di hadapannya sekarang. Sementara Nadin, hanya tersenyum kaku. Matanya mencari objek lain untuk dipandangi, ia sungguh malu bukan kepalang.
"Ayo foto!" Tante Rina memecah keheningan antara mereka, menarik Nadin menuju tukang foto di pinggir aula.
Hampir setiap mata memandangi Nadin heran. Kenapa Nadin bersama keluarga Rayhan? Kenapa Nadin di sini? Yang dipandangi menunduk risih.
Rayhan paham, lantas menahan mamanya. "Ma, kita foto studio di luar aja gimana?" Disembunyikannya degub jantung yang bertalu-talu.
Mamanya tersenyum lebar. "Ide bagus!"
Nadin bisa bernafas lega.
***
Mereka memutuskan pulang dan mencari studio foto di luar setelah Nadin dan Rayhan berpamitan pada teman-temannya. Mama serta papa Rayhan juga berpamitan pada jajaran komite sekolah dan yayasan.Nadin kini bertambah kikuk. Sedari tadi ia hanya diam. Ia tak berani memandang Rayhan yang menatapnya setiap saat. Beruntungnya, mama pandai mencari bahasan.
"Kalian tunggu di luar, ya. Mama sama papa mau booking studio dulu," ujar Tante Rina ketika mereka sampai di studio. Nadin dan Rayhan mengangguk.
Nadin akhirnya memberanikan diri menatap Rayhan. Kini, mereka tinggal berdua saja.
"Hai, Kak."
Rayhan menatapnya lekat, namun tidak tersenyum. Nadin bingung. Ini orang kenapa?
Ia akhirnya kembali kikuk. Nadin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Rencananya mengajak Rayhan ngobrol gagal.
"Ayo masuk," ucap Tante Rina. Mereka kemudian masuk ke studio dengan keadaan masih canggung.
Keluarga itu kemudian berpose ria menatap kamera. Foto pertama, mereka berempat. Sesudah puas foto keluarga, kemudian pose bertiga saja tanpa Nadin (Nadin yang mengusulkan, agar mereka punya foto keluarga sendiri). Lalu, giliran Nadin berfoto berdua saja dengan Rayhan.
"Ayo, gayanya yang cakep lah, masa kaku begitu!" Tante Rina menyoraki. Om Permana tertawa. Fotografernya pun ikut tertawa.
"Nadinnya dipeluk, Ray!" Nadin memandang Kak Rayhan, malu. Yang dipandangi hanya menatapnya kaku. Nadin kemudian menunduk kecewa. Sepertinya.. Kak Rayhan marah padanya.
Namun, Nadin terkesiap. Grep! Rayhan tiba-tiba memeluk pundaknya dari samping.
Huwaaa
Ia jadi mendekat selangkah kepada Rayhan. Kini posisi mereka dekat berdampingan. Tante Rina bersorak. Nadin malu bukan kepalang. Pipinya memanas, jantungnya serasa mau meledak.
"Senyum, senyum!" Tante Rina kembali memanasi. Nadin tersenyum kaku.
Ckrek! Kilatan lampu blitz menangkap momen ini ke dalam sebuah foto.
"Ganti gaya!"
Dan Rayhan juga Nadin hanya bisa pasrah menuruti kemauan Tante Rina.
***
"Ihh, Mama suka banget foto yang ini!" Tante Rina menunjuk foto ketika Nadin berpose peace sambil mengenakan topi toga Rayhan, dan Rayhan memeluknya dari samping. Keduanya tersenyum menatap kamera.

KAMU SEDANG MEMBACA
Afterlight
SpiritualBagaimana perasaanmu kalau siswa paling bandel di sekolahmu, ternyata adalah suamimu? Nadina, umur 17 tahun, tahu jawabannya. Bukan dijodohkan, apalagi married by accident. Ia sadar se sadar-sadarnya, dan menerima permintaan orang yang amat berjasa...