AL-#sidestory2: How Everything Began

28.1K 1.7K 53
                                    


Satu tahun lalu.

Pagi ini, kota Nadin dibungkus oleh hujan. Ia menggeliat dalam selimut, membalut tubuh dengan kehangatan kasurnya. Gemericik hujan di luar terdengar sangat menggoda untuk membuatnya tertidur lagi. Dihirupnya aroma kamarnya yang hangat, ia menyesap bau hujan yang masuk melalui kisi-kisi jendela.

"Ah, astaghfirullah!" Dengan sekuat tenaga ia bangun dari posisi tidur. Menguap, lantas mengerjap-ngerjapkan mata.

No. Ia tidak boleh tidur lagi. Sehabis subuh, ia tak mau terlelap lagi di alam mimpi. Itu adalah tekad barunya selama kenaikan kelas ini. Baru sebulan ia naik tingkat menjadi kelas 11 atau 2 SMA. Dan ia bertekad untuk tidak boleh malas.

Pokoknya Nadin bertekad, ingin menjadi pribadi yang lebih rajin. Ia tidak boleh tidur lagi setelah menunaikan shalat subuh. Karena Rasulullah tidak menyukai tidur setelah subuh dan ashar.

Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah,

وَمِنَ المكْرُوْهِ عِنْدَهُمْ : النَّوْمُ بَيْنَ صَلاَةِ الصُّبْحِ وَطُلُوْعِ الشَّمْسِ فَإِنَّهُ وَقْتٌ غَنِيْمَةٌ

"Di antara hal yang makruh menurut para ulama adalah tidur setelah shalat Shubuh hingga matahari terbit karena waktu tersebut adalah waktu memanen ghonimah (waktu meraih kebaikan yang banyak." (Madarijus Salikin, 1: 369)

Memang harus diakui, godaan tidur lagi setelah subuh itu berat, ya. Ada saja hal yang membuat mata mengantuk lagi, seolah kasur memiliki gaya gravitasi. Padahal, jika disuruh begadang untuk mengerjakan tugas semalaman, sepertinya sangat mudah dilakukan. Apalagi begadang menonton film, beuhh.. urusan yang lain kalah deh. Hingga tak dapat dihindarkan, shalat subuh jadi telat.

Hayo, siapa yang masih begitu?

Sudah terlambat shalat subuh, setelah itu langsung tidur lagi. Seperti urusan ibadah tak menjadi prioritas diri. Astaghfirullah.. memang harus diubah.

Seperti Nadin yang sedang membiasakan diri. Perubahan itu memang sulit di awal, tapi indah di akhir. Eaa. Kita harus rela berjuang untuk berubah menjadi lebih baik dan mengorbankan ego, supaya kebiasaan baik itu dapat melekat pada keseharian kita.

Kembali pada Nadin yang masih mengulet di kasur. Tangannya ia rentangkan di atas, lalu mengambil ancang-ancang untuk bangun dari kasur. Dengan wajah setengah lesu, ia melipat selimut dan merapikan bantal.

Setelah itu, ia melangkahkan kaki menuju lantai bawah, dapur. Tentu sebelum itu ia telah memakai jilbab lengkapnya untuk menutupi aurat, karena di rumah ini ada Kak Rayhan dan Om Permana yang bukan mahramnya.

Lantai bawah masih lengang, hanya ada beberapa lampu yang menyala. Nadin melintasi ruang tengah yang luas sembari membereskan remote TV dan majalah yang berserakan di sofa. Ia juga membereskan seperangkat alat playstation milik Kak Rayhan yang berantakan. Ia mendengus. Sepertinya semalam Kak Rayhan main PS hingga larut malam lagi.

Nadin segera menuju bagian belakang, tempat yang ia tuju. Mbok Jum seperti biasa sedang sibuk di bilik dapurnya. Nadin tersenyum, kali ini ia tidak terlambat. Seringkali ia dapati Mbok Jum sudah selesai masak, dan gagallah rencana Nadin membantunya.

"Mbok Jum!"

Perempuan paruh baya itu menengok. "Eh, Neng Nadin!"

Senyumnya terbit, mengalahkan keriput di wajahnya yang makin berkerut termakan usia. Mbok Jum memang sudah tua, dan separuh hidupnya ia gunakan untuk bekerja di rumah Tante Rina sedari dulu.

AfterlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang