Matahari kali ini tertutup awan mendung. Pagi ini, Nadin bangun ditemani hujan yang rintiknya deras menabraki genting rumah. Pukul setengah empat pagi, ia bangun dan mengucek mata. Lalu seperti biasa, ia melakukan aktivitas rutin, membangunkan Rayhan untuk shalat tahajjud.
Dan kini, ada yang baru, loh. Ia dan Rayhan kini selalu shalat tahajjud berjamaah. Entah mengapa, Nadin saja heran. Ia amat senang bisa melihat Rayhan berubah sejauh ini. Tante Rina? Apalagi.
Aktivitas shalat berjamaah ini sebetulnya memang sudah pernah dilakukan, namun sekarang menjadi rutin semenjak Rayhan meminta maaf padanya karena insiden Haikal.
Pembaca ingat? Seminggu lalu, Nadin yang sebelumnya marahan dengan sahabat-sahabatnya sudah berbaikan, karena Rayhan pula. Setelah hari itu, Rayhan meminta maaf pada Nadin akan dirinya yang kadang egois, tak memikirkan keadaan Nadin.
Kala senja itu, Nadin menangis tanpa kata. Ia merasa terenyuh melihat Rayhan meminta maaf padanya. Padahal ia tau, dirinya juga bersalah. Ia yang juga tak dewasa menyikapi keadaan.
Dan pada intinya, apapun yang mereka alami, membuat keduanya makin dewasa tiap harinya. Aktivitas shalat tahajjud jamaah ini salah satu contohnya. Rayhan berinisiatif untuk membuat mereka makin dekat pada Allah, dan sama-sama saling mengingatkan. Bukan hanya dirinya saja yang terus-terusan dibangunkan shalat.
"Mulai sekarang, aku akan serius jadi imam kamu."
Imagine how Nadin's heart flying and bapering at that moment.
"Maksudnya, imam shalat tahajjud jamaah."
Dan setelah itu, Nadin kesal karena Rayhan sebenarnya tidak ada niat untuk membuat dirinya baper sama sekali.
Nadin sudah terbiasa dengan kehadiran teman-temannya di rumahnya kini. Dan sekarang, sudah tak seperti dulu lagi. Nadin tidak takut ketahuan, karena mereka memang sudah tahu. Lalu rutinitas harian Nadin sekarang adalah mendengarkan ejekan "cie" dari teman-temannya. Apalagi kalau bukan soal dirinya dan Rayhan.
Seperti pagi ini. Keempatnya tengah berjalan bersama setelah bertemu di gerbang depan. Setelah melalui awal hari yang tenang di rumah, Nadin harus menemui kebisingan dari teman-temannya.
"Assalamualaykum, Ummi," sapa Fita. Ia menggunakan kata ummi untuk menyebut Nadin, dan abi untuk Rayhan. Sungguh kreatif, tapi membuat Nadin malu tak terkira jika sampai Rayhan tau.
"Waalaykumussalam. Aku bukan ummi kamu."
Fita terkekeh. "Kan calon ummi. Gimana, sih,"
Rania dan Aina langsung tergelak mendengarnya, sementara Nadin melotot."Ya nggak sekarang juga mikirnya, Fita!" Ia menutupi wajahnya yang merah padam. Seperti biasa, ia merelakan dirinya menjadi bahan bully dari ketiganya.
Ketika hampir sampai di kelas, Gita tiba-tiba datang menghampiri mereka. Senyumnya merekah, setelah lama tak berjumpa Nadin yang ia sebut calon saudara ipar. Ups.
"Hai, Nadiin!!"
"Halo, Gita," jawab Nadin tersenyum.
"Hai, gengnya Nadin!" Gita melebarkan senyum, sementara Fita meringis. Ia memaksakan senyum, namun gagal. Hanya Rania yang berhasil tersenyum tulus, sedangkan Aina masih takut berurusan dengan Gita.
"Nanti siang makan bareng, yuk," ajak Gita. Ia tak mempedulikan wajah kesal Fita yang merasa terganggu, kemudian mengaitkan tangannya ke pundak Nadin, membuat Nadin tak bisa menolak.
"Hm.. iya boleh. Di kantin ya."
"Yeey!"
***
Dan di sinilah mereka sekarang. Siang ini, Gita benar-benar menagih mereka untuk makan bersama. Mereka duduk bergerombol di barisan meja kantin. Nadin bersama csnya, Gita bersama gengnya, dan ada tambahan. Ada Anton, kakak laki-laki Gita, bersama gengnya pula.
Dan itu berarti, ada Rayhan.
Nadin sedari tadi berusaha bersikap normal, tak mempedulikan Rayhan di seberang mejanya yang malah santai-santai saja, sementara dirinya deg-degan bukan kepalang. Ia sudah panik ketika tiba-tiba Gita memanggil Anton untuk ikut bergabung. Itu hanya alasan saja supaya Rayhan mau makan sebangku bersamanya.
Nadin berusaha tak menggubris teman-teman Anton yang terkadang mengejek Rayhan dengan Gita, menjodoh-jodohkan. Hatimya mau tak mau kesal juga. Sementara itu, Anton selalu berusaha mengajaknya mengobrol. Ia sangat tak nyaman, namun tak bisa berbuat apa-apa.
Fita hanya memandang miris. Ia sebenarnya sudah gatal ingin mencie-ciekan Nadin dengan Kak Ray. Namun ia paham, bisa gawat kalau Gita sampai tahu. Ia kesal sekali mengingat Gita yang tadi menarik tangan Nadin, menyuruh mereka makan bersama gerombolan kakaknya. Padahal ia tau, Nadin juga merasa tak nyaman.
"Nadin, niatnya mau nerusin ke univ mana nanti kalau udah lulus?" Anton bertanya lagi pada Nadin, membiarkan temannya yang lain masih menggoda adiknya dengan Ray.
Rania berdeham. Seharusnya yang ditanyai seperti itu kan, yang mau lulus SMA. Dirinya sendiri. Ia memutar bola mata. Nih oramg modusnya nggak kreatif banget.
"Belum mikirin, Kak," Nadin menjawab singkat, lantas meneguk es tehnya yang masih terisi separuh. Ia dobel kesal hari ini. Pada rayhan yang seolah tak melihat keberadaannya, dan pada dirinya sendiri karena tak mampu menolak ajakan Gita.
Namun tiba-tiba, Gita melontarkan pertanyaan yang membuat semua orang di meja terdiam. Pertanyaan itu khusus ia siapkan hari ini, sebagai pendekatan pada Kak Ray dan membuatnya memaksa Nadin bergabung di sini.
"Eh iya. Kak Ray sama Nadin saudaraan, kan?" Ia bertanya dengan wajah berbinar, mengharap respons baik dari keduanya. Mengkhayal akan bertambah dekat dengan Rayhan yang ia suka.
Seketika, Nadin menjatuhkan sendok sotonya ke mangkuk mendengar pertanyaan itu.
Fita melotot. Ia tersedak, sementara Aina dan Rania terdiam.
Dan Rayhan..
.. ia akhirnya menatap Nadin untuk pertama kalinya di siang ini.
"Hm.. bukan?" Rayhan angkat bicara. Menatap Nadin lama.
"Loh? Maksudnya?" Gita, Lala, dan beberapa gerombolan mereka bertanya bingung.
Nadin masih diam. Ia dihadapkan pada situasi sulit lagi. Ini berkali lipat lebih pelik dibanding saat Haikal bertanya.
Hatinya mulai menerka. Bagaimana Gita bisa mengira seperti itu? Sejak kapan ia dikira saudara Rayhan?
Kalau begitu.. apakah kebaikan Gita yang tiba-tiba ini adalah karena mengira dirinya dan Rayhan ada hubungan saudara? Hatinya nelangsa.
Gita hendak protes, "Tapi waktu itu aku liat kalian..."
"Gue mau ke kelas." Rayhan berdiri, mengangkat air minumnya yang tersisa separuh, lantas angkat kaki. Beberapa temannya menatap bingung, namun akhirnya ikut-ikutan beranjak pergi.
Sebelum itu, Rayhan menatap Gita,
"Beberapa hal nggak harus lo tau. Ada banyak yang lebih baik lo nggak tau sekarang, tapi nanti ada saatnya.
Gue cabut."
Anton twrdiam, sebelum akhirnya ikut pamit kepada Nadin dan menyusul Rayhan pergi.
Gita? Speechless.
***
Bersambung.
Assalamualaykum.. AL IS BACK!🐝🐝
Maafkan lamanya author update ya😭Mohon doanya untuk kelancaran semuanya ya.. sayang kalian💓
KAMU SEDANG MEMBACA
Afterlight
SpiritualBagaimana perasaanmu kalau siswa paling bandel di sekolahmu, ternyata adalah suamimu? Nadina, umur 17 tahun, tahu jawabannya. Bukan dijodohkan, apalagi married by accident. Ia sadar se sadar-sadarnya, dan menerima permintaan orang yang amat berjasa...