Few months later.
Hari masih senja saat Rayhan memasuki pintu ruang depan. Nadin yang baru saja pulang dari bimbel dan saat ini sedang melepas kaos kaki menatap laki-laki jangkung itu masuk, lantas tersenyum menyambut.
"Waalaykumussalam.."
Rayhan nyengir. "Assalamualaykum.."
Keduanya tertawa. Teringat salah satu cerita di masa lalu yang rupanya mirip dengan kejadian ini, meski sedikit berbeda. Ah, ternyata sudah lama sekali waktu berjalan. Dulu di awal, Nadin selalu menunggu Rayhan pulang. Tersenyum, meski si empunya rumah bahkan tak menatapnya. Tapi kini semua berbeda. Sepasang mata itu kini saling beradu pandang dan tersenyum satu sama lain.
"Gimana kuliahnya?" Nadin bertanya sembari membantu Rayhan melepas jaket. Padahal kaus kakinya saja masih belum selesai dilepas satu.
"Ya gitu." Rayhan menjawab pendek, seperti biasa. Nadin mencibir. Ia kan juga ingin diceritakan tentang kesibukan suaminya itu saat ini.
Ya, beberapa bulan ini Rayhan sudah resmi menjadi mahasiswa di salah satu kampus ternama di kota mereka. Ia sekarang makin sibuk. Selain berkuliah di jurusan ekonomi dan bisnis, ia juga mengikuti berbagai organisasi. Salah satu alasannya karena dipaksa Nadin. Nadin bilang, suaminya harus jadi mahasiswa aktif di kampus, tak boleh jadi sekadar kupu-kupu alias kuliah-pulang kuliah-pulang. Ya sudah ia menurut saja, bergabung di UKM, BEM, dan juga Lembaga Dakwah Kampus.
Sekarang Nadin yang agak menyesal. Soalnya, Kak Rayhannya jadi sibuk banget! Ia jadi sedikit kehilangan waktu diajari pelajaran.
"Tadi Nadin ketemu Kak Anton," ucap Nadin saat keduanya naik ke kamar.
"Di mana?"
"Tempat bimbel. Trus dia bilang salam buat Kak Ray," jawab Nadin.
Rayhan hanya mengangguk-angguk.
"Kak Rayhan emang udah jarang kumpul?"
"Weekend aja paling, nunggu pada gak sibuk."
Nadin ber-ooh pelan. Ia memang satu bimbel dengan Anton. Ia sedang menyiapkan UN, sementara Anton fokus untuk ujian masuk kampus di tahun depan.
"Mau mandi pake air anget?" Nadin menawarkan.
"Gak usah." Jawab Rayhan pendek. Nadin ber-okay sendiri, maklum pada suaminya yang kelewat malas ngomong.
Keduanya lantas melaksanakan kegiatan rutin selepas maghrib: tilawah dan murajaah hafalan. Sepulang dari masjid, Rayhan akan duduk bersama Nadin, saling mengoreksi bacaan dan hafalan masing-masing hingga adzan isya berkumandang. Nadin beruntung, hari ini Kak Rayhan pulang cepat sehingga bisa menyempatkan diri mengaji bersamanya. Biasanya Nadin harus puas mengaji sendirian karena Rayhan sering pulang malam untuk agenda kampus.
Nadin, sambil menggenggam mushaf di tangan, menatap lamat-lamat wajah laki-laki di hadapannya yang sedang terpejam melafalkan hafalan Surah Al-Mursalat. Rayhan membacakannya dengan suara merdu, membuat Nadin menikmati alunan bacaan surah. Ia seharusnya menyimak bacaan, tapi jadi salah fokus pada wajah teduh suaminya itu. Seulas senyum terbit pada wajah Nadin, hatinya riuh.
Allah, bahagianyaa.
"Na? Na? Uy,"
"Hm?"
"Hah? Apa Kak?" Nadin gelagapan sendiri. Ternyata sedari tadi bacaan Rayhan sudah selesai, tapi ia masih tenggelam dalam lamunan.
"Hm, perhatiin makanya.."
Nadin nyengir tak berdosa. "Maap maap, gak fokus."
Malu kan, jadinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afterlight
SpiritualBagaimana perasaanmu kalau siswa paling bandel di sekolahmu, ternyata adalah suamimu? Nadina, umur 17 tahun, tahu jawabannya. Bukan dijodohkan, apalagi married by accident. Ia sadar se sadar-sadarnya, dan menerima permintaan orang yang amat berjasa...