Siang hari ini, Nadin sedang bersantai di masjid sekolah bersama ketiga kawannya. Setelah membahas banyak hal tentang rohis sebelum adzan, kali ini mereka berempat yang sudah janjian untuk puasa sunnah bersama menghabiskan waktu makan siang untuk berdiskusi di masjid. Sebenarnya sih, ngobrol saja. tapi biar keren, disebutlah kegiatan itu "berdiskusi".
Suara riuh rendah siswa yang berada di luar masjid terdengar seperti kerumunan lebah. Padahal siang hari, saat matahari sedang terik-teriknya seperti ini, tetap banyak yang berpanas-panas di halaman depan masjid untuk berkegiatan. Selain itu, posisi masjid juga bersebelahan dengan lapangan bola sehingga suara ricuh mereka sedikit terdengar hingga ke dalam. But its okay, karena ubin masjid di siang hari itu bagaikan oase di padang pasir, adem banget. Jadi meski bising, its fine.
"Aku laper," ujar Fita sembari memasang wajah memelas dan memegangi perut. "Semalem ga sempet makan sahur, ga bisa bangun."
"Kebiasaan!" Rania menyela.
"Jangan ngeluh laper Fit, kamu kan, lagi puasa. Nanti puasanya makruh." Nadin mengingatkan seraya memainkan ujung mukena. Fita meringis. "Oh iya."
Aina ikut merebahkan diri di lantai, di sebelah Rania. "Sebentar lagi bulan Ramadhan, ya?"
Nadin berbinar. "Iya! Sekitar 50 hari lagi."
"Apa kita mau bikin checklist amal yaumi setiap hari nanti pas Ramadhan? Biar semangat, gitu," Fita memberi ide.
"Boleh. Ide bagus, tuh,"
"Mantap jiwa, kalian." Rania terkekeh. Dalam hatinya, betapa ia bersyukur dikelilingi oleh orang-orang seperti mereka.
Kalau kalian, bagaimana? Sudahkan menemukan sahabat yang mengingatkan pada akhirat? Yang selalu menyokong agar iman kita menjadi lebih kokoh, dan saling menasehati dalam kebaikan serta kesabaran?
Well, kalau belum, sungguh kita bisa mulai diri kita sendiri menjadi orang yang kita inginkan. Jadilah sahabat yang baik, yang menasehati sahabatnya menuju kebaikan. Teman yang baik adalah yang berusaha melangkah bersama menuju syurga, kan?
Mereka berempat membahas rencana checklist amalan harian Ramadhan itu, juga sekaligus mewacanakan agar anggota rohis bisa ikut dalam program seperti ini.
"Nanti bilang Haikal," ujar Nadin. Kemudian Fita langsung menatap wajah Rania yang sempat terkesiap mendengar nama itu, lalu terbahak.
"Rania mukanya biasa aja, deh!"
"Apasih? Orang biasa aja, juga!"
Dan seperti biasa, mereka saling melempar sajadah pada akhirnya.
"Sst, udah diem. Mau adzan, nih!" Nadin mengingatkan keduanya. Di ujung depan, tampak seorang Ikhwan dari rohis yang sedang piket tengah menyiapkan microphone untuk mengumandangkan adzan. Aina menata sajadah yang kusut karena dipakai untuk tabok-tabokan oleh Rania dan Fita.
"Allahuakbar, Allahu akbar..,"
Nadin menjawab dalam hati, "Allahu akbar, allahu akbar."
Tahukah kalian, menjawab suara adzan itu penting, lho.
إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُوْلُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ
"Jika kalian mendengar seruan adzan, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan muadzin." (HR. Al-Bukhari, 611. Muslim, 383
Menjawab lantunan adzan itu sangat dianjurkan, disamping mendengarkan dan menyimak adzan. Para ulama ada yang berpendapat hal ini wajib, ada pula yang mengatakan bahwa menjawab adzan adalah sunnah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afterlight
SpiritualBagaimana perasaanmu kalau siswa paling bandel di sekolahmu, ternyata adalah suamimu? Nadina, umur 17 tahun, tahu jawabannya. Bukan dijodohkan, apalagi married by accident. Ia sadar se sadar-sadarnya, dan menerima permintaan orang yang amat berjasa...