AL-6. Another Letter

36.6K 2.5K 75
                                        

Nadin menarik surat itu keluar dengan raut khawatir. Sejak kapan surat itu ada di lacinya? Sedari pagi tadi, kah? Sepertinya iya, karena tidak mungkin surat itu ada kemarin, sebab Nadin kemarin sudah membersihkan laci.

Ia menoleh ke penjuru kelas yang sepi. Tak ada siapapun, hanya ada dirinya sendirian. Nadin membuka surat itu hati-hati. Hatinya takut, tapi juga penasaran akan isinya. Nadin bertanya-tanya, si tukang kirim hadiah itu kira-kira berangkat sekolah jam berapa? Gasik amat, Nadin aja kalah.

Halo, Nadin. Selamat pagi.
Saya cuma mau ingatkan kamu, hati-hati dengan yanuar, ya. Dan saya tidak suka lihat kamu dekat-dekat dia sampai kemarin dia berani deketin kamu di lapangan. Lebih baik kamu tunggu saya.
🕊

Hii! Nadin bergidik ngeri. Ia merasa sedang diawasi. Ia beristighfar berkali-kali.
Tanpa aba-aba, Nadin berlari keluar kelas untuk mencari 3 sahabatnya. Ia takut.

Ia tidak memedulikan tatapan banyak orang ketika lari keluar kelas. Banyak yang memanggilnya, tapi Nadin tidak peduli. Ia takut, bahkan di keramaian ia takut. Takut diawasi oleh seseorang itu.

Nadin menemukan Fita, Rania, dan Aina tengah duduk di pojok kantin. Masih dengan berlari, ia menuju ke sana.

"Nadin? Kenapa?" Tanya Rania khawatir.

Ia terengah-engah. Rania menyodorkan minum milik Fita, karena Rania sedang shaum.

"Temenin ke kelas, nanti aku cerita di sana," pintanya. Wajahnya pucat pasi.

***

"Astaghfirullah... ini udah teror nih, namanya!" Fita menggerutu membaca surat yang ditunjukkan Nadin. "Ngeri banget! Harusnya dia tau ya, bukannya bikin Nadin balik suka sama dia, malah bikin Nadin takut!"

"Lagian kenapa nggak cerita kalau kamu dapet kiriman lagi kemarin?" Cecar Rania.

Aina yang baru diceritakan tentang hadiah-hadiah itu hanya bengong. Ada ya, yang begitu, pikirnya.

"Maaf.. aku ngga mau bikin pusing," jawab Nadin.

"Ini orangnya nulisnya pake diketik, sih. Kalo tulis tangan kan kita bisa gampang carinya," ujar Fita menganalisa.

"Dia nggak sebodoh itu kali, Fit..," jawab Rania.

Nadin menghela nafas. Ia tambah frustasi, belum masalah editan foto itu, tambah lagi masalah satu ini. Hidupnya kenapa sekarang rumit sekali.

Eh, tunggu dulu. Ia jadi terpikir sesuatu.

"Fit, Ran, Ain, apa orang ini.. ada hubungannya sama fotoku di mading, ya?"

Ketiganya membeliak. "BENER JUGA!"

***

Saat ini mereka sedang berkumpul di rumah Rania untuk belajr bersama dan membahas masalah Nadin. Ia jadi harus bolos mengajar TPQ lagi. Agak merasa bersalah, tapi akan lebih merasa bersalah lagi kalau ia tidak konsen mengajar nantinya.

Nadin bersyukur mereka mengajak berkumpul di tempat Rania, bukan di rumahnya. Karena Fita dan Rania tau kalau Nadin tinggal di rumah tantenya, dan mereka sungkan untuk merepotkan. Tapi tentu saja mereka tidak tahu tentang Rayhan dan rumah baru Nadin. Karena saat mereka pernah main ke rumah Tane Rina, Rayhan paham untuk menghindar.

"Menurutku mungkin seseorang di kelas kita, deh," ujar Fita.

"Bukan. Inget gak sih, dulu kita pernah nyelidikin temen laki-laki sekelas dan hasilnya nihil?" Jawab Rania.

"Eh iya, deng,"

"Kamu yakin orang ini yang udah bikin foto editan juga?" Tanya Aina, suaranya lembut sekali.

AfterlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang