AL-39. Roses and Fight

22.1K 1.7K 93
                                    

Nadin termenung menatap langit sore. Jingga berbalut merah muda, cantik sekali. Ternyata memandangi langit dari lantai dua rumah terasa amat menyenangkan.

Beberapa burung mengepakkan sayap bersama, mungkin hendak pulang ke sarang. Langit senja yang mulai menghitam nampak ajaib karena diiringi suara adzan maghrib yang bersahut-sahut. Matahari sudah hampir tenggelam sempurna saat Nadin mendengar suara mobil Rayhan memasuki garasi.

Ia menghela nafas. Tak tahu mesti bersikap seperti apa sekarang. Selepas dari UKS, Nadin pulang dengan ojek online. Ditolaknya halus ajakan sahabatnya untuk mengantar pulang. Ia tak ingin merepotkan. Terlebih, ditolaknya pula ide pulang bersama dengan Kak Rayhan.

Nadin memilih mengunci diri di kamar. Masih lekat di ingatan, bagaimana Rayhan yang sangat keras memukuli Zaki, bahkan hingga mengenainya.

Sepenting itukah Gita, Kak?

Bayangan Rayhan yang sudah mulai berubah seketika luntur. Nadin sedih, Rayhan ternyata belum berubah.

Mungkin jika ingin membela Gita, Nadin tak apa. Namun ia tak mengerti saat bukannya menolong Nadin, Rayhan malah termangu dan membiarkan Gita memeluknya erat.

Bayangan itu mengiris hatinya.

Sebenarnya, aku ini apa di matamu?

Pertanyaan itu muncul begitu saja. Pertanyaan yang sedari dulu ia pendam, ingin ia lupakan karena Nadin tak boleh egois.

Tapi kali ini saja, ia ingin dimengerti.

Suara adzan membuat Nadin terjaga. Ia sedang udzur. Diletakkannya kepalanya di lutut, memeluk diri sendiri. Bersandar pada tepian tempat tidur, Nadin melamun.

Tiba-tiba, sebuah bungkusan yang menyembul dari tas menarik perhatiannya.

Mawar merah itu.

Mungkin saja Fita lupa menaruhnya di tas Nadin, padahal niatnya bunga itu hendak dibuang di tempat sampah depan sekolah. Oh iya, mereka lupa. Sebelum sempat membuang bunga itu, ojek online pesanan Nadin sudah datang.

Nadin menyentuh bungkusan itu dengan tangan gemetar. Kamar yang ia biarkan remang tanpa cahaya lampu membuat warna merah mawar semakin pekat.

Nadin beristighfar, tak mau lagi traumanya menghantui. Sudah cukup hatinya lelah hari ini.

Semoga cepat sembuh, Nadin. Saya akan segera menemui kamu.

Nadin bergidik.

Notes itu berisi pesan yang ditulis tangan, tak lagi diketik seperti biasa. Mungkin saja si pengirim terburu-buru.

Ada benarnya tulisan ini belum dibuang. Besok, Nadin akan meminta teman-temannya mencari orang yang tulisannya seperti ini.

Hatinya penasaran, kira-kira siapa?

Setelah berpikir agak lama dan tak menemukan jawaban, Nadin memilih menyingkirkan bunga itu. Ia tak mau tenggelam dalam ketakutan.

Bruk. Bunga mawar merah itu akhirnya tergeletak di tempat sampah depan kamarnya.
Yang tak ia sadari, nantinya akan membuat permasalahan baru.

***

Semalaman, Nadin dan Rayhan tidak bertegur sapa. Hubungan mereka kembali ke fase nol. Pagi ini pun, Nadin memilih berangkat sekolah terlebih dulu menggunakan ojek online andalannya. Ia hanya memasakkan sayur kangkung kesukaan Rayhan, lalu pergi tanpa sempat sarapan.

Nadin tidak suka sayur kangkung. Ia hanya masak kangkung karena Rayhan suka.

Ia ingin mengajak Rayhan bicara, namun sesak di hatinya belum juga reda. Ia ingin lihat, Rayhan saja yang mengajak berbaikan kali ini. Namun Nadin juga tidak tahu, rasa bersalah Rayhan terlalu besar sehingga ia tidak mampu berkata apapun pada Nadin.

AfterlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang