AL-28. Takut

26.7K 1.9K 80
                                        

Di sebuah ruangan dengan cahaya temaram, seorang gadis tengah duduk bersimpuh di sudut. Ia baru saja terbangun dari tidurnya yang sebentar, karena terlalu lelah menangis dan berteriak tadi. Ia merapikan jilbab, mengusap bekas air mata samar di pipi. Matanya menerawang, membiasakan pada cahaya yang remang.

Dan ya, gadis itu adalah Nadin.

Nadin meraba pipinya lagi, mengelus bekas wajahnya yang terluka akibat tergores. Ia kembali menahan tangis, perih itu semakin menjalar. Badannya letih, ia tak punya tenaga lagi. Dan kepalanya pening, serta tangannya yang tadi dipelintir terasa sangat sakit.

Dan yang terparah adalah, hatinya.

Hatinya mencelus, menyadari bahwa ia telah masuk ke sarang buaya ganas. Teman-teman Rayhan, salah, lawan-lawan Rayhan ini tak memiliki hati nurani untuk melepaskannya.

Tadi, ia dibawa dengan sebuah mobil. Entahlah, Nadin tak begitu ingat. Ia terlalu kaget atas apa yang ia alami. Selepas pertemuan dengan dua orang asing yang kini membawanya, ia tak mampu lagi berpikir jernih.

Beruntungnya, mereka tak menyentuh Nadin selain saat memaksanya masuk ke dalam mobil tadi. Nadin menjerit, tak ingin disentuh. Dan mereka menurut. Mungkin itu salah satu pertolongan Allah untuknya, untuk menjaga dirinya yang selama ini selalu menjaga kehormatannya.

Nadin akui, ia memang terlalu ceroboh untuk mempercayai orang yang belum ia kenal. Ia harusnya memikirkan keadaan lebih matang dan tidak bertindak gegabah. Dan tak ia sadari, kehidupan Rayhan se-buas ini. Bagaimana mungkin apa yang biasa ia lihat di film-film kini malah menjadi kenyataan di kehidupannya.

"Ya Allah, tolong Nadin..,"

"Kalem banget sih, Neng. Biasanya kalo cewek digituin tuh teriak-teriak, bukannya diem," seorang laki-laki dengan penampilan urakan, salah seorang yang menculiknya tadi, berjongkok di hadapannya. Ia memegang sebuah cangkir berisikan kopi yang aromanya mengepul.

Bukannya membalas atau menatap laki-laki tadi, Nadin hanya diam. Ia menahan seluruh amarahnya yang memuncak, ingin berteriak namun ia tahan. Ia terus beristighfar, menyebut nama Allah dalam hatinya.

"Menarik juga nih cewek, bro. Penurut banget, pantesan aja Rayhan suka."

Mata Nadin berkilat. Ia tak suka disebut seperti itu.

Rayhan. Kak Rayhan-nya. Sedang apa Kak Rayhan sekarang? Tahukah.. Nadin sedang di sini, menunggu pertolongan..

Ia tak memungkiri, hatinya takut. Ia takut apa yang mereka katakan itu benar. Ia takut Rayhan memang menghajar orang lain, ia takut Rayhan belum berubah. Hatinya mencelus karena pemikiran itu.

Imam shalat tahajjudnya.. tak mungkin menyakiti orang lain, bukan?

Beberapa laki-laki lain mendekat, menatap wajah Nadin yang pias di bawah lampu yang temaram. Nadin menahan air mata dan gemetar tubuhnya yang ketakutan.

Ia tak boleh terlihat lemah!

"Nggak cantik-cantik amat, tapi lumayan lah.. manis. Tapi gue heran, kok selera si Ray yang tertutup begini, ya?"

Keempat laki-laki itu tergelak. Nadin mengepalkan tangan. Ia benci menjadi objek pandangan laki-laki. Ditahannya sekuat tenaga agar air matanya tak tumpah.

Nadin tak pernah merasa setakut ini, seumur hidupnya. Ia tak pernah takut pada apapun selain Allah, namun kejadian hari ini menyadarkannya. Ia sadar, manusia bisa menjadi begitu menyeramkan, begitu kejam dan mengerikan. Nadin tidak pernah tau bahwa kehidupannya amat dekat dengan orang-orang seperti mereka. Ia tak tau, kehidupan Rayhan amat liar, akrab dengan orang-orang semacam ini, entah itu sebagai kawan ataupun lawan.

AfterlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang