Aldwin Eka?"
"Saya Bu,"
"Andriana Putra?"
"Hadir.."
"Bagas..i?"
Seketika gelak tawa para murid pecah mendengar Bu Sinta memanggil absensi dengan panggilan "bagasi"
"Bagas Ilham bu!" Bagas mendengus dengan penekanan. Mukanya merah padam.
Sambil memukul-mukul pelan mejanya Bu Sinta berdeham, "Hmm maaf tadi Ibu hanya membaca apa yang ada karena disini hanya tertulis Bagas I. Tjahaya."
Murid-murid pun mengangguk pelan.
"Cella Anastasya?"
"Iya Bu.."
"Dilla Ernanda?"
"Saya.."
Bu Sinta mengernyitkan dahinya, "Oh, sebelahan duduknya? Biar nanti pas ulangan udah dapet feel ya biar nyonteknya kompak?"
"Hah? Enggak kok Bu, emang kebetulan aja kita duduk bareng. Saya kan kemarin telat datangnya," jawab Cella dengan nada penuh ketidaksetujuan.
"Hmm.. Baiklah," balas Bu Sinta sambil melanjutkan absennya.
Awal semester di kelas XII IPS 1 dihiasi keadaan yang mencekam. Bagaimana tidak, Bu Sinta sebagai guru ekonomi killer yang terkenal moody tiba-tiba memberikan perintah untuk ulangan harian dadakan. Memang soal yang diberikan adalah materi di kelas XI, tapi tetap saja jantungan bukan?
Selesai membacakan soal Bu Sinta mengitari tempat duduk muridnya satu persatu, "Ya sepuluh soal saja, dikerjakan dengan baik, dan waktunya satu jam dari sekarang!"
"Hah? satu jam doang Bu?" sahut Fanny agak kencang. Sepertinya ia benar-benar panik.
"Kenapa? Kamu keberatan satu jam? Mau Ibu kurangi jadi tiga puluh menit?" Bu Sinta mendekat ke arah Fanny.
"Udah sih lo diem kek Fann, rusuh lo!" seru Reza dari arah belakang.
"Tau, huuu.." desis Bagas ikut mengompori Reza.
"Mulut lo berdua kayak cewek." Fanny memutar bola matanya malas lalu kembali membaca soalnya.
Dua puluh menit terakhir Cella melemparkan pandangannya ke arah kanan lalu kiri dan belakang. Sejenak ia terkekeh pelan sambil menaikkan kedua bahunya.
Bagaimana tidak, ketika Cella melemparkan pandangannya, anak-anak sudah mulai gelisah sambil melihat ke arah Cella. Bantuan datang!! Itulah yang pasti ada di pikiran mereka sekarang.
Cella melancarkan aksinya. Kertas coret-coretannya ia geser ke Dilla. Walaupun coret-coretan, tapi ia menulisnya cukup terstruktur sehingga lebih pantas disebut kunci jawaban.
Lima menit terakhir sepertinya kertas tersebut sudah berpindah-pindah meja ditandai dengan nafas lega dari murid-murid yang duduk di baris belakang.
🐾🐾🐾🐾
Cella terlihat beberapa kali menghembuskan nafasnya secara kasar. Tatapannya kosong ke bawah sambil melihat pohon-pohon dan juga murid-murid yang lalu- lalang ke kantin dan lapangan.
Kelas XII ada di lantai tiga di gedung A. Tidak ada rooftop seperti sekolah-sekolah swasta yang berkelas karena sekolah Cella adalah sekolah Negeri namun bisa dibilang termasuk salah satu sekolah yang diincar para pendaftar.
Memandang alam dengan leluasa sepertinya menjadi salah satu favoritnya. Terlebih saat ia dalam kondisi seperti ini.
"Kantin yuk Cell?" seru Fanny sambil menepuk bahu Cella dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum untuk Kejora (COMPLETED)
General FictionAku layaknya bintang di pagi hari Ada, tapi tak terasa Nyata, tapi tak tergapai Walau setia menemani sang fajar, tetap saja terabaikan Jika hadirku tak mencipta suka, Akankah kepergianku menghadirkan duka?