"Ini udah sembilan puluh lima persen tinggal ngitung hari aja, yakin lo gak mau bikin eventnya?" tanya Niko sambil menyesap kopinya.
Cella diam tak menjawab, dirinya hanya memainkan krim kue di hadapannya.
"Cell?" panggil Niko sedikit menunduk melihat wajah Cella yang menurutnya semakin pucat.
"Haduuh.. Gue mual nih," keluh Cella pelan.
"Hamil lo? Hahaha." Niko reflek tertawa yang hanya ditanggapi dengan decakan Cella.
"Gue ke toilet dulu deh," pamit Cella. Dirinya bangkit dari kursi dengan perlahan.
Niko mengangguk lalu memperhatikan Cella yang berjalan sedikit limbung.
"Tuh anak makin parah kondisinya tapi keras kepala!" batin Niko.
.
.
.
.
Sudah tiga puluh menit namun Cella tidak kunjung kembali. Niko yang menunggunya pun menjadi gelisah.
"Apa gue samperin aja ya?" gumamnya.
Akhirnya dirinya bangkit dan segera berjalan menuju arah toilet.
"Ya ampun!!! Mba, bangun mba!!" teriak salah seorang office girl dari depan pintu toilet.
Niko yang melihatnya menjadi penasaran dan dengan langkah cepat ia mendekat ke arah toilet perempuan. Seketika matanya terbuka lebar.
"Cella?" teriaknya.
"Mas kenal?" tanya Office girl itu dengan raut wajah panik.
"Dia temen saya. Biar saya yang urus ke rumah sakit," jawab Niko cepat lalu segera mengangkat tubuh Cella.
Niko keluar dari kafe dengan wajah panik. Sontak semua pengunjung yang melihatnya terkejut dan penasaran termasuk dua orang yang sedari tadi mengawasi mereka berdua.
"Cella, lo gadis kuat, okey? Gue harap Tuhan ngasih waktu yang banyak buat lo!" seru Niko sembari memposisikan Cella di kursi penumpang bagian belakang. Lalu ia segera menancapkan pedal gas mobilnya meninggalkan kafe.
"Mas.... Billnya!!!" teriak salah seorang pegawai kafe saat melihat Niko yang pergi begitu saja.
"Halahh, nombok nih gue!" sungut pegawai itu kesal sambil menghela napasnya kasar.
"Mas, orang tadi kenapa?" tanya seorang lelaki yang tiba-tiba berdiri di belakang pegawai itu. Ekspresinya hanya menunjukkan raut wajah datar.
"Pacarnya pingsan dan dia pergi gitu aja. Mana belum bayar lagi. Tapi kasian sih ceweknya keluar darah banyak banget dari hidungnya," jawab pegawai kafe itu.
Lelaki itu segera mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribu lalu menyerahkannya ke pegawai itu, "Nih ambil, gue ganti."
Pegawai itu terkesiap, "Eh, mas, ini kebanyakan."
"Rezeki lo," Balas lelaki itu lalu segera berlari menuju motornya. Ia ingin segera menyusul mobil yang membawa Cella.
"Lo kenapa Cell? Pantes daritadi gue perhatiin muka lo pucat banget," gumam lelaki itu pelan, ia semakin mempercepat laju motornya.
Di sisi lain Rakha terus-terusan memukul setir mobilnya.
"Kenapa lo keras kepala banget sih? Gue udah ajakin lo buat ke rumah sakit tapi lo malah marah-marah dan sekarang...."
"Arrghhh!!!"
.
.
.
.
Kini Cella tengah berada di ruang UGD. Niko bingung harus menghubungi siapa karena ponsel Cella dalam kondisi mati.
Tiba-tiba seseorang berlari mendekat ke arah Niko, melihat itu Niko mengernyitkan dahinya.
"Gimana?" tanya lelaki itu sembari mengatur napasnya.
"Apanya?" tanya Niko semakin bingung.
"Ck, gimana kabar Cella?" Dia kenapa?" balas lelaki itu cepat.
"Kok lo tau? Lo ngikutin gue sama Cella?" tanya Niko bingung.
"Jawab aja pertanyaan gue!" balas lelaki itu dengan sorot matanya yang tajam.
"Kasih tau dulu lo siapa?" ucap Niko dengan suara tinggi.
Tiba-tiba seseorang berlarian dan berhenti tepat di hadapan mereka berdua yang tengah beradu pertanyaan.
"Gimana Cella?" tanya laki-laki yang baru saja tiba.
"Ck, lo berdua siapa sih? Lo juga ngikutin gue sama Cella?" tanya Niko frustasi.
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, suara dokter membuat mereka bertiga langsung menghampiri dokter itu.
"Dok, gimana keadaan Cella?" tanya mereka bertiga serentak.
Dokter sempat mengernyitkan dahi sesaat, setelahnya ia menghela napas pelan.
"Pasien kritis. Apa kalian tau riwayat kondisi pasien sebelumnya?" tanya Dokter.
Niko dan seorang laki-laki mengangguk cepat, sementara seorang lagi hanya menatap wajah yang lainnya lalu kembali menatap dokter.
"Tolong hubungi pihak keluarganya secepatnya untuk penjelasan detail. Kalau begitu saya permisi." Setelahnya Dokter itu pergi meninggalkan mereka yang masih dengan keadaan syok.
"Lo tau?" tanya Niko menatap seorang laki-laki yang sedang sibuk memainkan ponselnya.
"Hmm, gue mau nelpon nyokapnya," balas lelaki itu acuh.
"Nama gue Niko." Niko mengulurkan tangannya.
Lelaki itu menatap uluran tangan Niko lalu membalasnya, "Rakha."
"Dan lo?" tanya Niko menatap lelaki yang sempat beradu pertanyaan dengannya.
Lelaki itu berjalan mendekat, "Gue Bagas, temen SMA Cella."
Rakha yang mendengarnya sempat melirik sekilas lalu kembali fokus berbicara dengan Nova lewat ponselnya.
"Cell, lo gak boleh kayak gini," gumam Niko pelan.
Bagas menoleh lalu mengucapkan sesuatu yang membuat Niko mengusap wajahnya kasar.
"Cella kenapa?" tanyanya sambil melihat Niko dan Rakha bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum untuk Kejora (COMPLETED)
Fiksi UmumAku layaknya bintang di pagi hari Ada, tapi tak terasa Nyata, tapi tak tergapai Walau setia menemani sang fajar, tetap saja terabaikan Jika hadirku tak mencipta suka, Akankah kepergianku menghadirkan duka?