"Sebelumnya perkenalkan, saya dokter Riza." Dokter Riza tersenyum sambil menjabat tangan Rakha.
"Saya Rakha," balas Rakha.
"Jadi, apa kamu belum bisa menghubungi pihak keluarganya?" tanya dokter Riza sambil melepas kacamatanya.
Rakha menggeleng lemah, "Belum, dok. Saya dan temen-temen tidak tau mengenai keluarga Cella, di ponselnya juga tidak ada. Kemarin siang saat saya ke rumahnya, Cella hanya mengatakan orangtuanya sedang pergi. Jadi saya tidak mengenal keluarga Cella."
Dokter menghela napasnya lalu menegakkan tubuhnya, "Apa kamu dekat dengan Cella?"
"Maksudnya, dok?" Rakha mengernyitkan dahinya.
"Begini Rakha, informasi yang akan saya berikan ini sangat sensitif dan rahasia. Ini menyangkut pasien dan seharusnya pihak keluarga juga harus segera mengetahuinya," jawab Dokter Riza.
"Dokter bisa mempercayakan saya. Saya janji tidak akan meninggalkan Cella dan berusaha mencari serta menginfokan ke pihak keluarganya sesegera mungkin," seru Rakha.
"Baik. Tolong dengarkan baik-baik. Cella saat ini didiagnosa terkena sirosis hati dan prediksi saya dirinya sudah mengidap penyakit ini lumayan lama," jelas Dokter Riza.
"Sirosis hati?" Rakha terkejut mendengar penyakit yang diderita Cella.
Dokter Riza mengangguk, "Hmm, dan beliau harus segera melakukan tindakan operasi untuk pencangkokan hati. Maka dari itu saya membutuhkan persetujuan dari pihak keluarga agar Cella bisa segera didaftarkan dan bisa segera mendapatkan pendonor yang cocok dengannya."
Rakha termenung. Ia memikirkan apakah selama ini Cella tidak menyadari kondisi tubuhnya? Atau sebenarnya Cella dan keluarganya sudah mengetahui kondisi ini? Entahlah, Rakha tidak ingin sibuk memprediksi. Dirinya ingin segera memastikan keadaan Cella dan memberikan kabar ke pihak keluarga gadis itu.
"Baik, dok. Terima kasih atas penjelasannya. Saya mohon atasnama teman dekat Cella saya menginginkan dokter melakukan tindakan yang tepat untuk kesembuhan Cella. Untuk persetujuan, saya yakin keluarga Cella juga menginginkan yang terbaik untuk kesembuhan Cella," pinta Rakha.
"Saya akan berusaha semampu saya," ucap Dokter Riza sambil mengangguk dan tersenyum.
Setelahnya Rakha berpamitan untuk segera menuju ruangan Cella.
🐾🐾🐾🐾
Rakha melangkah pelan memasuki ruang rawat Cella. Dirinya tak menyangka gadis bertampang datar ini mengidap penyakit yang sangat serius.
"Cell, lo tau tentang ini?" tanya Rakha sambil menggenggam tangan Cella.
"Cell, ayo bangun, please. Gue butuh info dari lo biar gue bisa nyari keluarga lo." Rakha menatap Cella yang masih terpejam.
"Cell, kita baru aja temenan dan lo bakal ninggalin gue sama anak-anak? Enggak Cell, lo gak boleh nyerah, gue tau lo kuat. Lo harus sembuh dan ngumpul lagi sama anak-anak." Tidak terasa kini mata Rakha mulai berkaca-kaca.
Ddddrrrttt
Ponsel Rakha berdering, ia melihat ponselnya untuk mengetahui siapa yang meneleponnya di pagi ini.
"Halo?"
"........"
"Belum, kasian dia gak ada yang jagain."
"......."
Tiba-tiba Cella perlahan mulai membuka matanya saat mendengar suara di dekatnya. Matanya mengerjap beberapa kali karena pandangannya yang belum fokus.
"Gak bisa Bell, lain kali ya? Aku janji!"
"........."
Rakha terlihat semakin emosi dengan sikap Bella yang tidak bisa menyingkirkan sikap egoisnya di tengah kondisi seperti ini.
"Kamu kenapa sih Bell? Bella yang aku kenal itu dewasa, baik, dan gak cemburuan kayak gini. Ini temen kita lagi sakit dan kamu malah uring-uringan ngajak aku jalan-jalan? Cella itu sakit dan gak ada yang jagain disini. Ngerti sedikit tolong!" balas Rakha kesal.
Cella yang sudah siuman memegang bagian perutnya yang sedikit nyeri. "Asssshh..." pekiknya.
Rakha mendengar rintihan, ia segera menatap Cella dan terkejut saat melihat Cella sudah siuman.
"Aku tutup dulu." Rakha segera mengakhiri panggilan di ponselnya.
"Alhamdulillah, lo udah sadar. Ada yang sakit, Cell?" Rakha memegang pundak Cella.
Gadis di depannya tidak menjawab, namun Rakha dapat melihat raut wajah kesakitan ditambah tangan gadis itu menekan-nekan bagian perutnya. Tanpa menunggu jawaban, Rakha segera memencet tombol dan membuka pintu ruangan sambil memanggil suster dan dokter.
Tidak lama kemudian suster dan dokter Riza masuk ke ruangan dan segera mengecek kondisi Cella. Mata Rakha tidak lepas menatap wajah Cella yang menahan sakit. "Sakit banget ya, Cell? Gue gak tega liatnya." batin Rakha.
Dokter Riza melepas stetoskopnya dan menghampiri Rakha.
"Gimana, dok?" tanya Rakha cemas.
"Reaksi Cella tadi karena penyakit sirosisnya. Ia akan sering merasakan sakit di bagian hatinya," jelas dokter Riza.
Rakha mengangguk lalu kembali melihat Cella, disaat yang bersamaan Cella juga menatap Rakha. Rakha pun mengulas senyumnya.
"Kamu siapa ya?" tanya Cella.
"Selamat pagi Cella, perkenalkan saya dokter Riza yang...."
"Bukan, bukan dokter. Maksud saya dia siapa?" potong Cella sambil menunjuk ke arah Rakha.
Seketika senyum Rakha sirna. Ia bergantian menatap Cella dan dokter Riza dengan raut wajah yang tidak dapat diartikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum untuk Kejora (COMPLETED)
General FictionAku layaknya bintang di pagi hari Ada, tapi tak terasa Nyata, tapi tak tergapai Walau setia menemani sang fajar, tetap saja terabaikan Jika hadirku tak mencipta suka, Akankah kepergianku menghadirkan duka?