Bukan Siapa-siapa

100 30 2
                                    

"Lo ikut masuk ke dalem atau nunggu di mobil? Nunggu disini aja deh." Cella berkata sambil melepas seatbeltnya.

"Ck, ngapain lo nanya kalo lo nyuruh gue nunggu disini?" decak Rakha sambil ikut melepas seatbeltnya.

Cella mengernyitkan dahinya, "Ngapain lo lepas seatbelt? Jangan ikutin gue di dalem." Cella memperingatkan dengan nada dingin.

"Udah, ayo turun." Rakha membuka pintu mobil lalu keluar tanpa menggubris peringatan Cella.

Satu detik

Dua detik

Rakha memperhatikan pintu mobilnya yang tidak kunjung terbuka.

"Masa sih ngambek?" pikir Rakha, lalu dirinya segera membuka pintu mobilnya.

Matanya membulat saat melihat tangan Cella berlumuran darah.

"Ya Tuhan, Cella!!" teriak Rakha panik.

"Ck, berisik lo kayak emak-emak," balas Cella jengah.

"Kita ke rumah sakit sekarang!" ucap Rakha sambil berjalan masuk ke arah pintu pengemudi.

Cella membulatkan matanya. Apa-apaan keputusan sepihak tadi? Tidak, dirinya ingin segera menyelesaikan urusannya.

Jantungnya berpacu saat mendengar deru mesin dihidupkan.

"Rak," panggil Cella.

Rakha diam, ia hanya memberikan setumpuk tisu kepada Cella.

"Ish, Rakha!!" teriak Cella.

Rakha tidak menggubris teriakan Cella. Ia mulai menjalankan mobilnya menjauh dari tempat tujuan Cella.

"Stop," ujar Cella dengan nada rendah.

"Gue bilang berhentiin mobilnya!" ucapnya lagi. Ia membiarkan darah yang mengalir di hidungnya.

"Berhenti atau gue gak akan mau kenal sama lo lagi!!" Kali ini Cella meninggikan suaranya namun tetap dengan ekspresi datarnya.

Ciiiiitt!

Seketika Rakha menginjak pedal rem sehingga mobilnya berhenti.

"Cell, lo harus ke rumah sakit dulu." Rakha memperingatkan dengan nada cemas.

"Gue harus kelarin urusan ini, gue gak punya banyak waktu," jelas Cella tanpa merubah mimik wajahnya.

"Iya, tapi..." ucap Rakha.

"Lo bukan siapa-siapa gue dan lo gak berhak ngatur-ngatur gue. Tolong anterin gue ke tempat tadi," potong Cella.

Tidak ada respon dari Rakha. Tanpa Cella sadari, rahang Rakha mengeras dengan cengkeraman kuat di setir mobilnya.

"Kalo lo gak bisa, gue turun disini aja. Gue bisa jalan sendiri. Thanks!" ucap Cella lalu membuka pintu mobil.

Cella turun dan berjalan menjauhi mobil Rakha, sementara Rakha masih diam. Matanya menatap kaca spion mobil, memperlihatkan seorang perempuan yang berjalan tertatih. Perempuan yang baru saja tidak menghargai perasaan khawatirnya. Perempuan itu semakin menjauh seiring dengan Rakha yang menatapnya sambil mencengkeram kuat setir mobilnya.

.

.

.

.

Cella berjalan pelan memasuki kafe yang seharusnya sudah ia kunjungi daritadi.

"Gara-gara Rakha nih, ish!" batinnya.

Cella melihat seorang lelaki yang melambaikan tangan ke arahnya. "Ah, dia udah sampe," gumam Cella sembari mengulas senyum tipisnya.

"Hai Cell, gimana kabar lo?" Sapa lelaki itu sambil berdiri menjabat tangan Cella, setelahnya mengisyaratkan Cella duduk.

"Luar biasa," kekeh Cella.

"Ck, baju lo ada darahnya tuh!" seru lelaki itu sambil menunjuk dengan dagunya.

"Lo pernah liat yang lebih parah, Nik," balas Cella sembari memutar bola matanya malas.

"Oke-oke, siap buat masuk ke pembahasan?" tanya Niko yang dibalas senyum semangat Cella, "Of course, Nik. Gue udah gak sabar," ucapnya.

Tanpa mereka sadari sedari tadi ada yang tengah mengawasi mereka berdua dari posisi yang tidak terlalu jauh. Salah seorang diantaranya mengepalkan tangannya dengan kuat, sementara seorang yang lain menatap mereka berdua dengan pandangan datar.

Senyum untuk Kejora (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang