"Cella... Kamu gimana sih udah tau ada janji malah belum bangun. Ayo bangun!" Nova menarik-narik selimut Cella yang masih tidak bergeming.
"Cell, itu temen kamu udah nungguin di depan," keluh Nova melihat anaknya yang susah dibangunkan.
Mata Cella menyipit, "Siapa sih?" tanyanya.
"Bagas. Udah sana siap-siap, katanya kamu yang bikin janji malah," omel Nova sambil menggelengkan kepala.
"Ish, yaudah entar Cella bangun. Lima menit lagi," tolak Cella.
"Gak ada. Udah siap-siap atau temuin dulu, kasian anak orang," potong Nova lalu keluar dari kamar anaknya.
Cella bergumam malas, ia bangkit dari tempat tidurnya dengan malas sambil menggaruk-garuk kepalanya lalu berjalan keluar kamar.
"Elaah, jam berapa sih?" omelnya.
"Jam 7," sahut seseorang.
"Ish, Bagas dateng pagi bener. Gatau gue masih ngantuk apa?" Cella lanjut mengomel, matanya masih menyipit belum terbuka sepenuhnya.
"Ya, kan kata lo terserah mau jam berapa," sahut seseorang. Cella hanya mengangguk dengan mata yang terpejam.
"Gue ngomong sama siapa?" batinnya. Ia pun terpaksa membuka kedua matanya, "Eh? Bagas?" teriaknya.
"Apa?" tanya Bagas.
"Emm, enggak-enggak. Udah daritadi?" tanya Cella merasa tidak enak.
Bagas mengangguk, "Gue ditemenin nyokap lo daritadi sampe dikasih minum sama cemilan nih."
"Aduh, sorry ya. Yaudah bentar ya siap-siap dulu. Bentar," ujar Cella lalu segera pergi untuk bersiap.
.
.
.
.
Cella memandang sekelilingnya lalu mengernyitkan dahi, "Ini bukannya..." ucapnya menggantung.
Bagas yang mengerti maksud dari perkataan Cella tersenyum sambil mengangguk. "Lo inget?" tanyanya.
"Ah? Inget apa?" tanya Cella menatap Bagas sebentar lalu berjalan menuju pohon rindang di depannya.
"Gue kira lo udah inget." Bagas tersenyum sambil menghampiri Cella yang tengah menarik-narik kulit batang yang menua.
"Ceritain dong biar aku inget, siapa tau aja." Cella menoleh ke arah Bagas.
"Gue bakal ceritain tapi lo ikut gue dulu," ucap Bagas.
"Kemana? Lagian daritadi kan aku ngikutin kamu," balas Cella namun tetap mendekati Bagas.
Bagas berjalan dan Cella mengikuti, sesekali Cella berteriak kecil atau sekedar tertawa. "Haha... Ahaha...Hiaaaa..." teriaknya berulang kali.
Mendengar itu Bagas reflek membalikkan tubuhnya menatap Cella, sebelah alisnya terangkat, "Lo kenapa?" tanyanya bingung.
"Gapapa, aku cuma mengekspresikan rasa seneng emang gak boleh?" balas Cella acuh namun kembali tersenyum.
Bagas melanjutkan jalannya tanpa menggubris ucapan Cella. Tak lama kemudian teriakan nyaring dari arah belakang berhasil membuat Bagas terlonjak kaget.
"Waaahhhh!!!! Bagas!!!" teriak Cella sangat kencang.
"Ck, lo berubah banget, kaget beneran gue." Bagas berdecak sebal.
"Ish, yaudah sih maapin. Tapi aku seneng banget, ya ampun rumah pohon. Selama ini aku cuma bisa liat di tv atau gak imajinasi dan sekarang....." ucapan Cella terhenti saat Bagas mengulurkan tangannya.
"Mau naik?" tanya Bagas dengan wajah datarnya.
Cella menerima uluran tangan Bagas, "Yes, I will," senyumnya.
Dalam batin Cella merutuk, "Kok gue jawabnya kayak lagi ditembak atau diajak nikah sih? Ah malu!!"
Kini mereka berdua telah berada di dalam rumah pohon.
"Bagas makasih banyak, ini jadi salah satu hal manis yang pernah aku alami," ucap Cella dengan mata berkaca.
"Sumpah ya, aku gatau kenapa tapi kok jadi nangis sih sekarang?" keluhnya sambil tertawa sumbang. Dirinya sibuk menghapus air yang muncul di sudut matanya.
"Cella Anastasya, wanita kuat yang sok kuat walau dia itu lemah," ucap Bagas tiba-tiba.
Cella menatap ke arah pandang Bagas dan membuat dirinya terkejut, "Itu foto aku pas SMA?"
Bagas menoleh sambil tersenyum tipis lalu kembali menatap foto-foto yang digantung.
"See, ekspresi lo selalu gini. Ekspresi bodoh yang bikin semua orang ngetawain lo," ucap Bagas menunjuk setiap foto Cella yang tengah tersenyum lebar dan ekspresi konyol lainnya.
"Dulu lo selalu pake topeng-topeng itu, mungkin sampe sekarang," lanjutnya.
Cella masih menatap foto-foto dirinya, "Ini candid semua, kamu ambil diem-diem?" tanyanya tanpa melihat ke arah Bagas.
"Dulu kita rumit. Gue punya pacar dan lo yang gak pernah jujur. Padahal kalo lo sabar dan gak mundur, kita mungkin sekarang lagi pacaran," sahut Bagas.
"Ah, harusnya kita pacaran ya? Pantes pas liat kamu di rumah sakit aku udah ngerasa kamu itu ganteng," cengir Cella lalu kembali menatap sekeliling mengamati rumah pohon ini.
"Lo beneran lupa? Atau inget tapi samar-samar?" tanya Bagas sambil memberikan sebotol air mineral.
Cella mengambil botol itu dan meneguknya, "Thanks," ucapnya.
"Tujuan aku bikin hari bersama Cella biar aku punya kenangan sama orang-orang yang ada di sekitar aku. Kalo pun ada yang aku lupain, dengan momen ini aku harap bakal terganti." Cella berkata sambil memilih duduk dan menyenderkan punggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum untuk Kejora (COMPLETED)
General FictionAku layaknya bintang di pagi hari Ada, tapi tak terasa Nyata, tapi tak tergapai Walau setia menemani sang fajar, tetap saja terabaikan Jika hadirku tak mencipta suka, Akankah kepergianku menghadirkan duka?