"Halo?" Terdengar suara dari ponsel yang tengah di genggam sang empunya.
"Eeh, emm ini Bagas?" tanya perempuan itu sambil meremas gulingnya.
"Ck, kan ini kontak gue Cell."
"Hehe.. Siapa tau bokap lo yang angkat," sanggah Cella asal.
"Kenapa?" tanya Bagas.
Cella terdiam sejenak, matanya menerawang menatap langit-langit kamarnya.
"Gue mau gunain kupon yang waktu itu lo tawarin ke gue. Masih berlaku kan?" ucapnya.
Setelah mengucapkannya, Cella mendadak malu. Pasalnya tidak terdengar respon apapun dari ponsel yang tengah ia genggam.
Cella meremas gulingnya semakin kuat, saat satu, dua, ah tiga menit tidak ada respon dari ponselnya.
"Gak jadi deh sorry ganggu," ucap Cella berniat ingin mengakhiri percakapan.
"Jam tujuh gue ke rumah lo," sahut Bagas.
"Hah? Emm, Oke. Gue share loc." Cella mengakhiri panggilannya lalu mengatur napasnya.
"Ck, mata gue sembab gini kayak abis ditonjok," keluhnya sambil berdiri bersiap-siap.
Setelah mandi dan memakai pakaian yang menurutnya nyaman. Cella menghampiri meja riasnya. Sedikit ia memoleskan lip tint cherry dan juga bedak agar wajahnya tidak suram. Ia menggerai rambutnya dan merapikan poni depannya lalu segera bangkit meninggalkan kamar.
"Ma, Cella keluar sebentar ya?" pamitnya.
"Jangan malem-malem mentang besok libur," kekeh Nova.
Tiba-tiba terdengar pintu rumah diketuk, Cella segera berjalan untuk membuka pintu.
"Ayo masuk dulu sini," ajak Cella.
Bagas mengangguk dan mengikuti Cella, entah mengapa dirinya merasa kikuk. Ia baru pertama kali berkunjung ke rumah Cella.
"Malam tante," sapa Bagas sopan sambil mencium tangan Nova.
"Ma, Cella mau main sama Bagas bentar ya?" ucap Cella.
"Oh nama kamu Bagas? Yaudah tante titip Cella ya nak, jangan malem-malem pulangnya," ucap Nova sambil tersenyum.
Lalu Cella dan Bagas pamit keluar seraya Ibu Cella menutup pintunya.
"Kita naik motor gapapa kan?" tanya Bagas.
"Ck, mau jalan kaki juga gue selow," kekeh Cella.
Bagas naik ke motornya dan segera mengulurkan satu tangannya untuk Cella. Cella mengernyitkan dahi tak mengerti.
"Lo emang nitip sesuatu ke gue?" tanya Cella bingung sambil menatap uluran tangan Bagas.
"Ck, naik sambil pegang tangan gue biar gak jatuh," jawab Bagas sambil tersenyum.
"Dih? Gue bisa kali naiknya," balas Cella sambil memutar bola matanya.
Bagas hanya terkekeh pelan sambil menjaga keseimbangannya saat Cella menaiki motornya.
"Nih." Bagas memberikan helm dan Cella segera memakainya.
"Kita mau kemana?" tanya Cella sambil memajukan wajahnya ke samping Bagas. Samar-samar ia dapat menghirup aroma maskulin Bagas.
"Ikut aja. Jangan lupa pegangan," peringat Bagas
"Gue megang belakang jok aja," sanggah Cella.
Bagas berdecak kesal sembari mengambil kedua tangan Cella. Diarahkannya tangan itu untuk memeluk pinggangnya.
"Pegangan gue mau ngebut," ucapnya.
"Eeh, tapi..." Belum selesai Cella protes, Bagas langsung menjalankan motornya dengan cepat.
"Eh gila lo ya!! Gue masih mau hidup, Gas!!!" teriak Cella sambil memegang erat Bagas. Wajahnya ia tempelkan ke punggung Bagas tanpa sadar.
Dibalik helmnya Bagas tersenyum sesekali melirik Cella lewat kaca spionnya.
Sekarang motor Bagas telah berhenti. Namun Cella masih saja menenggelamkan wajahnya di punggung Bagas sambil memegang erat lelaki itu.
"Ck, lo ketagihan apa gimana nih?" tanya Bagas dengan nada mengejek. Namun Cella diam tidak menyahutinya.
"Cell, lepas eh," seru Bagas yang jengah melihat ketakutan Cella.
"Lepas atau gue ajak ngebut lebih cepet?" ucapnya
Seketika Cella tersadar, "Eeh udah gak jalan ya?" tanyanya dengan polos.
Mereka berdua segera turun dari motor dan berjalan melihat pemandangan sekitar.
"Lo takut banget ngebut kayak tadi?" tanya Bagas tanpa melihat Cella.
"Gue takut sama hal yang bisa bikin gue mati. Gue masih belum ngapa-ngapain," balas Cella sambil memandang langit malam dengan sedikit bintang bertaburan.
"Sorry," ucap Bagas.
Cella menoleh menatap Bagas, "Gapapa lagian gue jadi bisa teriak-teriak kayak tadi seru juga." Cella tersenyum sambil merapikan poninya.
Bagas menatap wajah Cella, "Jadi, bisa lo cerita kenapa lo mau make kupon?"
Mendengar pertanyaan itu Cella terdiam, namun pasti Bagas akan mendesaknya untuk bercerita.
"Nanti dulu, baru juga nyampe," ucap Cella sambil duduk di rerumputan.
Bagas menghampiri dan menidurkan tubuhnya di samping Cella. Matanya melihat ke langit dengan bintang.
"Keluarin aja Cell, udah gue bilang lo bisa ngapain aja dengan kupon yang gue kasih itu."
Cella menghela napasnya pelan, "Thanks, lo baik banget, Gas."
"Gue temen lo. Bakal selalu ada tiap lo butuh gue."
Cella menatap wajah Bagas lama tanpa ekspresi. Bagas yang sadar akan hal itu tetap memandang ke langit tanpa menatap balik wajah Cella.
"Gue..." ucapan Cella terhenti, ia bingung harus berkata apa.
Bagas yang melihat kegelisahan Cella segera bangkit dan duduk berhadapan dengan Cella. Ia menatap wajah sendu itu yang hanya mengarahkan pandangan ke rumput. Bagas yakin gadis itu sedang menahan tangis.
"Sorry kalo gue brengsek," ucap Bagas tiba-tiba.
Cella yang belum mencerna perkataan Bagas terlonjak kaget saat Bagas memeluk dirinya. Logikanya menolak namun tubuh dan hatinya tidak sejalan. Ia menerima pelukan Bagas dan lelaki itu semakin mempererat dekapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum untuk Kejora (COMPLETED)
General FictionAku layaknya bintang di pagi hari Ada, tapi tak terasa Nyata, tapi tak tergapai Walau setia menemani sang fajar, tetap saja terabaikan Jika hadirku tak mencipta suka, Akankah kepergianku menghadirkan duka?