Sebuah Pengakuan

77 21 0
                                    

Kini mereka berdua telah sampai di depan rumah Cella setelah menempuh keheningan selama di perjalanan.


"Gue masuk, thanks ya!" ucap Cella sambil melepas seat beltnya.

"Eh? Gak ngajak gue masuk dulu?" tanya Rakha yang ikut melepas seat beltnya.

"Gak usah, nyokap udah ada kayaknya." Cella buru-buru menolak.

"Ck, ayo masuk. Gue temenin." Rakha turun dan segera menarik tangan Cella untuk segera masuk ke dalam rumahnya.

"Assalamualaikum," ucap Cella sambil mengetuk pintu rumahnya.

Tiba-tiba Cella menunjuk ke arah Rakha sambil berkata, "Awas lo banyak bacot!"

Rakha hanya terkekeh pelan, tidak lama pintu rumah terbuka.

"Cella? Ya ampun kamu kemana aja? Mama pulang kamu gak ada. Diteleponin gak aktif juga," tanya Nova dengan nada khawatir.

"Hmm. Ma, ini ada orang ketemu di depan gak tau dia mau ngapain," celetuk Cella asal sambil menunjuk ke arah Rakha.

Mendengar perkataan Cella mata Rakha seketika membulat.

"Eeh? Bukan tante. Salam tante saya Rakha temen kuliahnya Cella." Rakha buru-buru mengkoreksi ucapan Cella sebelum Nova, ibunda Cella percaya dengan ucapan anaknya yang sangat melantur.

"Oh temennya Cella. Panggil aja tante Nova ya." Nova segera menatap anaknya, "Kamu Cell, ngomong kok ngelantur gitu sih ke temen sendiri?"

Cella hanya berdecak sebal.

"Ayo Rakha masuk biar tante buatin minum sama cemilan dulu. Cella gak pernah bawa temennya loh ke rumah, terakhir itu SD ya Cell?" ucap tante Nova. Rakha yang mendengarnya sedikit terkejut namun masih memasang senyumnya.

"Ma, ayo bikin minum haus banget nih," potong Cella cepat.

Nova dan Cella masuk ke dapur untuk menyiapkan minum.

"Jadi setelah sekian lama dia baru punya temen yang diajak ke rumahnya? Itu pun tadi gue maksa buat ikut masuk," batin Rakha.

Cella berdeham, lalu memberikan nampan berisi minum dan beberapa cemilan. "Nih."

"Thanks, tante Nova mana?" Rakha mengambil gelas lalu meminumnya.

"Gue suruh ke kamar biar istirahat," jawab Cella sambil memakan cemilan.

"Ck, lo gak percaya banget sama gue," decak Rakha sambil menggelengkan kepalanya.

"Antisipasi," balas Cella cuek sambil mengendikkan bahunya.

"Gimana kabar lo sama Bella?" tanya Cella sambil menatap Rakha.

Rakha menghela napas pelan, "Gak baik. Abis nganter dan nemenin lo di rumah sakit dia salah paham terus sama gue."

"Sorry gara-gara gue. Rak, temuin gue sama Bella dong," ucap Cella.

"Enggak, dia pasti makin emosi," balas Rakha lemah.

"Gue terima, karena disini gue yang salah. Biar gue yang selesain," ucap Cella tegas.

"Tapi..." Rakha terlihat berpikir dengan gelisah.

"Rak, lo sama Bella pacaran dan lo sama gue temenan. Wajar lah Bella salah paham," potong Cella cepat.

"Cell, apa lo denger semua perkataan gue waktu lo sempet gak sadar diri di rumah sakit?" tanya Rakha hati-hati.

Cella mengangguk, "Hmm. Semuanya." Kali ini raut wajah Cella berubah menjadi datar.

"Terus?" tanya Rakha kembali.

Cella membuang napasnya kasar, "Makasih karena udah suka sama gue. Tapi lo salah karena lo masih ada hubungan sama Bella. Coba lo kenalin lagi perasaan lo ke gue. Mungkin lo cuma lagi jenuh sama Bella dan mungkin rasa lo ke gue itu cuma sekedar kasian."

"Itu bukan rasa kasian!" seru Rakha cepat.

"Lo pake logika, tau kan kondisi gue? Gue ini gak akan bertahan lama. Bella cewek perfect yang sehat wal'afiat!" potong Cella.

Rakha menggenggam kedua tangan Cella, "Gue yakin ini bukan rasa yang sementara singgah, juga bukan sekedar rasa kasihan. Gue sayang dan nyaman sama lo. Gue gatau semenjak kapan dan kenapa, tapi gue selalu pengen ngelindungin lo, Cell."

Cella menatap genggaman tangan Rakha, lalu menatap kedua mata lelaki itu.

"Asal lo tau, gue natap lo gini aja udah bikin jantung gue gak karuan. Semua yang lo lakuin ke gue, tatapan, senyum, marah, semua yang lo tunjukin ke gue bikin gue nyaman banget. Bohong kalo gue bilang gue gak suka sama lo. Bahkan dari awal gue ketemu sama lo gue udah tertarik," ucap Cella pelan.

Rakha terdiam ikut menatap wajah Cella yang masih sedikit pucat namun tetap terlihat cantik.

"Gue suka sama lo. Tapi gue masih punya trauma sama yang namanya cinta. Gue takut rasa gue ke lo semakin dalam dan disaat itu lo ninggalin gue atau takdir yang maksa gue buat ninggalin lo." Kedua mata Cella mulai berkaca-kaca, sementara suaranya semakin lirih.

"Masih banyak hal yang harus gue kerjain atau gue pikirin, gue gak mau buang waktu cuma buat masalah ginian," lanjutnya.

"Rasa ini gak bisa lo larang, biarin waktu yang bakal nunjukin kemana akhir dari rasa ini. Selama itu gue harap kita gak pernah berubah, tetep jadi temen gue dan lo gak boleh menghindar dari gue." Rakha semakin erat menggenggam tangan Cella.

Tiba-tiba Cella terkekeh, "Udah buruan pulang sana! Geli gue akting kayak gitu."

"Sialan!!" cibir Rakha.

Senyum untuk Kejora (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang