Jangan Buat Dia Sedih

110 39 1
                                    

Rakha POV

Sore itu aku menemani dirinya yang terlihat sangat kacau. Matanya yang sembab dan merah, hidung yang merah dan sesekali ia sesenggukkan disela senyumnya. Aku benci melihat senyum itu, senyum yang menyembunyikan luka. Apa perempuan di hadapanku ini tidak percaya denganku? Mengapa ia hanya melemparkan celotehan bodoh tanpa ada niat untuk membagikan bebannya denganku? Ah, dia ini membuatku bingung harus berbuat apa.

"Cell, wanna sharing about your..."

"No, thanks, boleh gak kita ketawa-ketawa aja kayak gini Rak? Gue udah lama banget gak kayak gini."

Sosok di depanku berubah menjadi sendu lagi. Aah, kurasa aku salah bicara lagi. Sungguh aku bingung dibuatnya.

Keadaan menjadi hening. Aku merasakan desiran angin di sore hari yang menyapu kulitku. Nyaman. Tapi apakah perempuan di sebelahku tidak merasakan dingin? Aah, lagi-lagi aku bingung.

"Dingin gak Cell?" tanyaku.

"Hmm?" Ia menoleh dengan raut wajah bingungnya.

"Dingin gak?" tanyaku kembali.

"Oh enggak kok, gue suka malah suasana kayak gini. Sejuk, adem, kayak ada manis-manisnya gitu."

Kulihat kedua ujung matanya menyipit, senyum tercetak di wajahnya.

"Rak, gimana sama Bella? Gue jarang liat lo post berduaan gitu."

"Ya iyalah ngapain segala di umbar di sosmed, kayak anak alay aja." Aku tertawa mendengar pertanyaannya.

"Hahaha, iya deh yang cool idaman para wanita," cibirnya.

"Ya gue mikirnya kayak pamer entar jatuhnya," jelasku.

"Hmm, tapi kadang gue suka ngeliatin orang yang pamer di sosmednya. Kayak gue lagi ngeliat gambaran kehidupan mereka aja gitu," seru Cella.

"Gak semua yang mereka tampilin di sosmed itu beneran kehidupannya Cell, bisa aja mereka fake kan? Biar dilihat dan dipuji orang-orang," balasku sambil tersenyum simpul.

"Hmm, iya juga sih."

"Lagian lo gak ada kerjaan sampe ngeliatin sosmed orang-orang? Haha..." Kali ini aku sengaja meledeknya.

"Iya gak ada, gue refreshing aja gitu pengen nengok kehidupan orang lain yang beda sama gue pastinya," ucapnya.

"Emang kalo hidup lo gimana? Gue juga gak pernah ngeliat lo nge share momen lo gitu kan? Palingan cuma quotes atau repost akun-akun gitu, sama endorse," tanyaku penasaran.

"Gak ada yang menarik di kehidupan gue Rak, jadi gak ada yang bisa dikonsumsi buat publik."

Aku terdiam mendengar penuturannya.

"Rak, reinkarnasi itu beneran ada gak sih?" tanyanya tiba-tiba.

"Gini nih kebanyakan nonton drama korea sih," cibirku.

"Hahaha, ya itu sih salah satu penyebabnya."

"Setelah kita meninggal kita hidup di akhirat Cell, bukan di dunia lagi, entar kan kiamat," jelasku sambil menatapnya.

"Di akhirat gue bakal bisa ketemu lo lagi gak ya?" tanyanya dengan nada sendu.

"Apaan sih Cell nanyanya serem gitu njir bawa-bawa akhirat. Lo temen gue, untuk sekarang dan selamanya," ucapku dengan nada tegas.

Perempuan itu kembali terdiam, apa kali ini aku salah bicara lagi?

"Makasih Rak," ujarnya tiba-tiba.

"Makasih mulu, jajanin es teh manis dong," balasku sengaja meledeknya.

"Es teh manis mulu diabetes entar," tolaknya cepat.

"Yaudah teh manis anget aja," lanjutku.

"Sama aja nyett!!" balas Cella dengan nada kesal.

"Hahaha, kenapa gak dari dulu sih Cell lo ngobrol kayak gini ke gue?"

Kulirik Cella yang kini hanya terdiam.

"Sorry ya kalo gue salah ngomong lagi," ucapku pelan.

"Enggak kok, gue cuma lagi inget ada beberapa alasan yang bikin gue kayak gini. Tapi bakal panjang ceritanya." Kepalanya menggeleng lemah.

"Gue mau dengerin kok, selow!" balasku.

"Hehe, nanti aja ya lo baca di novel gue kalo udah rilis."

"Hah? DEMI APA LO BIKIN NOVEL??" teriakku kaget.

"Santai njir gak usah teriak juga, tuh diliatin orang-orang bego!!" Cella menatapku dengan kesal.

"Eh iya reflek, eh seriusan?" tanyaku kembali.

"Hmm."

"Mau baca dong sekarang, bagi sini Cell," pintaku.

"Jangan, entar aja pas rilis gue bagi kok."

"Serius ya?" tanyaku dengan tatapan menyelidik.

"Iya."

"Oh iya tentang apa?"

"Hmm.... kepo lo ya? Haha tunggu aja sih, palingan bentar lagi."

"Oke-oke."

Sore itu kami bersenda-gurau menghabiskan sore bersama sebelum pulang masing-masing. Semilir angin menemani kami. Sesekali kami tenggelam dalam pikiran masing-masing. Tanpa sadar aku berdoa di dalam hati, "Tuhan, jangan buat dia kembali bersedih seperti tadi."

Senyum untuk Kejora (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang