Semenjak kejadian di pasar malam dan pertemuannya kembali dengan Bagas. Cella menyadari satu hal. Entah mengapa kini ia merasa kondisi fisiknya mudah menurun.
Kini Cella sedang terbaring lemah. Ia memilih untuk beristirahat di klinik kampusnya. Walaupun ia memejamkan matanya namun pikirannya tetap melayang mengingat percakapan tadi dengan Dokter Vania, Dokter cantik di klinik kampusnya yang berusia dua puluh enam tahun.
"Kamu harusnya udah bilang ke keluarga kamu," keluh Vania yang kesal karena Cella tidak kunjung memberitahukan keluarganya perihal kondisinya.
"Seberapa parah ini, Dok?" tanya Cella tanpa memandang wajah Vania di hadapannya.
Vania menghembuskan nafasnya dengan kasar, "Ini positif ensefalopati hepatis dan ini karena sirosis hati kamu."
"Kenapa ya, Dok?" tanya Cella pelan.
Vania yang mengerti arah pembicaraan Cella seketika berubah sendu.
"Kenapa cobaan buat saya banyak banget, Dok? Padahal saya gak pernah nakal," kekeh Cella.
"Kamu harus tetap berusaha Cella, kamu harus semangat dan jangan lupa berdoa." Vania memegang tangan Cella sembari mengusapnya.
"Berapa lama saya bisa tahan, Dok?"
Vania tertegun mendengar pertanyaan perempuan di hadapannya.
"Kamu harus melakukan rangkaian pengobatan dan cangkok hati. Saya sudah katakan ini berulang kali."
"Tanpa saya melakukan itu semua, berapa lama lagi saya bertahan, Dok?"
Cella berhenti mengingat percakapannya dengan Dokter Vania. Ia segera beranjak dari klinik tersebut mengingat waktu sudah menunjukkan pukul empat sore.
🐾🐾🐾🐾🐾
Cella sedang melanjutkan tulisannya di laptop. Ia ingin sesegera mungkin merampungkan tulisannya karena deadline yang diberikan penerbit sudah semakin dekat. Tak lupa ia memasang earphone untuk menajamkan fokusnya.
Disaat sedang terbawa suasana, tiba-tiba ponselnya berdering. Cella tertegun sebentar melihat nama pemanggil yang tertera. Namun ia kembali fokus melanjutkan ketikannya.
Dddrrtt....
Kini ponselnya menampilkan notifikasi pesan masuk. Cella membacanya sebentar lalu kembali fokus mengetik di laptopnya.
Dddrrttt.....
"Nelpon mulu nih orang, ganggu aja," keluh Cella namun ia akhirnya mengangkat panggilan itu.
"Iya, kenapa?" tanyanya.
"Akhirnya diangkat. Lo dimana Cell?" tanya Rakha kembali.
"Rumah, kenapa?" balas Cella.
"Malem ini ada acara kumpul angkatan. Dateng ya, wajib!!" ucap Rakha.
Dari seberang sana Rakha mendengar perempuan itu terkekeh.
"Gak deh, thanks!" tolak Cella cepat.
"Ck, ini pertemuan terakhir di semester akhir, Cell. Lo harus dateng. Gue gak mau tau, apa perlu gue jemput biar lo dateng?" balas Rakha.
"Ck, yang kayak gini nih gue gak suka. Ribet," keluh Cella
"Oke, gue jemput. Share loc alamat rumah lo." tukas rakha
"Gak usah!" ketus cella.
Rakha menghela napasnya, "Biar lo gak mager dateng, Cell."
"Hmm." Cella berdeham.
"Gue jemput nih," Rakha mulai tak sabar dengan sikap Cella yang seperti ini.
"Gausah, entar diomongin anak-anak bego," ketus Cella.
"Ck, santai aja kali. Biasanya juga banyak yang minta nebeng ke gue." Rakha tertawa pelan.
"Itu orang lain, bukan gue," ucap Cella.
"Oke gue bakal jemput lo jam lima!" seru Rakha dengan nada tegas.
"Hmm." Cella hanya berdeham.
"Bye Cell, siap-siap sana," ucap Rakha.
Cella segera mengakhiri sambungan teleponnya.
.
.
.Ting!
Rakha menatap pesan di layar ponselnya, "Ini mah deket sama rumah gue. Kok gue baru tau rumah dia di daerah sini?" batinnya.
Tak lama ia pun bersiap-siap dan keluar dari rumah menuju mobilnya.
Sementara Cella kini tengah kebingungan di dalam kamarnya, menatap isi lemarinya. "Gue pake baju apa ya? Gak mesti dress kan ya?"
Lalu ia asal mengambil denim jacket, tanktop hitam dan celana jeans. Ia segera memoles wajahnya dengan pelembab, bedak dan tak lupa memakai liptint di bibirnya.
"Dah ah gini aja, masih mending gue mau dateng," sungutnya sambil mengerucutkan bibir.
Tidak lama kemudian bel di rumahnya berbunyi. Cella segera keluar kamar menuju pintu depan.
"Eh, ayo masuk," sambut Cella sambil membuka lebar pintu rumahnya.
Rakha melirik ke dalam lalu berjalab masuk, "Lo sendirian Cell?"
"Hmm, nyokap lagi ada urusan." balas Cella.
"Bokap lo mana? Belum pulang juga? Gue mau minta izin bawa lo kan," tanya Rakha lagi.
Cella mengalihkan pertanyaan Rakha, "Ada acara apaan sih emang?"
"Ini tuh pelepasan angkatan kita, bisa dibilang semacem promnight," jelas Rakha.
Cella melongo tak percaya mendengar apa yang dikatakan Rakha.
"Eh? Gila aja, gak mau ah gue!" tolak Cella cepat.
"Ayo dong Cell, yang lain pada dateng loh, masa lo doang yang gak ikut?" Rakha memelas.
"Ck, gue gak suka acara begituan Rakha. Gue kira kumpul biasa doang, gue juga pake casual," keluhnya.
"Yaudah ganti aja, gue tungguin kok. Please, dateng ya. Gue temenin kok pasti," ucap Rakha sambil memasang wajah melasnya.
Cella merasa tidak enak jika harus menolak permintaan Rakha. Ia juga berpikir mungkin saja ini akan menjadi momen terakhir dengan teman angkatannya mengingat kondisinya saat ini.
"Muka lo melas banget, gak enak gue nolaknya. Yaudah tunggu bentar ya, gue sekalian ambil minum sama cemilan dulu buat lo," ucap Cella pasrah lalu tersenyum.
Rakha membalasnya dengan senyum dan mengangguk.
"Itu senyumnya... Beda banget. Gue juga kenapa jadi deg-degan gini?" batin Rakha. Ia segera menepis perasaannya dengan memainkan game di ponselnya.
Tidak lama kemudian Cella datang membawakan segelas minuman dan beberapa cemilan. "Nih Rak, tunggu bentar ya."
"Iya santai," balas Rakha tanpa menoleh ke arah Cella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum untuk Kejora (COMPLETED)
General FictionAku layaknya bintang di pagi hari Ada, tapi tak terasa Nyata, tapi tak tergapai Walau setia menemani sang fajar, tetap saja terabaikan Jika hadirku tak mencipta suka, Akankah kepergianku menghadirkan duka?