Cella terbangun sambil memegang kepalanya sesekali meringis menahan sakit. Keringat bercucuran membasahi tubuhnya di tengah malam yang sunyi.
"Ayo Cell, lo kuat!" seru Cella sambil keluar dari kamar tidurnya.
Cella merasa dirinya tengah terjebak dalam depresi. Entah ringan, sedang atau parah, yang pasti setiap ia sendiri, setiap malam, dirinya akan menangis dalam diam sambil memutar memori-memori lamanya yang terasa menyesakkan. Tak jarang ia berkhayal sedang berbicara dengan seseorang. Tak jarang ia berharap mempunyai teman cerita meskipun berbeda dimensi. Hal penting bagi Cella adalah ia ingin sekali segera mengucapkan, "Gue gak tau siapa yang salah. Tapi gue pengen jadi orang hebat yang meminta maaf duluan. Bukan karena mengaku salah, tapi berjiwa besar," batinnya sembari memijit pelipisnya.
Semakin hari kondisi Cella menjadi sangat memprihatinkan. Melempar tatapan kosong atau pun tidak menatap orang-orang yang ia temui. Rasanya ia sudah lelah berpura-pura. Cella juga melepaskan beberapa pekerjaannya karena ia merasa benar-benar lelah, fisik dan batin. Kondisi fisiknya pun berubah. Samakin kurus, mempunyai lingkar hitam di bawah matanya, bahkan tak pernah terlihat ia berolahraga lagi. Seperti mayat hidup, tidur subuh, bangun siang, bermain dengan ponsel sambil memasang earphone, tidur, bangun malam, makan, dan terjaga lagi sampai subuh. Begitulah aktivitasnya sekarang. Benar-benar tidak ada motivasi lagi di dalam dirinya. Nova sang ibunda pun hanya bisa menghela napas karena Cella tidak pernah cerita apapun tentang kehidupannya atau kesulitan yang sedang ia hadapi. Menurut Nova, Cella adalah anak yang riang, tak bisa diam, dan selalu memanfaatkan kondisi untuk mencari uang. Tidak pernah mengeluh atau pun menangis, benar-benar mandiri. Setiap ditanya, Cella hanya menjawabnya dengan "Lagi capek, lagi males, ribet."
🐾🐾🐾🐾
"Cell, beli salad buah gue dong," seru Fanny saat bertemu Cella di SMA nya.
"Oh iya lo jualan itu ya," balas Cella sambil tersenyum.
Hari ini Fanny dan Cella sepakat untuk bertemu di SMA mereka dulu. Mungkin ini kali pertama Cella bertemu dengan teman terdekatnya dulu.
"Lo mau yang ukuran apa? Tapi gue ngirimnya besok. Yakali sekarang gila aja," kekeh Fanny.
"Emm, ukuran sedang dulu aja deh gue cobain. Komplit ya," balas Cella.
"Siip." Fanny menyahutinya sambil mengedarkan pandangan.
"Gila udah lama banget gue gak ke sekolah ini," ucap Fanny.
"Ck, lagian lo ngapain ngajakin gue ke sini? Ijazah lo ketinggalan?" balas Cella sambil terkekeh.
Pikiran Cella menerawang. Mengingat segala momen yang pernah tercipta di sini, di tempat ini. Mungkin inilah yang dinamakan masa abu-abu adalah masa yang sulit untuk dilupakan.
Ya, sangat sulit juga bagi Cella untuk melepasnya. Tempat dimana Cella dapat merasakan sedih, senang, kecewa, dan cinta pertamanya. Bagaimana pun juga masa itu yang telah membuat Cella menjadi seperti sekarang.
"Dulu enak ya Fan, kita kerjaannya belajar doang," gumam Cella.
"Dulu gue hidup kayak gak takut sama hukuman. Gue seneng aja gitu cari perhatian," sahut Fanny sambil memasang cengirannya.
Cella tersenyum tipis lalu membuang napas kasar.
"Kenapa lo?" tanya Fanny bingung.
"Enggak, gue cuma lagi flashback tentang segala rasa yang gue rasain di sekolah ini," jawab Cella sambil meminum es teh.
"Masa dimana gue bucin." Fanny terkekeh.
"Masa dimana gue nyesel dan bersyukur ngelakuin satu hal yang sama," lirih Cella.
"Hah?" Fanny menoleh ke arah Cella.
"Masa dimana bisa bikin gue berubah jadi kayak sekarang," balas Cella sambil tersenyum simpul.
"Gue gak tau siapa yang salah. Tapi gue pengen jadi orang hebat yang meminta maaf duluan. Bukan karena mengaku salah, tapi berjiwa besar," lanjut Cella sambil tetap melemparkan pandangannya ke lapangan.
Fanny yang tidak mengerti arah pembicaraan Cella pun semakin mengernyitkan dahinya.
"Fan, sorry! Maaf ya kalo gue banyak salah sama lo dari zaman kita sekolah sampe kayak sekarang ini." Cella menatap wajah Fanny dengan sendu dan senyum tipis di bibirnya.
"Haha, apaan dah lo? Sok melow gak cocok lo!!" seru Fanny sambil menoyor kepala Cella.
Cella hanya membalasnya dengan seringai kecil. Dalam hati Cella sedih Fanny tidak menanggapinya dengan serius.
"Hmm, bentar lagi novel gue rilis. Entar gue kasih ke lo ya dan harus baca!" seru Cella.
"Hah? serius lo bikin novel?" Mata Fanny membulat.
"Hmm, indie sih, tapi gak apa biar gue ada kenangan keren kan hehe... Kasih tau ke anak-anak juga ya bacanya barengan."
"Iya selow, entar gue kabarin mereka kalo udah rilis," balas Fanny.
"Dan mungkin lo akan ngerti Fan kenapa gue berubah dan minta maaf ke lo di hari ini," lanjut Cella dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum untuk Kejora (COMPLETED)
General FictionAku layaknya bintang di pagi hari Ada, tapi tak terasa Nyata, tapi tak tergapai Walau setia menemani sang fajar, tetap saja terabaikan Jika hadirku tak mencipta suka, Akankah kepergianku menghadirkan duka?