Bagas mendengarkan setiap perkataan yang diucapkan Niko perihal kondisi kesehatan Cella yang ternyata sangat mengkhawatirkan.
"Apa gak bisa diobatin?" tanya Bagas. Raut mukanya datar namun matanya menyiratkan kesedihan.
"Ada, tapi dia itu cewek keras kepala yang pernah gue temuin!" jawab Niko pelan.
Bagas melirik Rakha yang terus menerus memperhatikan pintu ruang rawat Cella.
"Lo pacarnya?" tanya Bagas to the point.
"Setelah Cella sadar!" Jawaban Rakha membuat Niko mengernyitkan dahinya.
"Lo bukannya pacarnya Bella?" tanya Niko.
Rakha melirik Niko sekilas, lalu mengusap wajahnya kasar, "Tau darimana lo?"
Niko terkekeh pelan, "Gue sedeket itu sama Cella kalo lo mau tau."
Tiba-tiba Rakha berjalan mendekati Niko dengan tatapan tajamnya.
"Gak usah deketin Cella!" tegasnya.
"Selagi lo masih punya pacar jangan harap! Gue gak akan biarin orang kayak lo nyakitin Cella!" balas Niko sambil menatap tajam Rakha.
Suasana menjadi semakin tegang saat Bagas ikut bersuara. "Gue gak akan biarin Cella disakitin dan gue akan buat Cella kembali ke gue!" jelasnya sambil menatap Niko dan Rakha bergantian.
Atmosfer di ruangan itu mendadak hening. Beruntung suasana berubah saat tiba-tiba Nova datang. "Rakha, gimana keadaan Cella?"
"Tante tenang dulu ya, Rakha mau ke dokter lagi," jawab Rakha sambil menenangkan Nova yang sudah sesenggukan.
"Dokter bilang apa?" tanya Nova kembali. Matanya memancarkan sorot kesedihan.
"Cella... Dia harus segera dapat pendonor," ucap Rakha dengan nada lirih.
"Astagfirullah..." Tiba-tiba Nova pingsan setelah mendengar kondisi Cella.
Bagas dan Niko yang melihatnya segera menghampiri Nova.
"Tolong panggilin suster!" seru Rakha sembari menggendong tubuh Nova.
Bagas segera berlari menuju salah satu suster yang baru saja keluar dari ruang pasien. Setelahnya suster itu datang beserta tim medis membawa brankar untuk Nova.
Rakha menempatkan Nova dengan perlahan, "Tolong titip tante Nova sama Cella, gue harus bicara sama dokternya Cella." ucapnya lalu menatap Bagas dan Niko bergantian.
Kedua laki-laki itu mengangguk. Setelahnya, Rakha pergi meninggalkan mereka.
.
.
.
.
Di dalam ruangan Dokter Riza.
"Dok, untuk mendonorkan hati gak perlu semua bagian kan?" tanya Rakha lemah.
Dokter Riza menaikkan sedikit alisnya, "Iya, kenapa kamu nanya hal itu?"
Rakha meremas kuat tangannya sendiri. Bibirnya ia katupkan membentuk sebuah garis lurus.
"Saya..." ucap Rakha.
"Tidak bisa!" potong Dokter Riza cepat.
"Maksudnya, dok?" tanya Rakha.
"Saya tahu apa maksud pertanyaanmu tadi. Tapi sebelum kamu menyelesaikan perkataanmu tadi, perlu kamu ketahui dua hal," jelas Dokter Riza.
"Silakan," ucap Rakha.
"Pertama, pasien melarang saya untuk mengizinkan pendonor yang berasal dari orang-orang terdekatnya, terlebih ibunya. Kedua, kondisi hati pasien semakin memburuk, maka dari itu pasien membutuhkan transplantasi hati seutuhnya," jelas Dokter Riza.
Rakha terdiam. Matanya menerawang memperhatikan sudut meja di hadapannya. "Cell, kenapa lo keras kepala banget sih?" lirihnya.
"Pasien adalah orang kuat yang pernah saya tangani selama menjadi dokter. Saya yakin rasanya pasti sangat sakit. Namun, ia masih bisa memasang raut wajah datarnya. Berbuat baiklah kepada Cella selama ia masih dapat bertahan," ucap Dokter Riza lalu berdiri dari kursinya.
"Terima kasih atas penjelasan dan sarannya. Kalau begitu saya pamit, dok!" Rakha bangkit sambil menjabat tangan dokter Riza lalu pergi keluar dari ruangan.
Kini Rakha menghampiri ruang rawat Nova. Hanya ada Bagas yang sedang memejamkan matanya di sofa.
Rakha berjalan mendekati Nova yang masih terpejam.
"Tante," lirihnya.
"Gimana kata dokter?" tanya Bagas yang tiba-tiba terduduk tegak.
Rakha melirik sebentar ke arah Nova lalu menghampiri Bagas.
Bagas menaikkan sebelah alisnya melihat Rakha menghempaskan tubuhnya ke sofa dengan keras sambil membuang napas kasar.
"Cella gak mau terima donor hati dari orang-orang terdekatnya," lirih Rakha.
"Udah parah banget ya sampe harus cari donor hati?" tanya Bagas pelan.
"Hmm. Dokter Riza bilang Cella orang kuat. Kata dia rasanya pasti sakit banget tapi dia tetep masang raut wajah datarnya." Rakha memejamkan matanya sambil mengingat segala kejadian saat bersama dengan Cella.
"Iya, dia cewek kuat yang pernah gue kenal." Bagas ikut mengangguk pelan.
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka menampilkan Niko yang terengah-engah.
"Rak," panggil Niko dengan napas terengah.
"Kenapa?" tanya Rakha bingung.
"Bella, cewek lo di rawat disini juga kan?" tanya Niko sambil berjalan mendekat.
"Iya, kenapa?" tanya Rakha.
"Dia baru aja sadar, tadi gue denger suster pada lari ke ruangannya buat nenangin dia," jawab Niko cepat.
"Serius lo? Titip tante Nova gue mau ke Bella," ucap Rakha sambil bangkit dari duduknya.
Tiba-tiba tangan Niko menahan pundak Rakha, "Bella buta?" tanya Niko.
Rakha segera menghempas tangan Niko dan segera keluar dari ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum untuk Kejora (COMPLETED)
General FictionAku layaknya bintang di pagi hari Ada, tapi tak terasa Nyata, tapi tak tergapai Walau setia menemani sang fajar, tetap saja terabaikan Jika hadirku tak mencipta suka, Akankah kepergianku menghadirkan duka?