Pahit!

214 93 9
                                    

Hembusan angin sore mengelus wajah Cella yang sedang terduduk di ayunan besarnya yang sedang fokus dengan laptopnya, sesekali menyesap kopi hangatnya.

Cella tertegun sebentar ketika melihat foto-foto sisanya sewaktu masih di SMA. Menggeser foto demi foto, terlihat keceriaan Cella sewaktu dulu seperti anak remaja yang lainnya.

Kini ia membuka aplikasi kamera di ponselnya. Menatap wajahnya memperhatikan dengan seksama. Tidak ada yang berubah, hanya pipinya yang menjadi lebih tirus. Tapi perubahan terlihat sangat jelas pada sorot matanya. Matanya yang dulu hidup dan ceria sekarang nampak sayu dan dingin.

"Lebih baik gini daripada kayak dulu ujung-ujungnya sakit," gumam Cella sambil kembali fokus mengetik di laptopnya.

Flashback on

Cella memasuki ruangan ujiannya, hari ini Ujian Nasional terakhir, Bahasa Inggris. Cella harap-harap cemas karena ia lemah dalam mata pelajaran ini. Kerutan di alisnya muncul ketika melihat teman-temannya belum ada di dalam kelas, biasanya mereka berkumpul dan kerjasama dalam menyalin kunci jawaban yang entah darimana mereka dapatkan.

"Tumben banget anak-anak gak ada," pikir Cella.

Setelah menaruh tas di tempatnya ia segera menuju ruang sebelah yang juga diisi oleh teman-teman sekelasnya.

Namun kebingungan Cella semakin bertambah karena hanya ada Firda di ruangan itu.

"Wei Fir..." sapa Cella sambil duduk di bangku depan Firda.

"Eh Cell, udah belajar?" tanyanya.

"Haff, gue paling gak bisa fir, gak tau ah pasrah aja gue mah yang penting kan gue udah usaha dan jujur. Anjayyy!!" sorak Cella sambil terkekeh.

"Eh btw yang lain mana? Tumben amat kelas sepi," tanya Cella.

"Hah? Gatau deh gue, pas gue dateng emang pada di luar gitu mereka," balas Firda.

Firda merupakan murid yang pintar, tapi karena ia sensitif jadi ia sulit bergaul dengan banyak orang. Meskipun pintar, Firda pelit dalam hal memberikan contekan, ini lah yang sering membuat anak-anak di kelas membullynya. Disaat Cella mengetahuinya, Cella mendekatkan dirinya pada Firda, semenjak itulah anak-anak mulai jarang dan berhenti membullynya.

Bel berbunyi, para murid memasuki ruang ujian. Cella duduk di tempatnya di bangku paling depan karena sesuai absen.

"Ini anak-anak tumbenan pada gak ngomong sama gue? Ngapa ya? Feeling gue gak enak nih. Ah bodo deh," batin Cella.

Soal listening telah dibacakan lewat speaker kelas, sekarang masuklah ke waktu mengerjakan soal selanjutnya. Cella benar benar hopeless karena memang lemah dalam mata pelajaran ini.

Akhirnya imannya tergoyahkan dan ia memberanikan diri bertanya dengan temannya yang paket soalnya sama dengan dirinya.

"Gis, 1 sampe 5," bisik Cella.

"......."

Hening. Gisha yang tadinya melihat Cella langsung tertunduk sambil kembali membaca soal.

"Kok Gisha gak bales ya?" Cella bingung sambil memperhatikan pengawas yang sepertinya aman karena sedang mengobrol dengan rekannya.

"Fat, 1 sampe 5 dong," bisiknya ke Fatma yang duduk tepat di belakangnya.

"....."

Lagi-lagi hening. Cella merasa teman-temannya tadi sengaja untuk tidak memberikan jawabannya. "Sialan kenapa nih?" batin Cella.

Gisha, murid yang selalu meminta contekan ke murid yang pintar seperti Cella, Nisa dan Fatma. Sementara Fatma adalah murid pintar yang ahli dalam Bahasa Inggris.

Pikiran Cella kalut. Emosi tertumpuk di kepalanya. Ia berpikir keras lalu mencoba bertanya kepada satu orang lagi. Sasarannya adalah Dilla, teman sebangkunya. "Harus positive thinking!" ucapnya dalam hati.

"Dil... Sstt, dil," bisik Cella ke arah belakang sebelah kanannya.

Dilla sadar dan menatap Cella. Cella lega dan mulai memberikan kode bertanya kepada Dilla.

Namun harapan Cella buyar, Dilla hanya menggeleng lalu kembali menatap sibuk soal di tangannya.

"Anjir, dipaitin nih gue? Pengkhianat lo semua!! Bangke!! Gue kesusahan gak dibantuin, lo pada susah gue gak perhitungan sama sekali, njir!!!" geram Cella dalam hati.

Pikirannya berkabut, emosi yang sudah naik membuat kepala Cella sakit.

"Mungkin Tuhan pengen gue ngerjain Ujian ini dengan jujur semua kali ya? Haff... Bismillah," ujarnya dalam hati lalu mulai mengerjakan soal demi soal tanpa menengok ke kanan-kiri lagi.

Cella menyelesaikan soalnya sekitar tiga puluh lima menit. Jangan tanya bisa atau tidaknya karena Cella hanya memakai feeling dan logika seadanya. Ia benar-benar lemah dalam pelajaran Bahasa Inggris.

Cella pun berpamitan kepada pengawas tanpa melirik ke teman-temannya yang masih mengerjakan soal. Ia melangkah keluar dengan langkah cepat sambil menahan emosi, kakinya melangkah turun menuju arah kantin.

"Gak guna baik ke lo semua bangke!!!" pekik Cella dalam hati sambil menajamkan sorot matanya.

Senyum untuk Kejora (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang