"Sorry kalo gue brengsek," ucap Bagas.
Cella yang belum mencerna perkataan Bagas terkejut saat tiba-tiba Bagas memeluk dirinya. Logikanya menolak namun tubuh dan hatinya tidak sejalan. Ia menerima pelukan Bagas dan lelaki itu semakin mempererat dekapannya.
Bagas dapat merasakan tubuh Cella bergetar, ia pun semakin mempererat pelukannya sembari mengelus rambut Cella.
"Jangan lo tahan sendirian," ucap Bagas pelan.
Mendengar ucapan itu membuat Cella semakin terisak.
"Gue benci hidup gue. Kenapa harus gue? Gue gak kuat tapi Tuhan selalu milih gue. Kenapa sih, Gas??" teriak Cella frustasi.
"Gue itu lemah!! Kenapa Tuhan selalu milih gue buat ngerasain sakit kayak gini? Gue udah jadi anak baik selama ini. Gue gak pernah nyusahin orang. Tapi kenapa Tuhan seakan hukum gue?" lanjutnya sembari melepas pelukannya.
Air mata Cella turun semakin deras membasahi pipinya. Matanya semakin sembab.
"Lo mau cerita ke gue? Mungkin gak bisa bantu banyak, tapi bisa ngeringanin beban lo dengan sharing ke gue," ujar Bagas sambil memegang bahu Cella.
Cella masih terisak. Seakan melepas segala kesedihan yang ia pendam selama ini.
"Cell, cerita ke gue. Please," pinta Bagas sambil mengusap air mata Cella.
Perempuan itu hanya terdiam sambil menatap mata lelaki di hadapannya.
"Gue ngantuk kalo abis nangis," ucap Cella tiba-tiba.
"Hah?" Bagas mengernyitkan dahinya saat melihat ekspresi Cella yang berubah drastis.
"Ck, minjem bahu lo bentar dong," pintanya.
Dalam kebingungan Bagas langsung mendekatkan tubuhnya dan Cella segera menyenderkan kepalanya di bahu Bagas. Tak lama kemudian Cella memejamkan matanya.
Semilir angin menemani mereka berdua. Bagas menutupi tubuh Cella dengan jaketnya yang ia lepas tanpa mengganggu tidur gadis itu.
"Padahal lo tinggal cerita ke gue. Kenapa lo malah ngehindar?" ucap Bagas pelan sambil mengelus pipi Cella. Ia menatap wajah perempuan yang tengah terlelap di sampingnya.
"Apapun masalahnya lo harus kuat Cell, Tuhan sayang kok sama lo. Please, jangan frustasi kayak tadi. Gue sedih banget ngeliat lo frustasi kayak tadi. Lo punya temen banyak tapi kenapa lo selalu cengar-cengir kayak orang bego kalo di depan mereka? Lo yang sekarang sama yang di sekolah jelas beda banget."
Bagas mendekatkan wajahnya ke Cella. Ia dapat merasakan hembusan nafas Cella yang pelan menerpa wajahnya.
"Gue benci topeng lo ini. Lo rapuh tapi sok kuat," dengus Bagas sambil merapikan poni Cella.
Tepat pukul sembilan malam Bagas membangunkan Cella yang masih terlelap di bahunya.
"Cell, bangun," seru Bagas sambil menggoyangkan tubuh Cella.
"Emmh.." Cella terbangun sambil menyipitkan matanya.
"Jam berapa?" tanya Cella pelan.
"Hampir jam dua belas," jawab Bagas dengan decakan malas.
Cella sukses membulatkan matanya dengan sempurna, "LO GILA? Kenapa baru dibangunin?" teriaknya sambil berdiri.
"Dikurang tiga jam," kekeh Bagas.
Cella segera menghitung dengan jarinya lalu ia menatap Bagas dengan tatapan sinisnya, "Minta gue buang ke rawa-rawa nih bocah," dengus Cella sambil mengibaskan tangannya.
"Ayo makan dulu laper nih gue," ajak Bagas sambil mengulurkan tangannya membantu Cella berdiri.
"Wiih gue ditraktir kan?" tanya Cella sambil memegang tangan Bagas.
Bagas mengangguk lalu memberikan helm ke Cella dan mereka pun segera pergi meninggalkan tempat itu.
Sepanjang perjalanan tidak ada yang berbicara. Bahkan ketika Bagas sengaja mempercepat laju motornya Cella hanya mempererat pegangannya di belakang.
"Cell, pegang aja pinggang gue," teriak Bagas dibalik helmnya.
"Ogah," balas Cella cuek.
Bagas menepikan motornya, "Lo jangan batu kenapa? Pegangan, gue gak mau lo jatuh."
"Gak bakal, Bagas." Cella memutar bola matanya malas.
Kali ini Bagas membuka helm fullfacenya, "Pegangan atau gue gak akan jalan?"
"Ck, jangan kayak bocah. Jalan," balas Cella acuh.
Bagas segera menarik kedua tangan Cella dan merapatkannya ke perutnya. Tarikan Bagas lumayan keras dan tiba-tiba sehingga Cella membentur punggung Bagas. Cella pun reflek memberontak namun Bagas semakin erat menahannya, akhirnya gadis itu mengalah.
"Good girl," kekeh Bagas sambil memakai helmnya kembali.
"Bagas?" panggil Cella pelan.
Bagas mendengar namun ia tidak menyahutinya.
"Jalannya pelan-pelan aja ya," ucap Cella sembari menyandarkan kepalanya di punggung Bagas. Laju motor pun berjalan perlahan, keduanya terdiam dan larut dalam pikirannya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum untuk Kejora (COMPLETED)
General FictionAku layaknya bintang di pagi hari Ada, tapi tak terasa Nyata, tapi tak tergapai Walau setia menemani sang fajar, tetap saja terabaikan Jika hadirku tak mencipta suka, Akankah kepergianku menghadirkan duka?