"Tumben kamu sukarela kesini?" Dokter Riza terkekeh.
"Saya masih sama dengan Cella yang dulu kalo dokter lupa," ucap Cella datar.
"Saya lebih suka kamu saat memakai topeng," balas dokter Riza.
"Topeng saya banyak, yang mana?" tanya Cella dengan nada acuhnya.
"Aish, udah deh saya nyerah. Kenapa kamu mau check up?" tanya Dokter Riza mengalihkan debatnya.
"Saya harus tau seperti apa kondisi tubuh saya. Supaya saya bisa mengatur segala urusan saya sebelum waktunya," jawab Cella dengan nada datar.
"Kamu masih bisa sembuh dengan menerima cangkok hati, Cella Anastasya," ucap dokter Riza lembut.
"Enggak perlu, dok. Saya gak mau ngerepotin lagi. Cari pendonor, tes kecocokan, operasi, resikonya, biayanya," tolak Cella.
"Kenapa?" Dokter Riza sedikit mengernyitkan dahinya.
"Saya mau semua orang bahagia. Jangan bikin mereka repot, kalau memang ini waktu saya ya akan saya terima," jawab Cella santai.
"Ini sih namanya kamu pasrah." Dokter Riza menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa. Terima kasih karena dokter setuju dengan sandiwara saya." Cella tersenyum tipis.
"Saya terpaksa!" Terlihat Dokter Riza menghela napasnya kasar.
"Terima kasih karena telah memperlakukan saya dengan sangat amat baik." Kali ini Cella tersenyum lembut.
"Anak saya ingin bertemu kamu. Dia ingin mengucapkan terimakasih secara langsung karena kamu telah mendonorkan sebelah ginjal kamu untuknya," lirih dokter Riza.
"Suatu saat nanti pasti kita akan bertemu. Saya titip pesan tolong jaga baik-baik kesehatannya. Karena saya akan sangat sedih jika ia kembali sakit," ucap Cella lembut.
Dokter Riza pun mengangguk.
"Kalau begitu saya permisi," pamit Cella.
"Nanti hasilnya akan diberikan oleh suster," balas Dokter Riza.
Sebelum Cella dinyatakan amnesia, dirinya memaksa mengadakan perjanjian dengan Dokter Riza yang saat itu sedang membutuhkan donor ginjal untuk putrinya. Cella mengajukan diri sebagai pendonor tentunya dengan syarat agar Dokter Riza bersedia membantu semua skenario yang telah ia susun, termasuk pernyataan amnesia.
"Semoga kamu bahagia Cella!" gumam Dokter Riza lalu mengusap kedua sudut matanya yang sedikit basah.
.
.
.
.
Kini Cella tersenyum sambil berdiri di lingkaran orang-orang yang tengah duduk memperhatikannya.
"Jadi modus lo ngumpulin kita semua apa sih?" tanya Niko kesal.
"Sabar dong pangeran kadal. Buru-buru amat, mau ada upacara bareng kadal-kadal emang?" balas Cella sambil berkacak pinggang.
"Elaah, gue ganteng kali. Entar gue baperin meleleh lo," ledek Niko.
"Baperin aja. Orang aku udah lopelope sama doi!" balas Cella sambil menjulurkan lidahnya.
"Siapa?" tanya Niko terpancing.
"Itu Pangeran ganteng di sebelah kamu," jawab Cella sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Bagas. Sementara Bagas bingung harus merespon seperti apa. Dirinya belum siap menerima perubahan sikap Cella yang tiba-tiba seperti ini.
"Bagas, udah punya cewek. Udah lo sama gue aja. Lo mungkin amnesia tapi lo gak bakal lupa gimana gue ke lo," terang Niko.
"Gue single," sahut Bagas.
"Eh udah-udah, kasian tuh Bella ngantuk!" seru Cella mengalihkan pembicaraan.
"Gapapa Cell, gue seneng gak sepi," senyum Bella.
"Ehem... Gini pangeran ganteng, pangeran kadal, Bella dan Rakha. Aku mau bikin acara yang pastinya kalian bakal suka. Acara yang udah lama kalian tunggu. Acara yang...." ucapan Cella terhenti.
"Ck, intinya aja langsung deh," Niko berdecak malas.
"Tuh kan pangeran kadal gak sabaran. Aku ngambek!" Cella menghentakkan kakinya di lantai.
"Lah ngambek bilang-bilang," cibir Niko.
"Gajadi ngambek deh, nanti dia nyesel gak dibolehin ikut acara ini. Oke aku lanjut. Jadi nama acaranya adalah Waktu bersama Cella!! Bagus kan?" ucap Cella dengan kecepatan maksimal.
Terlihat raut kebingungan di wajh mereka. Entah karena kecepatan Cella berbicara atau karena nama acara yang baru saja dideklarasikan Cella dengan semangat.
"Buat?" tanya Bagas.
"Banyak. Yang pastinya baik untuk aku, kamu, dia, dia, dia. Pokoknya bagus deh." Cella menunjuk mereka satu persatu.
"Oh iya sistemnya harian, satu orang satu hari. Bebas mau ngapain aja asal tidak melanggar norma dan ajaran agama," lanjutnya sambil memasang senyum dan cengirannya.
"Ini bocah ngeselin lama-lama!" sungut Niko.
"Aku denger itu, pangeran kadal! Oh iya, kalian persiapin mau ngapain aja sama aku. Dimulai besok ya! Aku bakal hubungin secara personal. Tulis nomor yang bisa aku hubungin disini. Tadi aja aku minta pangeran kadal buat ngumpulin kalian. Untung dia bisa diandalkan." Cella menjelaskan lalu memberikan notes agar mereka menulis kontaknya.
"Terus?" tanya Bagas sembari memberikan kembali notes yang sudah terisi kontak mereka.
"Sekarang kita pulang yuk aku butuh istirahat untuk melayani kalian semua." Seketika tawa Cella memecah keheningan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum untuk Kejora (COMPLETED)
General FictionAku layaknya bintang di pagi hari Ada, tapi tak terasa Nyata, tapi tak tergapai Walau setia menemani sang fajar, tetap saja terabaikan Jika hadirku tak mencipta suka, Akankah kepergianku menghadirkan duka?