Di tengah Hujan

84 21 3
                                    

Sesampainya di kantin Cella langsung berjalan menuju stand Pakde Tono. "Pakde, bakso satu kayak biasa," ucap Cella.

"Oke neng, duduk aja entar Pakde anter."

"Okee," balas Cella sembari mengambil air mineral lalu kembali ke bangkunya.

"Lo pada gak makan?" tanya Cella.

"Makan mie kali ya?" Reza sedang memikirkan apa yang akan ia pesan.

"Nasgor aja sama kayak gue," ucap Bagas.

"Ah yaudah deh. Cell gue sama Bagas mesen dulu ya," ujar Reza sambil berjalan menuju stand Mas Yono tukang nasgor terenak dan murah.

"Hmm." Cella berdeham mengiyakan.

Kini mereka sedang menikmati makanan masing-masing. Hujan pun belum ada tanda akan reda. Sepertinya hari ini Cella akan pulang agak malam dan pasti Ibunya akan mengerti.

"Eh itu banyak banget lo cabenya." Reza terheran menatap mangkuk Cella.

"Ck, udah biasa gue mah. Kalo gak pedes gak enak," kekeh Cella.

"Eh, gue mau nanya dong. Menurut kalian gue itu gimana sih?" lanjutnya sambil memotong baksonya.

"Gimana apanya?" tanya Reza.

"Gini, selama lo pada sekelas sama yang lain kan pasti rada-rada tau lah ya sifat anak-anak sekelas. Nah kalo menurut lo pada gue itu anak yang gimana?" tanya Cella.

"Hmm, lo cewek asik, gak ribet, gak manja, gak menye-menye, baik, pinter, gak drama hidupnya, disukain guru, gak pelit ngasih contekan, gak baperan... Apalagi ya?" jawab Reza.

"Kalo menurut lo?" tanya Cella melirik Bagas.

"Baik, pinter, gak sombong, asik," jawab Bagas.

Cella manggut-manggut mendengar jawaban keduanya.

"Emang kenapa?" tanya Reza.

"Gapapa sih, kepo aja gue," cengir Cella.

"Dih bilang aja pengen denger pujian," ledek Reza.

"Kagak woy! Udah sering gue mah dipuja-puji, hahaha...." balas Cella.

"Sebenernya gue lagi agak gak nyaman aja. Makanya nanya gituan ke cowok karena kalo nanya ke cewek biasanya pada gak jujur," lanjutnya.

"Maksudnya?" tanya Bagas yang kini tertarik.

"Gue ngerasa akhir-akhir ini peer gue udah gak seasik dulu ke gue. Gue mikir apa ada sifat gue yang bikin mereka gak suka ya? Tapi setau gue sih gue gak pernah berubah dari dulu."

"Berubah gimana mereka?" tanya Reza.

"Iya gak asik gitu, jadi rada ngejauh. Gue malah ngerasa mereka ngedeketin gue pas lagi ada maunya doang tapi gatau juga sih," jelas Cella.

"Cewek mah emang gitu, kalo temenan ribet," cibir Reza.

"Iya, makanya gue dari kecil lebih suka ngumpul sama cowok. Gak suka ngomongin orang juga," sahut Cella yang setuju dengan pemikiran Reza.

"Tapi yang keselnya kalo temenan sama cowok dibilang cabe lah, sok asik lah, bahkan dituduh pelakor juga karena temen cowok gue punya pacar," lanjutnya sambil menatap lapangan yang basah karena hujan.

"Yaudah selow aja. Ilang temen cari lagi aja yang baru," balas Reza menenangkan.

"Berasa abis putus. Putus tinggal cari lagi yang baru," sambung Cella sambil terkekeh.

Ddddrrrt...

Muncul notif pesan masuk di ponsel Cella. Ia pun segera membukanya.

Brakk!

"Sialan!!" Cella menaruh dengan kasar ponselnya di atas meja.

"Kenapa lo?" tanya Reza yang terlonjak kaget.

Cella tidak menjawab, ia melanjutkan makannya tanpa menatap kedua teman di depannya.

"Gue balik duluan," seru Cella sambil berdiri.

"Masih hujan, bego," balas Reza sambil melihat lapangan.

Cella tidak menggubris perkataan Reza. Ia segera mengembalikan mangkuk ke Pakde Tono dan membayarnya.

"Balik naik apa?" tanya Bagas yang tiba-tiba sudah berada di belakang Cella.

"Angkot. Gue duluan ya," ucap Cella sambil melangkah pergi.

"Gue anter," ujar Bagas.

"Gak usah makasih," tolak Cella cepat.

"Gue anter, lo tunggu bentar," ucap Bagas dengan nada memaksa.

"Ck, gak usah elaah." Cella berdecak kesal.

Reza kini menghampiri Cella, "Udah bareng Bagas aja. Dia sekalian cabut ini."

"Gak perlu, makas..."

"Cell, kalo lo anggep kita temen lo. Sekali ini nurut dah," potong Reza.

Akhirnya Cella mengalah dan kembali duduk. Sementara Bagas dan Reza mengambil tas latihannya.

"Ayo," ucap Bagas.

"Hmm."

"Gue duluan ya, hati-hati lo berdua," pamit Reza.

Bagas dan Cella hanya mengangguk.

"Ini pake." Bagas memberikan jaket dan helm pada Cella.

"Lo ada jaket gak?" tanya Cella.

Bagas menggeleng, "Gue lupa jas hujan gue ketinggalan. Pake jaket gapapa ya?"

"Lo masa make kaos futsal doang?"

"Gue cowok kali, kena hujan dikit gak bakal sakit," kekeh Bagas.

Cella memutar bola matanya malas. Lalu segera memakai jaket dan helm. Cella merapatkan jaketnya saat angin berhembus membuatnya kedinginan. Sehingga ia dapat mencium aroma khas Bagas dari jaket yang ia kenakan.

"Ayo," ucap Cella yang sudah naik ke motor Bagas.

"Pegangan," seru Bagas.

"Udah jalan buru!" sahut Cella.

Bagas segera menjalankan motornya dan keluar dari gerbang sekolah. Dari kaca spion, Bagas dapat melihat Cella yang kedinginan. Gadis itu merapatkan jaketnya serta menggosok kedua tangannya. Seketika Bagas berhenti.

"Kenapa?" tanya Cella bingung.

"Pegang gue aja biar gak terlalu dingin," ucap Bagas sambil menuntun kedua tangan Cella tiba-tiba.

Cella yang tidak siap saat terarik tanpa sengaja dadanya membentur punggung Bagas. "Modus lo!!" Cella marah dan melepas pegangan Bagas.

Namun Bagas tidak melepas pegangannya, "Sorry nariknya kekencengan, tapi gue gak maksud modus. Udah lo peluk aja hujannya masih gede."

Cella mengalah. Ia memeluk Bagas dan menyenderkan kepalanya di punggung lelaki itu. "Anjir, ini kenapa jantung gue?" batin Cella.

Sementara Bagas mulai menjalankan motornya dengan perlahan mengingat hujan yang sangat deras.

Sesampainya di rumah Cella.

"Thanks," ucap Cella sembari memberikan helm ke Bagas.

"Hmm. Kalo ada apa-apa kasih tau gue," balas Bagas sambil menstarter kembali motornya.

Cella hanya tersenyum tanpa berniat menjawabnya lalu berjalan masuk ke dalam rumah.

Senyum untuk Kejora (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang