You Save Me?

73 23 1
                                    

"Benar kamu teman pasien?" tanya dokter Riza menatap Rakha.

"Benar, dok. Saya gak mungkin bohong," balas Rakha yang masih bingung melihat reaksi Cella.

"Berarti prediksi saya tepat," gumam dokter Riza sambil berjalan mendekati Cella.

"Apa kamu ingat tentang diri kamu?" tanya dokter Riza.

Cella mengangguk, "Saya inget, saya enggak amnesia," jawabnya dengan ekspresi datar.

"Apa kamu tidak mengenal dia?" tanya dokter lagi sambil menunjuk ke arah Rakha.

Rakha menunggu jawaban Cella.

Dengan ekspresi yang sama gadis itu menggeleng, "Jangan-jangan, lagi?" gumamnya pelan.

"Sudah berapa lama kamu mengetahui penyakit ini?" tanya dokter Riza setelah mendengar gumaman Cella.

Gadis itu hanya menunduk, lalu menatap wajah dokter sebentar dan berganti menatap wajah pria asing itu.

"Lo yang bawa gue kesini?" tanyanya dengan wajah datarnya, kali ini matanya benar-benar dingin.

"Iya Cell, lo pingsan abis nyanyi di acara pelepasan," jawab Rakha.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu." Dokter Riza pamit meninggalkan ruangan.

"Siapa nama lo?" tanya Cella cuek.

"Rakha, lo beneran gak inget gue?" balas Rakha.

"Hmm." Kini Cella mulai beranjak dari tempat tidurnya.

"Eeh, lo mau ngapain?" tanya Rakha bingung.

"Pulang. Barang-barang gue sama lo?" tanya Cella cuek.

"Baju, sepatu sama tas lo ada di meja sebelah," jawab Rakha sambil menunjuk meja di sebelah Cella.

Cella segera mengambil barang-barangnya, "Kita saling kenal kan?"

Rakha mengangguk.

"Tolong urusin biaya rumah sakit ini. Nanti tinggal kirim bukti by chat ke gue. Makasih udah nolongin gue kemaren dan hari ini. Gue pergi dulu." Setelah mengatakan itu Cella pergi keluar ruangan meninggalkan Rakha yang masih dalam kebingungan.

.

.

.

.

Gadis itu dengan langkah cepat berjalan menjauhi lobi rumah sakit.

"Arrgh!!" Tiba-tiba Cella meringis memegang perutnya.

"Cell, bangun dong...."

"Cell, please, demi gue..."

"Gue tau lo bisa denger suara gue..."

"Gue suka sama lo!"

DEG!

Bayangan suara-suara terngiang di pikiran Cella. Hal itu membuat dirinya semakin sakit.

"I.. Itu.. Suara siapa?" tanyanya lirih.

Tiba-tiba pundaknya di tepuk dari belakang.

"Cell, are you okay?" tanya Rakha cemas.

Cella mematung memastikan pendengarannya tidak salah. Ia sangat mengenali suara yang baru saja terngiang dibenaknya.

"Rakha?" lirih Cella.

"Iya Cell, kenapa?" tanya Rakha cemas.

Cella segera memeluk tubuh Rakha sampai lelaki itu sempat terhuyung ke belakang karena tidak siap menerima pelukan.

"Rak... Makasih..."

Rakha membalas pelukan Cella dan membelai rambut Cella.

"Makasih lo udah dateng ke mimpi gue. Makasih udah panggil-panggil gue sampe ke alam mimpi gue. Kalo enggak pasti...."

"Ssstt... Yang penting sekarang lo udah sadar dan harus sembuh, oke?"

Cella melepas pelukannya sembari menghapus jejak airmatanya.

"Lo harus sembuh, oke?" ucap Rakha.

"Jangan kasih tau ini ke siapapun, please!" pinta Cella.

"Cell, lo harus kasih tau ke orangtua lo." Rakha membuang napasnya kasar. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikir gadis di hadapannya.

"Gue gak mau bikin beban," tolak Cella tegas.

"Gak ada anak yang jadi beban buat orangtuanya sendiri, Cell!"

"Ada, bokap gue. Gue beban bagi dia, makanya dia lebih milih selingkuh dan bikin keluarga yang baru. Dia ngilang tanpa kabar dan tanggung jawab! Lo gak tau apa-apa tentang gue, jangan ikut campur!!" bentak Cella.

Rakha kembali mendekap tubuh Cella. "Curahin semua rasa sakit lo ke gue, bagi ke gue. Jangan lo tanggung sendiri."

Cella tidak bergeming namun kedua matanya mulai berkaca-kaca.

"Kenapa gue lemah banget sih kalo di deket lo?" lirih Cella.

"Karena kehadiran gue untuk menguatkan lo. Adakalanya lo gak bisa hadapin semua sendiri, Cell."

"Gue benci hidup gue!" lirih Cella

"Ssstt!" Rakha semakin mempererat dekapannya.

"Gue benci ketemu lo, gue benci ketemu temen-temen angkatan."

"Kenapa?" tanya Rakha bingung.

"Karena pada akhirnya gue berpisah sama semuanya. Sama kayak dulu, bedanya sekarang gue yang akan ninggalin kalian buat selamanya."

"Cell, janji sama gue lo gak akan nyerah sampe sembuh," pinta Rakha.

"Gue gak bisa janji," balas Cella.

"Gue janji bakal selalu sama lo buat ngelewatin ini semua," ucap Rakha penuh keyakinan.

Cella melepas dekapan Rakha lalu menatap wajah Rakha dengan tatapan dinginnya. "Jangan bikin janji yang diri lo sendiri gak yakin bisa nepatin janji itu!"

"Atas dasar apa lo bilang gitu?" tanya Rakha bingung.

"Atas dasar pengalaman yang udah gue lewatin sendiri. Ucapan orang yang sama persis kayak yang lo ucapin tadi." Cella tersenyum miring saat mengingat masa lalunya.

Rakha mencengkeram kedua pundak Cella, "Gue bukan orang itu, jadi jangan samain gue sama dia."

Cella terkejut. Namun, ia masih dapat mengontrol ekspresinya. Ia melepas kedua tangan Rakha dari pundaknya.

"Lepas. Gue pulang," ujarnya.

"Gue anter," seru Rakha

"Gak usah, ribet!" ketus Cella sambil berjalan.

"Cell!!" panggil Rakha

"Ck, bawel!"sungut Cella.

"Ayo, gue gak nerima penolakan." Rakha menyeimbangkan langkah Cella.

"Janji satu hal. Lo gak usah ikut campur urusan gue dan keluarga gue, termasuk soal penyakit ini," ancam Cella.

"...."

"Ck, lama." ucap Cella sambil melangkah menjauh dari tempatnya.

"Oke-oke, deal!" putus Rakha pasrah.

"Yaudah ayo buru pulang!" ketus Cella.

"Kenapa jadi galakan lo?" tanya Rakha bingung.

"Masalah?" Cella menyilangkan kedua tangan di dadanya.

"Bodo amat." Rakha mengalah untuk berdebat dengan gadis di depannya.

Cella melihat punggung Rakha yang mulai menjauh darinya, tanpa sadar ia tersenyum. "Makasih Rak, tapi jangan kayak gini terus. Gue bisa suka sama lo nanti," lirihnya.

"Ck, Cell buruan!" panggil Rakha.

"Bawel!" sahut Cella malas sambil mempercepat langkahnya.

Senyum untuk Kejora (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang