21

5.3K 460 34
                                    

"Anjing!"

Umpatan Kinal pagi ini langsung mendapat hadiah pukulan di mulutnya dari Veranda. Bukan tanpa alasan dia berteriak seperti itu, kakinya yang tidak memakai sandal tersandung batu paving yang sedikit tidak rata.

"Sakit, Ve." Lirihnya mengusap bibirnya yang baru saja mendapat pukulan dari Veranda yang sedang menyiram tanaman.

Hari ini hari minggu, dan Veranda meminta Kinal untuk membersihkan selokan yang ada di luar. Meski sedikit jijik, Kinal harus melakukan dari pada tidak mendapat makan siang. Veranda tampak tidak peduli akan lirihan Kinal. Dia malah terus sibuk dengan selang yang dia pegang.

"Kalo bibir aku bengkok, gimana? Tega." Gerutu Kinal sedikit mendramatis.

"Heh! Buruan bersihin itu selokan. Lagian kamunya gitu, mulut dari dulu nggak bisa di jaga." Ujar Veranda tanpa menoleh.

"Ya kan, aku nggak pake sandal, Ve. Kaki aku kena batu paving tuh." Balas Kinal membela diri sendiri. Veranda menghela nafasnya kasar dan melempar selangnya ke bawah dan berbalik menatap Kinal yang reflek menundukan kepala.

"Aku tau, tapi apa harus misuh kayak gitu? Untung anak kamu masih tidur, kalo udah bangun dan denger? Yang ada dia ikut-ikutan Papinya. Aku nggak suka kamu misuh-misuh kayak gitu, Nal. Nggak inget dulu di tangga stage? Mau aku cubit sampe biru lagi itu perut?" Dengan cepat Kinal menggeleng mendengar ucapan Veranda. Dia masih sangat ingat bagaimana dulu Veranda mencubit perutnya sampai membiru karena dia mengatakan hal yang sama saat dia akan turun dari atas stage dan hampir saja jatuh.

"Inget! udah punya anak, kamu harus jaga lisan." Lanjut Veranda berjalan masuk, meninggalkan Kinal yang memanyunkan bibirnya.

"Ya emangnya kenapa kalo udah punya anak? Toh anak gue lagi tidur gara-gara semalem ikut nonton bola sama gue." Gumam Kinal kembali membersihkan selokan yang belum bersih sepenuhnya.

Sementara di dalam rumah, Veranda menyiapkan sarapan sebelum Juven bangun. Bocah laki-laki itu pasti akan mengeluh lapar setiap ia bangun pagi dan Veranda tidak ingin mendengar keluhan buah hatinya itu.

Semalam dia di buat pusing dengan Juven yang terus menerus meminta izin untuk menonton TV hingga malam, mengikuti Papinya yang menonton pertandingan sepak bola. Dia melarang tapi Juven terus memohon hingga pada akhirnya, dia yang tak tega, menuruti permintaan Juven dengan syarat hari ini anak itu harus membantu membereskan rumah. Tapi nyatanya sudah jam 9 pagi bocah itu juga belum bangun.

Tangannya meraih beberapa bawang putih serta bawang merah yang sudah di kupas dan di cuci tentunya. Memasukannya ke dalam blender beserta cabai merah dan tomat. Setelah menggiling bumbunya, Veranda beralih mengambil sayur sawi hijau dan tauge yang sudah di bersihkan. Dengan lihai tangannya itu memotong dua ikat sawi dan segera mencucinya. 

"Kesayangan aku!" Baru saja memasukan bumbu yang sudah di giling ke dalam penggorengan, suara Kinal dari pintu depan membuatnya mendengus kesal. Kinal selalu begitu, berteriak-teriak di dalam rumah. Padahal Juven sudah di larang, malah Kinal yang melanggar.

"Jangan kayak di hutan, Nal." Katanya tanpa menoleh. Dia tahu kalau Kinalnya itu sudah cemberut di belakang tubuhnya.

"Wiih! Nasi goreng spesial pake telur ceplok. Jangan lupa sosis, baksonya juga, ya?" Ucap Kinal sembari mengintip dari balik tubuh Veranda, apa yang sedang di lakukan istrinya itu.

"Bawel deh, nggak pake sosis sama bakso. Aku belum belanja, kapan-kapan aja pake itu." Seketika wajah Kinal yang tadinya senang berubah sebal.

"Kamu mah, giliran Juven di turutin." Gumam Kinal berjalan ke meja makan dan duduk di sana.

"Juven masih kecil, Nal. Kamu? Udah berbulu juga masih aja manja." Kinal yang mendengar itu langsung menghentakan kakinya dan berjalan menuju kamar. Entah mengapa beberapa hari ini Veranda benar-benar menyebalkan.

You Are My Everything 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang