31

4K 421 57
                                    

Seorang perempuan dengan tinggi yang tidak terlalu tinggi itu terus memasang wajah cemberutnya di hadapan Lidya. Entah sudah berapa lama Lidya memperhatikan wajah cemberutnya yang menurut Lidya sangat menggemaskan. Hanya karena tidak Lidya turuti kemauannya, wajah menggemaskan itu tercetak hingga hampir setengah jam.

"Kamu nggak kasian liat aku cemberut terus? Capek." Gumamnya membuat Lidya terkekeh pelan. Di usapnya kepala orang yang sangat ia cintai itu dengan lembut.

"Kamu lagi hamil, Mel, masa mau main trampolin?" Ujar Lidya mencubit pelan pipinya yang mulai membulat karena banyaknya makan.

"Iihh!!! Aku mau main trampolin, Lidya..." Ucapnya masih memasang wajah cemberutnya.

"Ya udah, nanti aku tanya dokter dulu, ya? Kalo dokter bilang aman, kita main trampolin, oke?" Seketika senyum manis yang biasanya membuat banyak orang terpesona itu mengembang sempurna.

"Terus masalah Frieska gimana?" Tanyanya menatap Lidya bingung.

"Nanti biar aku yang urus, ya? Kamu pikirin kandungan kamu aja, banyak istirahat dan kalo mau apa-apa langsung bilang aku." Perempuan dengan perut yang sudah semakin membuncit itu mengangguk patuh pada Lidya. Entah mengapa hari ini dia tampak sangat manis dan kalem. Tidak seperti biasa.

"Frieska belum mau keluar kamar?" Tanya Lidya memperhatikan istrinya yang mulai berdiri untuk mengambilkan pakaian kerja Lidya.

"Belum, tadi aku coba ketuk pintunya, dia nggak buka-buka. Mau aku buka, eh, malah di kunci. Aku khawatir sama dia deh, Lid." Ucap Melody kembali dengan pakaian Lidya yang sudah di setrika rapi.

"Biar nanti aku yang ke kamar dia, aku mandi dulu, ya?" Melody mengangguk dan membiarkan Lidya masuk ke dalam kamar mandi sementara dia pergi ke dapur untuk membuatkan sarapan.

Beberapa menit kemudian, Lidya keluar dari dalam kamar mandi dengan sudah memakai pakaian yang tadi Melody siapkan. Setelah bersiap-siap, Lidya pergi menuju kamar Frieska yang hanya terpisah dua kamar dari kamarnya. Tangannya perlahan membuka handle pintu bercat putih itu. Tapi ternyata pintunya terkunci dari dalam.

Helaan nafas pelan keluar dari mulut Lidya. Dia paham betul bagaimana perasaan Frieska saat ini. Tapi dia juga tidak bisa membantu banyak, dia hanya bisa mendoakan dan menyemangati Frieska.

"Fries!" Panggil Lidya sembari mengetuk pintu kamar Frieska. Belum ada jawaban sampai dua menit berlalu begitu saja. Lidya pun memutuskan mengambil kunci cadangan untuk membuka pintu itu.

Saat pintu sudah berhasil Lidya buka, matanya bisa melihat kalau Frieska tertidur pulas di atas ranjangnya. Kamarnya tampak bersih dan tidak ada kekacauan seperti sebelumnya. Lidya menyandarkan bahunya di pinggir pintu dengan mata yang masih sibuk memperhatikan Frieska yang tertidur.

"Pasti hati lo capek banget, ya?" Gumam Lidya menghela nafasnya beberapa kali dan dia mulai melangkah ke dekat tempat tidur bergambar boneka Stitch.

Dia duduk di sisi tempat tidur dan tangannya mencoba menarik tangan Frieska. Namun, seketika tubuh Lidya terjengit saat merasakan suhu tubuh adik iparnya itu sangat panas.

"Fries? Frieska! Astaga! Mel!!! Melody!!!" Lidya berteriak terus-menerus sambil berlari ke bawah menuju Melody yang sedang menyiapkan sarapan.

"Kamu kenapa sih, Lid? Kok teriak-teriak gitu?" Tanya Melody menghentikan tangannya yang sedang meletakan piring juga sendok dan garpu ke atas meja makan.

"Frieska! Frieska badannya panas banget." Jawab Lidya dengan raut wajah yang sudah benar-benar khawatir. Mendengar hal itu Melody langsung meninggalkan piringnya di atas meja tanpa mengaturnya dan pergi menuju kamar Frieska yang diikuti Lidya di belakangnya.

You Are My Everything 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang