"Alice, ayo sekolah."
Sedari tadi Shania sangat sulit membujuk gadis kecil yang masih bersembunyi di bawah selimutnya. Gadis kecilnya itu terus menolak untuk pergi ke sekolah karena bukan Dadynya yang mengantar.
"Al ndak mau, Momy. Al mau sama Dady." Gumaman kecil Alice akhirnya terdengar setelah hanya gelengan yang ia gunakan untuk menjawab Shania.
"Dady kerja, Al. Al kok ndak mau dengerin Momy, sih?" Perlahan Shania bisa melihat gadis kecilnya memperlihatkan wajahnya walau hanya sebagian saja.
"Tapi Al maunya sama Dady. Al angen Dady. Al ndak mau sekolah, Momy." Shania terdiam memandang mata Alice yang menyembul di balik selimut. Mata buah hatinya itu benar-benar mirip dengan Beby. Tak bisa ia pungkiri, ada rasa rindu pada Beby jika melihat mata Alice.
"Iya, Momy tau Al angen sama Dady. Sekarang Al ke sekolah, ya? Nanti kalo Al pulang, pasti Al ketemu Dady." Dan akhirnya, gadis manis yang sedari tadi menolak ucapan Momynya itu menganggukan kepala.
Shania segera mengajak Alice untuk bersiap-siap ke sekolah. Setelah itu ia baru membuatkan sarapan untuknya dan Alice juga.
"Al, di sini sebentar, ya? Momy ambil kunci mobil di kamar." Alice mengangguk dan membiarkan Momynya pergi ke kamar.
Saat gadis kecil itu sedang duduk di ruang TV, kepalanya tak sengaja menoleh ke arah ruang kerja sang Dady. Karena rasa rindunya pada Dadynya, Alice pun berjalan menuju ruang kerja yang tertutup rapat itu. Perlahan tangan kecilnya membuka pintu, kakinya melangkah masuk sembari melihat ke kiri dan ke kanan. Ia merasa jika ruang kerja Dadynya ini lebih kosong dari biasanya.
Kakinya kembali melangkah dan menaiki kursi putar beroda yang biasa Dadynya pakai untuk bekerja. Saat ia berhasil naik, tangan kecilnya membuka laci di hadapannya. Ia mengambil secarik kertas berwarna biru muda.
"Al, ini Dady taruh di kantong, ya? Kalo Al nyasar di jalan lagi, Al kasiin ini ke orang yang Al temuin atau Al minta tolong orang buat telpon ke nomor yang ada di sini atau minta anter ke alamat ini, mgerti?"
Alice tersenyum kecil mengingat ucapan Dadynya dulu. Ia pernah tak sengaja tersesat di jalan karena marah pada Momynya. Dan setelah kejadian itu, Dadynya selalu menyelipkan sebuah kertas berbentuk persegi panjang berwarna biru muda dalam saku seragamnya.
Gadis kecil itu segera memasukan kertas itu dalam saku seragamnya. Saat ia turun dari kursi, suara pintu terbuka membuatnya menoleh.
"Al? Kok di sini? Ayo kita berangkat." Alice segera berlari ke arah Momynya dan mereka pun segera pergi ke sekolah.
Sepanjang perjalanan Alice tampak duduk diam. Beda jika ada Beby, biasanya gadis kecil itu akan bernyanyi-nyanyi sambil bertepuk tangan. Tapi tidak untuk sekarang, padahal Shania sudah memutar lagu anak-anak.
"Kok ndak nyanyi?" Tanya Shania menoleh ketika lampu lalu lintas berubah merah.
Alice menggeleng tanpa menatap pada ibunya. Matanya hanya terus memperhatikan angka yang ada di lampu lalu lintas itu. Kebiasaannya yang biasa di lakukan bersama Beby.
Shania pun kembali menjalankan mobilnya. Rasanya ia ingin menangis ketika melihat Alice sering sekali melakukan apa yang sering Beby lakukan bersama buah hatinya itu. Ia tahu gadis kecilnya begitu merindukan Beby. Namun sakit hatinya membuat ia menjadi egois.
Maafin Momy, Al. Gumam Shania dalam hati.
*****
Shania menghentikan mobilnya di depan sekolah Alice. Tanpa disuruh, Alice melepaskan sabuk pengamannya sendiri dan mengulurkan kedua tangannya. "Al sekolah dulu ya, Momy? Momy jangan lupa mam." Ucapnya mengecup bibir Momynya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Everything 2
FanfictionAda banyak cerita yang bisa kita pelajari dalam hidup. Dari kesabaran sampai merelakan. Kisah cinta yang berawal dari sebuah rasa takut akan kehilangan dan berubah menjadi cinta sejati. Berbuahkan seorang putra tampan, pandai dan menggemaskan. Tak a...