61

4.3K 438 42
                                    

Shania menggeleng kecil mendengar ucapan teman lamanya itu. Entahlah, apa yang bisa membuat temannya itu berbicara seperti barusan. Tapi ia hanya menganggapnya sekedar bercanda saja, tidak lebih.

Ia mengambil mangkuk lalu meletakannya di atas meja makan. Sedari tadi gadis berambut panjang itu tak hentinya mengikuti dirinya kemanapun ia melangkah.

"Duduk kek, Sak." Katanya yang sudah lelah diikuti.

"Shan, dengerin gue. Gue serius. Kalo lo emang nggak bahagia sama Beby, gue bisa bahagiain lo."

Shania menghentikan langkahnya lalu membalikan tubuhnya hingga menghadap Saktia. Entah apa yang membuat gadis itu berbicara demikian. Yang pasti, Shania hanya menganggapnya sekedar bercanda.

"Sak, sekalipun gue nggak bahagia sama Beby, gue bakal bertahan sama dia. Ada Alice sama si kembar yang buat gue terus bertahan sama dia. Anak-anak gue itu jadi pengikat gue sama Beby. Jadi nggak mungkin gue ninggalin dia."

"Shan, gue tau lo nggak bahagia sama dia. Lo tau dia itu super kaku, nggak romantis, dan bahkan apa yang lo mau, dia nggak mau nurutin. Lo bilang sendiri kan, sama gue?"

Shania menghela nafasnya pelan. Apa yang Saktia katakan memang benar. Semenjak menikah, Beby tak pernah menuruti apapun yang ia mau. Tapi ia juga tahu apa alasan Beby tidak menurutinya.

"Sak, dia emang kaku, dia nggak romantis, dan bahkan dia nggak nurutin kemauan gue yang mau beli tas dan segala macem. Tapi anak-anak gue? Mereka butuh Beby." Ucap Shania berbalik dan hendak melangkah ke dapur, tapi tiba-tiba suara Alice menggema.

"Dady!!!"

Shania dan Saktia menoleh ke belakang tubuh mereka. Di dekat tangga, tampak Beby yang sedang berdiri sambil menatap ke arah mereka. Wajahnya begitu datar dan Shania bisa melihat ada luka dari tatapan itu.

Ia berbalik ketika anak sulungnya menarik-narik tangannya. Ia berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Alice.

"Dady kok udah pulang?" Tanya Alice memeluk leher Beby.

"Sayang Dady dulu dong." Dengan patuh Alice mencium lama bibir Dadynya lalu tersenyum lebar. "Dady bawain Al mainan baru nih, tapi Dady harus balik kerja. Gapapa, kan?"

"Ndak apa-apa, kan Dady cari uang buat beli susu adek-adek." Beby tersenyum tipis mendengarnya.

"Ya udah, nih mainannya." Ujar Beby memberikan satu kotak mainan pada Alice.

"Thank you, Dady!" Serunya memeluk erat Dadynya. "Al sayang Dady!"

"Dady juga sayang Al." Ucap Beby mencium kening anaknya lalu membiarkan Alice kembali ke atas.

Ketika ia hendak melangkah keluar, Shania segera menahan lengannya. Perempuan jangkung itu khawatir Beby akan berfikir macam-macam lagi.

"By, aku-"

"Aku balik ke kantor." Kata Beby melepas kasar tangan Shania dari lengannya. Bahkan ia tak melihat Shania sedikit saja.

Shania hanya bisa menatap punggung Beby yang menghilang di balik pintu. Percuma saja kalau ia membicarakannya sekarang, yang ada justru mereka akan bertengkar dan menimbulkan masalah lain. Jadi, Shania memilih nanti malam saja ia mengklarifikasi apa yang tadi Beby dengar.

"Lo liat, kan? Dia aja nggak mau dengerin apa yang lo mau omongin. Nyadar dong, Shan! Dari dulu dia nggak pernah ngehargain lo." Ucapan Saktia tak Shania hiraukan. Ia memilih pergi ke dapur untuk menyiapkan makan siang.

"Oke. Lo nggak mau ninggalin dia, kan? Gue siap kapanpun kalo lo butuhin gue, Shan." Shania hanya diam mendengarkan semua ucapan Saktia. Namun, beberapa detik kemudian, Saktia membalikan tubuhnya hingga kini ia berhadapan dengan Saktia.

You Are My Everything 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang