Pagi ini Kinal segera pergi ke rumah orang tua Veranda dimana istri dan anaknya tinggal untuk saat ini. Selama perjalanan, Kinal terus berdoa dalam hati agar Veranda melupakan kejadian kemarin dan memaafkannya. Entah apa yang akan dia lakukan jika nanti Veranda tidak mau bertemu dengannya.
"Semoga kamu udah nggak emosi lagi, Ve." Gumamnya pelan. Tangannya memutar stir ke salah satu perumahan dan terus menjalankan mobilnya.
Tak butuh waktu lama, Kinal menghentikan mobilnya di salah satu rumah yang cukup besar. Ia turun dari mobil dan segera masuk ke dalam pekarangan rumah. Dalam hati, dia terus berharap Veranda belum pergi mengantar Juven ke sekolah. Dan ini adalah salah satu alasannya agar bisa bertemu dengan buah hatinya itu.
"Papi!" Kinal menoleh ke arah samping rumah saat mendengar suara Juven. Senyumnya mengembang dan dia segera berjongkok sembari merentangkan kedua tangannya.
"Hap!" Juven langsung memeluknya erat seakan sudah lama tidak bertemu. Tak lama bocah itu memundurkan wajahnya yang di penuhi senyuman.
"Juven kangen sama Papi. Papi udah makan? Kita sarapan bareng yuk, Pi! Mami buatin Juven kue bulet pake madu." Ucapnya antusias. Kinal hanya tersenyum dan mengangguk kecil. Meski dia tidak tahu akan seperti apa ekspresi Veranda nanti.
"Papi nggak usah takut, Mami yang suruh Juven keluar jemput Papi." Kata Juven seakan menjawab pemikiran Kinal.
"Bener?" Tanya Kinal penasaran. Bocah itu mengangguk yakin dengan wajah seriusnya. Hal itu membuat Kinal tertawa kecil dan mengecup bibir Juven dengan gemas.
"Gemes banget sih, anak Papi." Kata Kinal tersenyum lebar.
"Masuk."
Kinal menoleh dan dia langsung tersenyum melihat Veranda berdiri di belakangnya. Tak ada ekspresi di wajah manis itu, tapi Kinal sudah bersyukur kalau Ve mau menemuinya.
"Aku tau kamu nggak akan marah lama, sayang." Kata Kinal berdiri dan memeluk Veranda. Tapi baru saja akan memeluknya, tubuh Kinal sudah terdorong oleh tangan kurus Veranda.
"Aku suruh kamu masuk bukan berarti aku maafin kamu." Ucap Veranda tanpa menatap Kinal.
Betapa sakitnya hati Kinal melihat Veranda yang seakan jijik melihatnya. Padahal dia sudah senang karena Veranda mau menemuinya.
"Sayang, kita bisa bicarain ini baik-baik. Aku mau kit-"
"Masuk, makan dulu. Juven terlambat. Kalo kamu emang mau anter Juven, silahkan. Aku nggak ngelarang." Sela Veranda tanpa menatap Kinal.
"Aku ke sini juga mau jemput kamu, Ve. Kita pulang, ya? Kita bicarain ini baik-baik." Ucap Kinal dengan suara pelan.
Juven yang memandangi kedua orangtuanya langsung berlari masuk. Dia selalu paham jika orangtuanya sedang berbicara dan dia tidak boleh ada di sana. Bocah pintar itu tampak duduk manis di kursinya yang berada di sebelah Aaron. Sementara Opa dan Omanya menatap bingung padanya.
"Juven, mana Mami kamu?" Tanya Opanya heran.
"Mami lagi ngobrol sama Papi, Opa." Jawab Juven mulai memakan pancake yang tadi Veranda buatkan.
"Kinal? Papa harus tegas sama dia sekarang. Anak itu benar-benar tidak bisa di percaya." Baru saja Mama Veranda akan menahan lengan suaminya, pria paruh baya itu sudah beranjak dan berjalan ke pintu depan. Aaron sendiri tampak menghela nafas beratnya dan menatap Juven yang sedang sibuk memakan sarapannya.
"Ve, kamu salah paham. Kita bisa bicarain ini baik-baik asal kamu mau. Semua bisa di selesaiin tanpa amarah, sayang. Aku mohon percaya sama ak-"
"Ngapain kamu datang ke rumah saya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Everything 2
FanfictionAda banyak cerita yang bisa kita pelajari dalam hidup. Dari kesabaran sampai merelakan. Kisah cinta yang berawal dari sebuah rasa takut akan kehilangan dan berubah menjadi cinta sejati. Berbuahkan seorang putra tampan, pandai dan menggemaskan. Tak a...