41

4.2K 461 93
                                    

Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Lidya dan Frieska benar-benar dibuat panik dengan keadaan Melody. Entah apa yang dirasakan Melody hingga terus saja ia berteriak kesakita. Frieska dan Lidya sendiri yang melihat juga mendengarkan teriakan Melody, tentu saja semakin panik.

Ada rasa bahagia juga khawatir dalam hati Lidya. Ini kedua kalinya dia merasakan bagaimana paniknya mengantarkan seorang ibu hamil yang akan melahirkan. Dulu saat dia mengantarkan Shania yang hampir saja bunuh diri adalah pertama kali baginya mengantarkan seseorang ke rumah sakit untuk melahirkan. Mungkin jika waktu itu dia merekamnya, semua orang akan tertawa bagaimana ekspresi paniknya saat itu.

"LIDYA! Cepetan ih!" Seruan Melody semakin membuat Lidya yang sedang menyetir panik.

"Iya, Mel, ini juga cepet." Ucap Lidya sesekali menoleh pada Melody.

"Liat ke depan, Om!" Teriak Frieska yang duduk di bagian belakang.

"Iye bawel." Gumam Lidya kembali melihat ke depan.

"Sakit, Lid." Ringis Melody memegangi perutnya.

"Sabar, Mba Imel. Ini dikit lagi sampe. Coba-coba tarik napas, iya, buang. Tarik napas lagi, buang." Melody pun mengikuti apa yang Frieska katakan. Keringatnya sedari tadi terus mengucur karena merasakan sakit akibat kontraksi yang belum juga selesai.

"LIDYA CEPETAN! GUE UDAH NGGAK KUAT INI!" Teriakan Melody semakin menjadi saat merasakan perutnya kembali kontraksi. Lidya dan Frieska pun semakin panik karena teriakan Melody yang tiada henti.

"LIAT DEPAN, OM!!!"

"IYA, FRIESKA! SABAR DONG! BINI GUE KESAKITAN INI!"

"TAPI LO LAGI NYETIR!"

Lidya terus berusaha untuk fokus pada kemudinya, meski sesekali dia melirik istrinya yang terus saja berteriak kesakitan. Tanpa dia sadari, setetes air mata mengalir di pipinya. Rasa bahagia, khawatir dan panik menjadi satu. Orang yang sangat dia cintai sebentar lagi akan melahirkan buah anaknya.

Kakinya segera menginjak pedal rem saat mereka sudah sampai di depan rumah sakit. Lidya segera keluar di ikuti Frieska. Dengan mudahnya Lidya menggendong Melody yang masih meringis kesakitan.

"DOKTER! DOKTER! TOLONG PANGGILIN DOKTER! ADA YANG MAU NGELAHIRIN! WOY! MANA SIH ELAH! DOKTER! WOY! GUE BAYAR ENTAR! INI ADA YANG MAU NGELAHIRIN!"

Tak lama kemudian beberapa orang perawat serta dokter yang biasa menangani Melody segera datang. Lidya segera meletakan Melody ke atas tempat tidur yang telah di siapkan. Sepanjang mereka membawa Melody, tangan Lidya tak hentinya menggenggam tangan Melody dan menyemangati Melody. Air matanya terus mengalir melihat wajah Melody yang terus meringis menahan sakit.

Setelah sampai, Lidya tak diperbolehkan masuk dan disuruh menunggu di luar. Frieska segera menahan tangan Lidya saat kakak iparnya itu hendak ikut masuk.

"Tunggu sini, biar dokter yang nanganin." Ucap Frieska yang ternyata juga sudah menangis.

"Istri gue, Fries. Dia... dia mau ngelahirin." Gumam Lidya tersenyum kecil. Frieska menarik Lidya dan memeluknya. Tangannya terus mengusap-usap punggung Lidya agar kakak iparnya itu lebih tenang.

"Lo tenang, ya? Pasti Mba Imel sama anak lo baik-baik aja." Bisik Frieska yang diangguki Lidya.

Mereka pun duduk di kursi yang ada di sana. Menunggu dokter keluar dari ruangan serba hijau itu. Beberapa menit lalu Frieska sudah menghubungi teman juga orang tua mereka. Dan satu persatu dari mereka pun datang.

"Gimana keadaan Kak Melody?" Tanya Kinal dan Veranda saat mereka baru saja datang.

"Lagi di tanganin sama dokter." Ucap Lidya menundukan kepala.

You Are My Everything 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang