68

3.1K 305 22
                                    

"ARJAAAAN!!! ITU ES KRIM CICI KENAPA KAMU ABISIN DI DALEM KULKAS!!!"

Lagi dan lagi Shania harus menghela napasnya karena suara Alice yang tak pernah berhenti meneriaki Arjan. Majalah yang ia baca sedari tadi segera ia lemparkan ke atas meja dan kakinya melangkah menuruni tangga. Kini bisa ia lihat Arjan sedang bersembunyi di bawah meja makan sambil memakan satu cup es krim.

Ia menghela napasnya lalu berjalan pelan ke arah meja makan. Tubuhnya berjongkok dan menatap tajam pada Arjan yang langsung berhenti memakan es krim ketika tahu ada seseorang di dekatnya.

"Hehehe Momy kenapa selalu tau Arjan dimana sih." Ucapnya sembari menyengir.

"Keluar dari situ atau Momy jewer."

Tanpa berucap lagi, Arjan keluar dari bawah meja makan dengan kepala tertunduk. Bersamaan dengan itu Alice keluar dari dapur. Wajahnya sudah memerah menahan emosi karena Arjan yang terus saja menghabiskan es krimnya.

"Ini nih, yang dicari dari tadi. Udah berani jadi pencuri kamu, ya?!" Teriak Alice.

Shania menatap Arjan sejenak lalu menatap Alice. Ia bisa merasakan kepalanya hampir pecah karena sering mendengar teriakan Alice yang disebabkan oleh Arjan. Dari dulu Alice tak pernah akur dengan Arjan juga Arjun. Apa pun yang dilakukan si kembar, menurut Alice salah. Mungkin ini karena kejadian waktu itu sampai Alice tak pernah bisa akur dengan kedua adiknya.

"Al, adik kamu emang salah. Tapi jangan teriakin adik kamu pencuri dong. Dia adik kamu, sayang." Ucap Shania lembut.

Alice menatap Shania, ada tatapan kecewa yang bisa Shania tangkap dari mata tajam anak sulungnya itu. "Momy selalu belain mereka. Dulu waktu Alice ada masalah di sekolah, Momy nggak tanya dulu apa yang Alice lakuin dan Momy langsung salahin Alice. Dari dulu Momy mana pernah sayang sama Al. Belain aja terus si pencuri ini." Usai berucap, Alice langsung berlari ke atas menuju kamarnya. Ada air mata yang meluncur bebas dari sudut matanya.

Shania memejamkan mata sejenak lalu menghela napasnya lagi. Ia menatap Arjan yang sudah menangis di hadapannya. Ia tahu Arjan tak bermaksud mencuri es krim Alice dan ia tahu kalau Arjan sedang sedih disebut pencuri oleh kakak kesayangannya.

"Arjan minta maaf, Momy. Arjan nggak maksud nyuri es krim cici." Gumam Arjan sambil mengelap air matanya dengan lengannya.

Shania menangkup kedua pipi Arjan hingga ia bisa melihat wajah anak bungsunya itu. "Momy, tau. Tapi kenapa Arjan nggak minta dulu, sih? Kamu tau kan, cici kamu itu nggak bisa disenggol dikit masalah es krim?" Ucap Shania mengusap air mata anaknya.

"Iya, Momy. Arjan minta maaf. Arjan ngaku salah. Tapi Arjan nggak maksud nyuri. Arjan mau bilang, tapi cici keburu marah-marah ke Arjan."

"Ya udah, Arjan abisin es krimnya, dan lain kali, kalo ada apa pun yang mau Arjan ambil, Arjan tanya dulu punya siapa, oke?" Arjan mengangguk lalu memeluk Momynya dengan erat.

"Nanti Arjan bakalan ganti es krim-es krim cici yang Arjan abisin." Ujar Arjan terdengar menyesal. Shania mengangguk dan membiarkan Arjan pergi.

Shania menarik kursi makan dan duduk di sana. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia sedih ketika mendengar ucapan Alice tadi. Ia tak bermaksud membela siapa pun. Baginya, semua anak-anaknya sama saja dan tak pernah ia membedakan satu sama lain.

"Momy!"

Shania menoleh ketika mendengar teriakan Arjun yang baru saja datang bersama Beby. Tampak keduanya membawa beberapa kresek yang ia tahu itu adalah belanjaan bulanan. Ia tersenyum lalu memeluk Arjun dan menciumnya.

"Kamu kenapa?" Tanya Beby mengusap kepala Shania. Beby tahu Shania sedang sedih hanya dengan melihat raut wajahnya saja.

"Alice, By." Gumam Shania membuat Beby langsung mengerti. Ia duduk di kursi samping Shania.

You Are My Everything 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang