50

5.3K 449 77
                                    

Suara gergaji mesin itu terdengar nyaring hingga ke pintu utama. Shani yang baru saja datang hanya menghela nafasnya pelan. Tangannya menutup pintu berkunci password itu. Ia berjalan melewati ruang tamu yang mendominasi warna hitam dan putih. Memperlihatkan suasana modern yang mewah serta elegan. Kakinya berhenti sebentar, lagi-lagi ia menemukan sepatu Viny di dekat sofa seperti hari-hari sebelumnya.

Diambilnya sepatu itu lalu ia kembali melangkah menuju ruang keluarga yang hanya terhalang dinding berwarna putih. Ia menggelengkan kepala melihat ada jaket Viny diatas sofa yang biasanya mereka duduki untuk menonton TV.

"Kebiasaan," gumamnya melepaskan sepatunya dan meletakan di samping sofa bersama sepatu Viny.

Ia kembali berjalan melewati ruang keluarga menuju sliding door berbahan kaca yang terbuka sedikit. Setelah terbuka lebih lebar, kakinya yang tak beralas itu melangkah keluar, berbelok ke kanan dan berjalan melewati jalan setapak menuju sebuah ruangan yang Viny bangun khusus untuk membuat furniture.

 Setelah terbuka lebih lebar, kakinya yang tak beralas itu melangkah keluar, berbelok ke kanan dan berjalan melewati jalan setapak menuju sebuah ruangan yang Viny bangun khusus untuk membuat furniture

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Penampakan Rumah VinShan's Family Dari Belakang)


Ya, Viny memang sering membuat furniture rumahnya sendiri. Dari meja, kursi sampai lemari. Hanya beberapa furniture saja yang ia beli di luar. Tak hanya itu, ia juga membuka toko furniture yang bekerja sama dengan perusahaan Kinal.

Kini Shani berdiri di depan ruangan itu. Tampak ada beberapa kayu, alat-alat perkakas yang tergeletak, cat, pernis dan sebagainya. Sementara Viny terlihat sibuk menggergaji kayu dengan gergaji mesin bertipe circular saw.

Shani melipat kedua tangannya di depan dada. Bahunya ia sandarkan di dinding sebelah kanan sembari matanya tak lepas dari Viny yang masih sibuk.

Merasa diperhatikan, Viny melirik sebentar lalu mematikan gergajinya. Dilepasnya masker serta kacamata minus yang bertengger di hidungnya. Ia membersihkan tangan dengan kain bersih lalu berjalan mendekati Shani.

"Baru pulang?" Tanyanya menangkup kedua pipi Shani dan mengecup keningnya lembut.

"Kamu tadi keluar kemana? Kenapa nggak taruh sepatu sama jaketnya ke tempat yang seharusnya?" Bukannya menjawab, Shani justru balik bertanya.

"Tadi aku ke kantor, terus terjun ke lapangan buat liat pembangunan yang lagi di handle sama perusahaan Kak Kinal, terus aku inget, aku harus ngerjain sesuatu, jadi aku pulang." Jelas Viny tersenyum. Jari-jarinya merapikan poni Shani yang sedikit menutup mata.

Shani melingkarkan kedua tangannya di leher Viny. Matanya nenatap tepat pada mata sipit milik Viny yang selalu tampak meneduhkan.

"Oke, lain kali kalo taruh apa-apa, harus dibalikin ke tempatnya. Terus... itu kamu buat apa?" Tanya Shani menoleh menatap pada kayu-kayu yang tadi Viny kerjakan.

"Oh, itu aku mau buat lemari sama buffet. Kamar yang di samping kamar kita itu kan, cuma di biarin kosong, sementara kamar tamu udah ada. Jadi, aku mau isi sama barang-barang buat anak kita nanti."

You Are My Everything 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang