33

4K 459 30
                                    

Satu bulan kemudian Kinal dan Veranda baru bisa pergi untuk program kehamilan Veranda selanjutnya. Juven yang tidak bisa di ajak terus memasang wajah cemberutnya. Sebenarnya Kinal mau mengajak Juven, namun karena bocah itu harus sekolah, Veranda memilih menitipkan Juven pada keluarganya.

"Juven ndak mau di rumah Opa, Juven maunya di rumah dedek." Kinal menaikan sebelah alisnya mendengar Juven yang sedari tadi menekuk wajahnya.

"Tapi Opa pengen Juven di rumah loh." Kini Veranda yang sedari tadi diam mulai membuka suara.

"Juven maunya di rumah dedek, Mi. Ya, ya? Juven janji ndak bakal nakal." Veranda melirik kinal yang mengendikan bahunya. Memang sedari tadi Juven terus merengek untuk tinggal bersama Shania dan Beby. Tapi Papa Veranda sendiri ingin Juven tinggal di rumahnya.

"Nay, gimana?" Tanya Veranda yang sudah di tarik-tarik tangannya oleh Juven. Bahkan bocah laki-laki itu menepuk-nepuk pelan pipi Maminya.

"Juven, jangan gini dong, sayang." Mendengar teguran Maminya, Juven kembali duduk di kursinya dan memanyunkan bibirnya sambil menundukan kepala.

"Ya udah, Ve, sekali-kali dia nginep di rumahnya Beby. Jarang-jarang juga dia nginep di sana." Ucap Kinal menatap Juven yang masih menekuk wajahnya.

"Iya deh, nanti Mami bilangin Opa kalo Juven mau nginep di tempat dedek." Mendengar itu seketika wajah Juven berubah gembira.

"Yeay!" Serunya melompat dari tempat duduknya sambil mengangkat kedua tangannya.

"Sekarang bobo, ya? Besok Mami sama Papi harus bangun pagi. Juven mau anter Mami sama Papi ke bandara nggak?" Tanya Veranda mencium pipi Juven yang sudah melingkarkan kedua tangan di lehernya.

"Mau dong, tapi besok Juven dapet kue item, kan?" Veranda dan Kinal terkekeh mendengar ucapan Juven. Hampir setiap hari stok kue brownies di dalam kulkas selalu habis. Tapi sebagai Mami yang baik, Veranda tidak membiasakan Juven dengan kue brownies. Biasanya Veranda selingi dengan kue lainnya atau biskuit yang lebih bergizi untuk putra kecilnya itu.

"Rayu Papi dulu coba. Nanti Papi kamu ngomel kalo kamu mam kue item terus." Ucap Veranda mengecup hidung Juven.

Bocah itu mengangguk dan melepaskan pelukannya. Ia melangkah ke dekat Kinal dan langsung naik ke samping Kinal. "Papi, Juven boleh mam kue item ndak?" Katanya memeluk leher Kinal.

"Tapi ndak boleh mam tiap menit, ya? Nanti giginya Juven ompong lagi." Ujar Kinal tersenyum dan mengecup pipi Juven yang menyengir.

"Tapi boleh, kan?" Tanya Juven menaikan kedua alisnya sambil menangkup kedua pipi Kinal dan sedikit di usap-usap.

"Kira-kira boleh ndak, ya?" Kata Kinal mencoba menggoda anaknya.

"Boleh dong, kan? Kue item Juven udah abis." Ucap Juven duduk di pangkuan Kinal sambil menarik-narik pipi Kinal dengan kedua tangan kecilnya.

"Cium Papi dulu." Kinal memanyunkan bibirnya dan segera di kecup Juven yang juga memanyunkan bibirnya.

"Lagi." Kata Kinal yang di turuti Juven.

"Lagi." Sekali lagi Juven mengecup bibir Papinya dan berbalik untuk duduk di pangkuan Kinal.

"Ndak mau cium Papi lagi?" Bisik Kinal mengusap kepala Juven yang di sandarkan padanya.

"Ndak ah, Papi belum gosok gigi." Jawab Juven memainkan tangan Kinal yang memeluknya.

"Sekarang bobo, ya?" Kata Kinal mengecup kepala Juven berulangkali.

"Tapi bobo sama Papi sama Mami, boleh?" Tanya Juven mendongak pada Papinya sambil tangan kanannya terangkat untuk menepuk pipi Papinya dengan lembut.

You Are My Everything 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang