Episode 2

5K 351 355
                                    

Kini semua mata tertuju pada kami.
Pandangan antusias yang penuh harap.
Mungkin mereka berpikir akan mendapatkan tontonan seru malam ini.

Semua orang tahu, kalau kami berdua bertemu, sesuatu yang buruk sangat mungkin terjadi.

Para pemuda yang bersamanya rata-rata adalah anggota geng yang berasal dari Los Angeles.
Maksudku, geng dalam artian yang sebenarnya.

Dia bergaul dengan orang-orang yang berbahaya, para pemadat, pengedar dan beberapa orang yang dari postur tubuhnya terlihat seperti tukang pukul atau semacamnya.

Kau tahu, saat kau membeli narkoba dan tidak sanggup membayarnya?
Kurasa orang-orang seperti mereka-lah yang bakal mendatangimu.

Aku sudah terbiasa dengan kesinisan Xander.
Beberapa tahun berlalu membuatku makin kebal, bukan berarti aku menutup mata tentang alasan sebenarnya dia melakukan semua ini.
Tapi aku berusaha memberinya waktu.
Untuk menerima semuanya.

Dan juga waktu untukku sendiri.
Karena tiap kali kejadian malam itu terlintas di benakku, rasa bersalah seakan menggerogotiku seperti penyakit kanker.

"Aku benci mengatakannya, tapi ada banyak saksi mata dan kamera saat ini, Xander." Karen tiba-tiba berkata.

"Dan catatan kepolisian menempatkan namamu di daftar paling atas sejak kau menghancurkan kaca depan mobil Jason minggu lalu."

"Kau pastinya tak mau ditangkap sungguhan karena membuat keributan di sini 'kan?"

"Kudengar kalau mungkin cowok seusiamu, bakal ditempatkan untuk kerja sosial."
"Tempat-tempat yang tak akan bisa kau bayangkan,"

"Kau tahu, panti jompo, merawat para pasien di pusat pelatihan orang yang cacat mental, dan sebangsanya, percayalah kalau itu terjadi, kau pasti bakal lebih memilih dipenjarakan saja."
Suaranya terdengar meyakinkan.

"Jadi biarkan kami pergi supaya malam ini kita bisa menghindari tragedi itu," ia berkata sambil tersenyum penuh arti.

Harus kuakui, kadang-kadang Karen bisa jadi orang yang cukup persuasif.

Xander tertawa mendengarnya.
"Kau jauh lebih cerdas darinya,"
Matanya tampak berkilat-kilat menatap Karen.
Seolah omongan Karen barusan telah menghiburnya.

Lalu ia kembali melihatku,
"Kau dan aku belum selesai," ujarnya dingin.

"Tentu saja," balasku sama dinginnya.

*************

"Kalian berdua bertingkah seperti anak kecil," Karen bicara tanpa memandangku.

"Omong kosong." gerutuku sambil melirik sekilas padanya.

Dia sedang membuat bentuk Hakuna Matata dengan ujung telunjuk di atas kaca jendela mobil yang berembun.
Meniupnya dengan nafasnya, lalu mengulanginya lagi.

Salju turun cukup intens malam ini, tidak seperti biasanya.
Membuat hampir seluruh kawasan Beverly Hills bagaikan tertutup oleh gumpalan halus yang menyerupai kapas yang melapisi seluruh halaman rumah dan atap gedung.

Beberapa anak tampak keluar bermain perang salju dengan riang, sedangkan yang dewasa kebalikannya.

Mereka berusaha membersihkan jalan masuk dan teras rumahnya dari salju, untuk mencegahnya jadi es padat yang bisa membuat semua orang terpeleset.

Bagaimana rasanya membuat bola salju?

"Sepertinya seru, kita harus mencobanya kapan-kapan." celetuknya seolah dapat membaca pikiranku.

Dia menatapku dengan alis terangkat, menunggu jawaban.

"Kita tidak akan main perang salju,"
"Itu sangat kekanakkan," aku berkata mencemooh.

Night and A Day # The Begining (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang