Episode 36

1.6K 76 57
                                    


Ponselnya masih terus berdering, dan alih-alih menjawabnya aku hanya memandanginya, seolah sedang menggenggam sebuah benda asing di tanganku.
Rasa was-was menghinggapiku—aku tak tahu kenapa.
Tapi firasat yang mengalir di sepanjang tulang belakangku mengatakan sesuatu yang tak bisa dijelaskan.

"Mungkin aku harus menjawabnya," aku mendengar suaraku sendiri berbicara, yang nadanya lebih mirip pertanyaan.

"Sepertinya begitu," Mia menyahut pelan, raut wajahnya terlihat bingung saat mengamati ekspresiku.

Dia memandang sekeliling dengan canggung selama sepersekian detik sebelum kembali padaku,
"Well, kalau begitu aku pulang dulu,"
Ia menatapku seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi kemudian mengurungkannya.

"Bye Jason,"

Setelah dia meninggalkan kamarku, kuhampiri sofa terdekat lalu duduk di sana sembari mengangkat teleponnya dengan nada penuh antisipasi,
"Siapa ini?"

Terdengar tarikan napas berat yang gemerisik dari ujung telepon, yang mengisyaratkan jika dia seorang pria.
Hening sesaat selain deru samar-samar seperti logam yang beradu.
Bukan fan—jelas sekali.
Anti-fan?

Tapi suara yang kudengar saat ia mulai berbicara membuat tubuhku kaku dan tegang dalam sekejap.
Jari-jariku yang menggenggam ponsel mengetat hingga nyaris ingin meremukkannya.

"Ini aku," ia berkata, yang terdengar seperti geraman pelan.

"Keparat." aku memaki di bawah napasku.

"Aku tahu ada alasan untuk kau merasa marah padaku saat ini Jason, terutama karena kontrak itu, tapi... "

"Apa kau bercanda?!" semprotku.
"Aku tidak marah padamu Paul, tidak, itu bahkan masih terlalu bagus untukmu. Aku menyesali setiap harinya saat di mana kau masih bekerja padaku!"
"Kau pengkhianat hina!"

Kudengar helaan napas panjang dari seberang sebelum ia berkata kembali,
"Aku tidak bermaksud membuat masalah, tapi situasi pelik yang kuhadapi di luar kemampuanku untuk menyelesaikannya Jason."
"Lagipula uang itu, aku tidak memakainya sepeser pun."

"Dan kau berharap aku memercayainya?" sahutku garang.

"Aku tahu ini sulit dipercaya, tapi dengar dulu," suaranya kini menjadi makin mirip bisikan, terdengar was-was, seolah-olah ia takut terdengar oleh seseorang.

Tentu saja, dia punya alasan kuat untuk merasa begitu setelah apa yang diperbuatnya.
Kuyakin sekarang ini dia tengah bersembunyi, mengendap-endap di suatu tempat, persis seperti seorang kriminal.

Tunggu. Bukankah ini akan jadi kesempatan bagus bagiku untuk menemukannya?

Segera kuubah mode panggilan, lalu menghidupkan alat perekam pada ponselku sebelum berbicara kembali padanya.

"Jadi, kau ada di mana sekarang?"

************

"Inspektur bilang dia akan segera menemuimu," Seorang opsir polisi muda yang baru saja masuk ke ruangan berkata padaku.

"Baiklah." aku memberinya anggukan singkat dan dia berjalan keluar.

Ini bukan pertama kalinya aku berada di kantor polisi.
Tapi suasana di tempat ini selalu menimbulkan kesuraman tertentu, seperti sebuah ritme berulang klise yang ingin secepatnya kau singkirkan dari kepalamu.

Aku ingat dulu pernah berada di tempat seperti ini, sehari setelah mayat ibuku ditemukan waktu itu.
Para polisi, mereka terus bertanya padaku tentang apa yang terjadi, orang yang berbeda tapi pertanyaannya selalu sama.
Seolah mereka ingin memastikan aku tidak berbohong dengan tetap menceritakan kisah yang sama.

Night and A Day # The Begining (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang