Episode 9

2.6K 175 196
                                    

Malam ini benar-benar dingin, dan gelap karena awan menggantung rendah di langit.
Salju bisa turun kapan saja, dan rasanya membeku di luar sini.

Aku sedang berada di halaman rumah, mencoba menyingkir sejenak dari kehebohan yang ada di dalam.
Karen dan Paul serta perdebatan mereka tentang wardrobe dan klasik bench.

Aku sama sekali tidak peduli, itu cuma sebuah rumah.

Sudah dua hari sejak aku pindah kemari.
Sebuah properti di Park Avenue yang kutinggali sementara aku berada di New York.

Konferensi pers diadakan di The Plaza, sehari setelah aku sampai di sini.
Dan Elizabeth tidak main-main saat mengatakan soal cerita yang bagus.
Aku sebagai korban, sedangkan Xander adalah anti-fan berbahaya yang menerobos masuk ke dalam apartemenku.
Meninggalkan catatan buruk soal penyerangan di klub malam.

Hebat. Sekarang aku tak tahu apa yang mesti kukatakan jika bertemu dengan Rosalie lagi.
Karena secara teknis, aku keluar dari masalah ini dan melemparkan semua pada mereka.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"
Bangku ayunan kayu yang kududuki mengeluarkan suara berderak pelan saat Karen bergabung di sampingku.

"Hanya beberapa hal,"

"Aku sempat bertemu Rose sebelum berangkat kemari, dia baik-baik saja,"
"Dia juga mengenalkanku pada Archie, baru saja tiba dari Jerman, sepertinya dia pria yang baik."

Aku mengangguk, "Itu bagus,"

"Apa?" aku mendengus menahan tawa saat melihat ekspresi meragukan pada wajahnya.

Ia hanya mengangkat bahu lalu menyandarkan dirinya padaku.
Menjejakkan kedua kakinya hingga ayunannya bergerak maju mundur perlahan.
"Aku tidak suka setiap kali kau terlihat seperti itu." ia bergumam cemberut.
"Sedih, kesepian... jelek." ejeknya.

Aku tertawa mendengarnya, "Thank God kau ada di sini." selorohku.

"Sebentar lagi ulang tahunmu Jason, apa yang kau inginkan?" ia menggenggam tanganku.

Pertanyaannya memunculkan kilasan memori dalam benakku.
Jika ada hari dimana aku berharap bisa melupakannya, itu adalah hari ulang tahunku.

Dulunya aku menyukai ulang tahunku, banyak tawa, hadiah, kue.
Sampai aku berumur dua belas tahun.
Aku tidak akan pernah bisa melupakannya, kuharap bisa.

Hari itu tanggal 10 April, sehari sebelum ulang tahunku yang ke dua belas, ibuku mengajakku pergi ke Southhampton, tempat favorit kami menghabiskan musim liburan.

Aku sangat senang waktu itu, karena sudah lama sekali dari yang bisa kuingat, sejak kami menghabiskan waktu bersama.
Dia selalu terlihat murung nyaris setiap waktu, dan bersikap bagaikan seolah aku tidak terlihat.

Di akhir acara jalan-jalan kami, waktu itu sudah hampir tengah malam.
Dia baru saja mengirim pesan pada ayahku, lalu mengantarku tidur.
Aku melihat kesedihan di matanya saat ia menatapku, seolah ia tengah kesakitan atau semacamnya.

Lalu ia mencium keningku, dan berbisik bahwa dia sangat mencintaiku, dan juga meminta maaf padaku, menyuruhku hidup dengan baik.
Aku tidak tahu apa maksudnya saat itu.

Sampai keesokkan harinya, aku menemukan dia di dalam kamarnya.

Dan tak ada satu hal pun di dunia ini yang bisa mempersiapkanku menyaksikan apa yang terjadi saat itu.

Ibuku di sana, tergeletak di lantai, dengan botol obat penenang ada dalam genggamannya.
Mata yang sama yang menatapku semalam, terlihat kosong.
Kulitnya sepucat kapur dan tubuhnya kaku dengan cara yang aneh.

Night and A Day # The Begining (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang