Episode 40

1.5K 78 55
                                    


Aku memaki dalam hati sambil mematikan ponselnya lalu menjejalkan benda itu dalam-dalam ke saku jaketku.
Paul benar-benar punya nyali untuk menghubungiku lagi.

Setelah semua yang dikatakan oleh Inspektur Fanning tempo hari mengenai perkembangan kasusnya, bahwa Paul— seperti yang sudah bisa kuduga— tidak sepenuhnya bicara jujur padaku, soal cerita tentang dirinya yang menjadi incaran kartel narkoba.

Menurut Fanning, justru Paul diduga kuat bekerja sama dengan jaringan kartel narkoba kelas kakap di Meksiko, penyelidikan polisi mengarah pada kecurigaan bahwa dia juga seorang pengedar, yang baru-baru ini melakukan penyelundupan narkoba dalam skala besar ke perbatasan luar Meksiko di wilayah Sonora hingga Amerika Serikat.

Secara resmi kasus Paul sudah bukan lagi murni kejahatan penipuan seperti laporanku semula, tapi namanya telah masuk dalam daftar pencarian buronan yang dikategorikan sebagai pelaku kriminal berat.

Paul benar-benar sesuatu.
Bagaimana bisa dia melakoni pekerjaan sebagai manajerku sekaligus berhubungan dengan kartel narkoba?

Berani benar dia dulu ikut menuduhku menyimpan obat-obatan hanya karena Xander mendatangi apartemenku malam itu.

Mengalihkan pandangan, aku mengamati Mia, meski wajahnya sudah hampir sepenuhnya sembuh dari goresan-goresan kecil bekas kecelakaan itu, tapi beberapa memar masih terlihat menghiasi lengan dan mungkin juga bahunya yang sempat terkilir, sedangkan pergelangan kaki kanannya yang bengkak masih terbalut perban.

Jantungku terpilin setiap kali teringat hari di mana aku menemukan dia saat itu, jika sampai— aku bahkan tak dapat membayangkannya, apa yang akan terjadi pada diriku kalau sampai kondisinya lebih buruk.
Pada saat itu, detik itu juga aku menyadari dia segala-galanya bagiku.
Dan tak ada apapun lagi yang lebih berarti selain dirinya,  kebahagiaannya.
Apapun taruhannya.

Aku menghembuskan napas panjang sambil memejamkan mata.
Rentetan kasus ini telah benar-benar menyita semua waktu dan perhatianku.
Satu-satunya yang kuinginkan hanyalah mereka segera menangkap Paul, dengan begitu aku akan punya peluang besar untuk secepatnya menyingkirkan tuntutan penalti dari Rite Enterprise yang kini sudah ada di depan mata.
Kemudian menegaskan posisiku kembali dalam manajemen, serta berharap semuanya akan segera kembali normal.

Lalu, setelah itu, mungkin ...

"Kau benar-benar tidak perlu menjemputku besok," suara Mia yang lembut menarik pikiranku kembali.

"Aku mengerti akhir-akhir ini banyak urusan yang membebanimu."
Ia pasti merujuk pada kasus yang tengah kuhadapi.

Mata karamel-nya yang indah menatapku penuh simpati.
"Ibuku, dia bisa kesini untuk menjemputku, sungguh."

Hatiku diliputi kehangatan, menyadari bahwa dia masih peduli.
Menatap kejernihan dalam bola matanya yang seindah kilauan madu membuatku bertanya-tanya.

Apa dia pernah memikirkanku sesering aku memikirkannya?
Saat kami tidak bersama, apakah dia merindukanku?

Pernahkah dia mencintaiku, meskipun hanya sepersekian persen saja dari rasa cintaku padanya?

Dan bila aku memberinya pilihan, antara mimpinya dan diriku, akankah dia memilihku?

*************

"Space Oddity— The Beach Boys!" Mia berseru lantang sambil menuding radio mobil.
Matanya berseri-seri saat ia berpaling menatapku, senyum penuh kemenangan tersungging di bibirnya.
"Sudah kubilang, untuk urusan lagu-lagu lawas aku pasti mengalahkanmu,"
"... dengan sangat mudah." tambahnya bangga.
Ia meluruskan bagian bawah gaunnya, lalu menyelipkan sejumput rambut mahogany-nya ke belakang telinga sambil mengalihkan pandangan keluar jendela.

Dia kelihatan bahagia malam ini, dan hal itu membuatku sedikit terhibur.
Karena sejujurnya, malam ini aku nyaris tak bisa meredam rasa gugupku memikirkan apa yang akan kukatakan padanya— dan juga jawabannya.

Ini terasa jauh lebih menegangkan daripada acara roadshow pertamaku dulu, dan aku tak tahu bagaimana mengatasinya.

Melirik Mia, lagi-lagi aku tak bisa mencegah diriku mengagumi penampilannya malam ini.
Aku sengaja memesan gaun koktail manis yang kulihat saat runaway Vera Wang minggu lalu, seolah aku bisa membayangkan bahwa Mia akan sangat cocok memakainya.
Dan hasilnya, sama sekali tidak mengecewakan.

"Jadi," ia memutar kepalanya dan berpaling padaku.
"Ada apa dengan makan malam ini?"

"Apa maksudmu?" aku berusaha terdengar tak acuh.

Dia menghembuskan napas tak sabaran,
"Kau kan tidak pernah mengajakku keluar tanpa kilatan lampu kamera para wartawan, jurnal publisitas untuk pencitraanmu dan sebangsanya, tapi kali ini, kau bilang hanya ingin mentraktirku makan, entahlah ini hanya— aneh?" ia mengucapkan kata terakhirnya seolah sedang bertanya pada diri sendiri.

"Ya ampun kedengarannya aku benar-benar brengsek bukan," aku menahan diri untuk tidak tersenyum mendengar perkataannya.
"Well, kalau begitu anggap saja ini kencan pertama kita,"

Dari sudut mataku, kulihat dia menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Sebaiknya makanannya benar-benar enak, atau aku akan sangat kesal karena harus menyeret-nyeret kaki-ku yang bengkak sepanjang malam."

——————————

Jujur saja, saat memutuskan mengajak Mia ke Montrelle, yang kupikirkan pertama kali adalah aku ingin berdansa dengannya.

Lagu klasik yang romantis, cahaya yang temaram, aku ingin semuanya sempurna, aku ingin—

Sialan.

Aku hanya ingin dia menyukainya.
Menyukai-ku.

"Aku berdansa seperti bebek." Mia berkata gugup sambil berpegangan pada kerah tuxedo-ku saat aku memutar tubuhnya mengikuti irama Tchaikovsky yang dimainkan oleh pianis di sisi lain gazebo.

Aku tertawa pelan lalu menggerakkan tanganku menuruni punggungnya kemudian menahannya di atas lekuk pinggangnya.
Bergerak maju mundur perlahan mengikuti alunan piano sambil menariknya lebih dekat padaku.

"Kau lumayan." gumamku sambil menundukkan kepala, memejamkan mata seraya menghirup aroma strawberry yang menguar dari rambut mahogany-nya.
Andai saja dia bisa selamanya berada dalam pelukanku seperti ini.

Tapi ini bukan satu-satunya alasan aku mengajaknya kemari.
Tujuan utamaku malam ini adalah untuk melakukan hal yang benar, yang seharusnya kulakukan sejak dulu.
Memberinya pilihan, secara adil.
Ini tidak lagi tentang aku, hanya dia.

Aku menarik napas dalam-dalam.
Baiklah ini saatnya.

"Mia,"
Aku menunggu hingga ia mengangkat wajahnya dan menatapku.

"Kau adalah penyanyi favoritku, selalu."

Kedua mata karamel-nya melebar takjub mendengar perkataanku.
"Apa kau baru saja memujiku?" tanyanya canggung.

Aku hanya tersenyum sambil memegang bahunya lebih erat, berharap bisa membuatnya tetap tinggal bersamaku seperti ini.

"Dengar, kasus yang kuhadapi kini sudah bergulir di pengadilan, dan mulai saat ini segalanya akan semakin berat untukku."
"Aku mengatakan ini, karena tujuan awal dari kesepakatan kita dulu adalah untuk menolongmu masuk dalam teater Hemingway's sebagai ganti kau membantuku menyelamatkan reputasiku,"

"Tapi sekarang situasinya berubah, kondisi ini...tak ada yang bisa kau lakukan untuk menyelamatkan reputasiku dalam hal ini Mia,"

"Segera setelah beritanya menyebar para wartawan akan menggali dari semua orang di sekitarku, itu tidak akan bagus bagimu, tekanan publik tanpa henti bisa jadi sangat melelahkan."

"Karena itu tidak ada alasan lagi sekarang untuk meneruskan kesepakatan kita, Mia,"

"Kau bebas untuk pergi."

***************

Holaaa gaess, thanks for reading😍
Please leave me some votes and comments and share buat ngedukung aku bikin lebih seru lagi yak🙏 thank you😘💕

See you soon on the next episode and have a great day👋🍹🏖

Night and A Day # The Begining (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang