Episode 48

1.2K 78 44
                                    


Jason POV

"Kenapa kita selalu memakai tema yang sama setiap tahun?"

Aku mengamati nenekku yang tengah duduk di depan meja rias berukuran besar dan dikelilingi oleh dua orang asisten penata rambut-nya.

Melalui cermin, dia melemparkan pandangan jengkel padaku, tanpa mengatakan apapun.
Aku menduga bukan cuma komentarku yang membuatnya kesal.

Setiap tahun, perusahaan keluarga kami selalu mengadakan perayaan besar-besaran di ballroom Rockfeller, salah satu gedung pencakar langit termegah yang ada di pusat kota New York.
Kakekku selalu menyukai pesta yang meriah, jadi kami mengundang hampir semua orang yang terkoneksi dengan keluarga kami, dan juga setiap perusahaan rekanan untuk datang, ditambah awak media.
Jadi mungkin akan ada sekitar seribu orang yang akan menghadiri pestanya.

Angka yang cukup banyak. Meriah.
—seperti yang kukatakan.

Dan tema-nya selalu putih.
Dekorasi putih, mawar putih, lampu gantung, dan perabotannya, semuanya.
Ini seperti parade musim dingin Jadis White Witch dengan sentuhan futuristik.

Sangat aneh.

Biasanya ini bukan acara yang kunantikan, atau hal yang akan membuatku gugup hanya dengan memikirkannya.
Seperti perasaan adrenalin yang berpacu saat kau akan melakukan sesuatu yang kau sukai atau semacamnya.

Tidak. Sialan.

Terutama setelah Abbel memaparkan padaku rencana interpol di pesta malam ini.
Sebenarnya yang harus kulakukan cukup mudah.
Aku hanya perlu menyinggung sedikit soal Paul pada saat sesi wawancara berlangsung, melihat reaksi yang mungkin timbul atas informasi yang kuberikan.

Jika memang dia orang yang kami cari, ia pasti akan bertindak.
Itulah petunjuknya.

"Kau tentunya tidak datang hanya untuk berkomentar soal tema pesta bukan?" suara nenekku menarik pikiranku kembali.

Dia memberi isyarat kepada para asisten-nya untuk berhenti, kemudian menunggu hingga mereka meninggalkan ruang rias sebelum dia sendiri beranjak dari kursi lalu menghampiriku.

"—di samping itu, kau tahu betul filosofi-nya."

Aku mengangkat bahu,
"Tentu."
"Putih, lambang kemakmuran, bagian pertama buku panduan keluarga Marshall—"

"Jangan bersikap sinis, kau tahu ayahmu tidak bisa hadir malam ini, dan karena kau ada di sini, maka akan menjadi tugasmu untuk berbicara pada mereka nanti,"

"Karena itu, tidak seharusnya kau datang sendirian. Di mana Mia?"

Sejujurnya aku belum bertemu dengannya lagi sejak malam itu, saat aku menemuinya terakhir kali di tempat kerjanya.
Mencoba memberinya waktu, seperti yang dia minta.
Tapi setelah hari ini, jika dia masih belum bicara padaku, aku mungkin harus memikirkan alternatif lain untuk membujuknya.

"Mia harus ke yayasan hari ini untuk mengecek beberapa hal tentang kunjungan ke Bloomfield minggu depan,"
"Mungkin dia tidak sempat datang."

Lihat, sekarang aku mulai mengarang alasan untuknya.

"Apa kau sadar apa artinya itu? Mia lebih memilih untuk mengabaikanmu."
Jelas sekali nenekku mengatakannya untuk mengomporiku.
Entah kenapa dia begitu gigih jika menyangkut hubunganku dengan Mia.

Tapi saat ini aku sedang tidak ingin menanggapinya.

"Memangnya apa yang akan kukatakan di depan orang-orang itu? Aku bukan pengusaha, aku seorang aktor,"
"—biarkan saja Pop yang melakukannya."

Night and A Day # The Begining (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang