Episode 59

800 77 48
                                    

Jason POV

Aku melihat keluar jendela dan mendapati bahwa pesawat yang kami tumpangi kini telah lepas landas dan mulai mengudara.
Kulepaskan sabuk pengaman lalu menanggalkan mantel panjangku dan meletakkannya ke atas sofa di sampingku.

Tisha mengulurkan gelas berisi cognac padaku tapi aku menolaknya.
Ia mengangkat sebelah alisnya menatapku.
"Sejak kapan kau berhenti minum?"

"Setelah operasi, tapi sekarang aku mulai terbiasa."

Dia tersenyum simpul,
"Siapa yang menyangka," selorohnya.
"Kau dulu peminum yang hebat, apa kau ingat saat dahulu kita masih berkencan? Kau sering mengajakku menyelinap ke Tavern setidaknya tiga kali seminggu."

"Kau menyuap semua penjaganya supaya mengijinkan kita masuk meskipun saat itu kita berdua masih di bawah umur," ia terkekeh pelan.

Hal terakhir yang kuperlukan adalah bernostalgia dengannya, dan mendengar dia membicarakan peristiwa yang sama sekali tak ingin kuingat-ingat lagi.

"Kapan interpol menghubungimu?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

Tisha memutar pandangannya ke langit-langit kabin tampak seperti sedang berpikir.

"Sekitar seminggu yang lalu, setelah aku sampai di New York." sahutnya kemudian.

Itu adalah saat aku mendekatinya untuk mencari informasi tentang ayahnya.

Jika Tisha mengatakan yang sebenarnya, maka dari awal harusnya interpol tak perlu bersusah payah memintaku untuk bekerja sama.

Mereka bisa saja menyelesaikan kasus ini lebih cepat dengan bantuan Tisha, tanpa harus melibatkan keluargaku dan juga Mia.

Kecuali salah satu dari mereka telah berbohong padaku.

"Apa kau tahu kalau interpol bukan cuma berniat menutup bisnis ilegal milik para kartel itu? Tapi juga akan menangkap ayahmu karena ia telah bekerja sama dengan mereka."

"Tentu saja aku tahu."

"Dan kau tetap mau membantu?" tanyaku tak percaya.

"Dengar, Jason, para kartel telah membuat situasi memburuk sejak setahun terakhir,"

"Interpol bukanlah satu-satunya pihak yang berusaha menghentikannya, cuma masalah waktu sebelum mereka berhasil melakukannya."
"Jadi membantu mereka seperti kesempatan bagiku,"

"Apa ayahmu tahu kau terlibat?"

Dia tidak menjawabnya tapi sorot matanya mengatakan segalanya.

Aku penasaran bagaimana sikap Antonio saat mendapati putrinya mengkhianati dia.

Kurasa itu tak akan mudah diterima.

"Aku hanya mencoba berbuat hal yang benar," ia berkata sambil meraih gelasnya kembali lalu menyesap minumannya perlahan.

"Jadi maksudmu tak ada motivasi lain? Semua tindakan mulia ini, bahkan menyerahkan ayahmu sendiri ke tangan interpol hanya karena hati nuranimu mendadak berbicara?"

Harus kuakui sulit membayangkan kalau seseorang seperti dia, secara sukarela mau mengorbankan dirinya demi kepentingan orang lain.

Maksudku, orang mungkin bisa berubah, tapi tidak secepat itu.

"Ya," sahutnya singkat.

Aku mendengus mendengarnya,
"Setelah semua ini berakhir kurasa kau pantas diberi medali penghargaan karena kontribusimu yang luar biasa," kelakarku.

Ia mengacuhkan komentarku,
"Seperti yang kubilang tadi, interpol tak pernah mengatakan apapun soal kehadiranmu di Meksiko bersamaku, itu menggangguku."

Night and A Day # The Begining (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang