Episode 55

952 77 53
                                    


Jason POV

Aku meraih dari tumpukan baju beberapa potong kemeja dan sweatshirt yang ada di atas tempat tidur lalu menjejalkannya ke dalam tas.
Kutambahkan jam tangan, sebuah gawai dan iPod ke dalamnya—aku merasa perlu membawa barang-barang yang bersifat pribadi, mengingat bahwa ini semua adalah perlengkapan tambahan untuk keperluan proses identifikasi nantinya.

Phillip mengatakan sesuatu tentang membantu polisi menyimpulkan hasil post mortem dengan lebih cepat.

Aku tidak begitu yakin apa artinya, tapi ini semua mungkin diperlukan.

Tanganku terhenti saat menatap bingkai foto yang ada di atas nakas di samping tempat tidur.
Aku menghembuskan napas panjang, mengulurkan tanganku meraihnya seraya duduk di tepi ranjang.

Kupandangi foto Mia yang tengah tersenyum sambil memelukku dengan latar belakang bukit Brookefield yang membentang indah jauh di belakang kami.

Foto ini diambil beberapa minggu yang lalu, saat pertama kalinya aku mengajak Mia berkunjung ke Suffolk.

Dia menyukai tempat terbuka hijau dengan pemandangan yang bagus, karena itu aku membawanya kesana.
Ia terlihat sangat bahagia waktu itu.

Aku memejamkan mata ketika gelombang emosional mulai menderaku.

Aku tidak ingin pergi, yang kuinginkan adalah bersamanya.
Tapi kadang segala yang terjadi tak selamanya berjalan seperti yang kita inginkan.
Sekarang ini, jauh lebih aman baginya jika ia tidak bersamaku.

Aku tidak tahu apa yang mungkin menantiku di ujung jalan, tapi jika ada kesempatan bagiku untuk mengubah semua ini, untuk menjauhkan segala hal yang mungkin akan menyakitinya, akan kulakukan apapun untuk mewujudkannya.

Kilasan memori memenuhi pikiranku silih berganti, menimbulkan kesuraman dan lebih banyak rasa nyeri yang menghantamku.

Aku mengkhawatirkannya.
Meninggalkannya bukan berarti serta merta menghapuskan seluruh kecemasanku.
Kusadari itu sejak waktu kepergianku ke Meksiko telah ditetapkan, tiap hari aku tak bisa berhenti memikirkannya,
Apa yang akan terjadi padanya setelah aku pergi?

Dulu aku selalu berpikir peduli pada seseorang adalah hal yang sia-sia, hanya menghabiskan seluruh energimu, waktumu dan pikiran akan kebutuhan.
Itu definisi lain dari kelemahan.

Hingga aku bertemu dengan Mia.

Segala yang kupikir membuatku kuat, dan semua yang kuyakini selama ini ternyata salah.
Dia membuatku mengerti bahwa kuat bukan tentang bagaimana aku membentengi diriku, mengabaikan sekelumit nurani untuk peduli pada seseorang karena aku ingin menghindari rasa sakit di kemudian hari.

Tapi apa yang membuatku kuat adalah karena perasaan yang kumiliki untuknya.
Itu membuatku mampu bertahan menghadapi konsekuensi apapun agar aku bisa melindunginya.

Dan segalanya yang kumiliki menjadi tidak berarti dibandingkan bila aku kehilangannya.

Ini bisa menjadi keputusan yang terbaik atau mungkin suatu saat aku akan menyesalinya.
Tapi aku tahu aku harus melakukannya.

Aku membuka laci nakas, menatap sebuah kotak berwarna cokelat yang ada di dalamnya.
Aku mengambilnya dan memegangnya dengan kedua tangan di atas pangkuanku.

Aku membukanya, mendapati sebuah liontin bertahtakan batu topaz berwarna chrysolite disematkan di dalamnya.
Rasa sakit dan kerinduan menghinggapiku ketika melihatnya.

Liontin ini dulunya adalah milik ibuku. Kesayangannya.
Satu-satunya barang pribadi yang ia bawa hingga akhir hayatnya.
Dia pernah berkata padaku bahwa ayahku memberikan liontin ini sehari setelah pernikahan mereka, sebuah simbol dari cinta sejati.
Ia mempercayainya sepenuh hati.

Night and A Day # The Begining (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang