Episode 44

1.3K 76 51
                                    


Ada kalanya, saat sesuatu yang benar-benar bagus terjadi dalam hidupmu— ketika kau pikir tak bakal ada momen yang bisa lebih baik lagi.
Biasanya, hal buruk cenderung akan mengikuti setelahnya.

Tapi aku sangat berharap, saat ini bukanlah salah satunya.

————————————

"Yang itu."
Mia menunjuk ke langit, ke arah kumpulan bintang yang berkelip seperti titik-titik lampu pijar.

"Itukah pilihanmu?"

Kupakaikan mantelku menutupi bahunya yang terbuka, lalu melesakkan diriku ke salah satu bangku kayu yang ada di rooftop penthouse kemudian menariknya untuk duduk bersamaku.
Kulingkarkan tanganku memeluk pinggangnya yang ramping.

Mia merapatkan dirinya di lekukan lenganku sambil menyandarkan kepalanya dekat di bahuku.
Dan saat dia mendongak menatapku, mata karamel-nya memantulkan cahaya bulan, membuatnya tampak berkilauan serupa senja yang berwarna keemasan.
Ia menghembuskan napas panjang sambil menganggukkan kepalanya.

"Sinarnya paling terang, dan juga indah sekali."

Aku memandangi wajahnya yang setengah tersembunyi di bahuku. Pipinya merona, sebaris senyum di bibirnya.
Dia terlihat begitu cantik.

Seandainya aku harus memilih satu saja momen yang sempurna dalam hidupku, maka itu adalah saat ini.

Bersamanya, hanya kami berdua.
Jauh dari semua orang dan segalanya.
Menatap langit malam yang diterangi bintang-bintang.

"Apa namanya Jason?" ia bertanya memecah keheningan seraya menggenggam kelepak mantel panjangku yang menyelimuti bahunya.

Ibu jariku mengusap sisi wajahnya perlahan naik turun, sambil memandang salah satu deretan bintang yang ditunjukkannya.
"Itu Ursa Minor— Sang penunjuk arah, jika kau melihat Polaris-nya saat langit sedang cerah, maka kau tidak akan pernah tersesat,"

Mia mendongakkan kepalanya menatapku, rona kemerahan bersemu mewarnai wajahnya.
"Bintang Utara?" bisiknya.
"Waktu kecil aku suka sekali cerita itu."

"Lihat, sekarang kita punya kesamaan," sahutku ringan.
"—tentunya selain perasaan terhadap satu sama lain." tambahku menggodanya.
Aku menikmati reaksi terpana bercampur malu yang terlintas di wajahnya.

Kami berpandangan. Waktu bergulir.
Angin musim semi meniup ringan helaian rambut mahogany-nya yang selembut sutra.
Suara keramaian yang riuh rendah masih terdengar samar-samar jauh dari dalam ruangan pesta.

Lalu tiba-tiba saja raut wajahnya berubah murung.
Mia menarik dirinya menjauhiku, ia menyelipkan sehelai rambutnya ke belakang telinga dengan gusar sambil menghindari tatapanku.

"Jason aku mendengar sesuatu—sebuah rumor, yang mengatakan Blues mengganti penyanyi untuk pengisi soundtrack-nya di detik-detik terakhir demi aku,"
Ia berpaling menatapku, kini sorot matanya tak lagi bercahaya.

"Menurut rumor itu, Blues menerimaku hanya karena aku telah mendapat bantuan dari orang dalam."

Keparat!

Serta merta kuraih kedua tangannya yang saling terkepal di atas pangkuannya, meremasnya pelan.
"Itu tidak benar." kataku nyaris marah.

Aku harus mencari tahu darimana asalnya berita itu menyebar. Nanti.
Kini yang terpenting adalah menenangkan Mia, jangan sampai hal ini membuatnya jadi meragukan diri sendiri.

"Dengar, seperti yang pernah kubilang, mereka melihatmu bernyanyi di pesta ulang tahunku dan menyukainya, itu sebabnya mereka memilihmu."

Dia bergeming, kedua mata karamel-nya memandangiku bergantian seolah sedang mencoba meyakinkan dirinya.

Night and A Day # The Begining (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang