Mia Summers POV
Aku bergerak dari tidurku ketika mendengar suara berderit rel tirai jendela yang digeser membuka dengan cepat.
Seketika sinar matahari pagi yang terang benderang masuk menembus kaca jendela menimpa wajahku.
Kuangkat tanganku untuk melindungi mataku dari cahayanya yang menyilaukan dan membuat kedua mataku berdenyut-denyut.Bau obat-obatan dan disinfektan yang tajam perlahan memenuhi hidungku.
Aku menggenggam tepian selimut yang menutupi separuh tubuhku, berusaha mengerjap beberapa kali untuk menghalau pikiranku yang berkabut."Pagi,"
Aku menoleh dan mendapati seorang perawat wanita yang berpakaian hijau muda tengah berdiri di samping tirai jendela kamar tempatku berada.
Ia berjalan melintasi ruangan, sepatunya meninggalkan bunyi ketukan halus saat ia berjalan mengitari brankar tempat tidurku.Perawat wanita itu mengulurkan tangannya untuk memeriksa selang infus yang menancap di tangan kiriku, lalu mengamati tetesan cairan dari dalam ampul kemudian menulis sesuatu dalam catatan yang dibawanya.
"Ini pertanda bagus, sepertinya hari ini juga, kau kemungkinan sudah diijinkan pulang," ia berkata ringan, ada senyum di dalam suaranya.
Tanpa bisa dicegah pikiranku mulai berkelana, memutar mundur ingatan sebelum aku sampai ke tempat ini.
Aku menelan ludah dengan susah payah ketika kesadaran perlahan-lahan mulai meresap dalam benakku.
Sedikit demi sedikit, seperti kepingan puzzle yang disatukan, aku mulai mengingat hal terakhir yang kusaksikan pada berita malam itu, sebelum aku kehilangan kesadaran.
"Para petugas yang menarik mobil itu dari dasar jurang, membebaskan mayat yang nyaris tak bisa dikenali dari dalam rangka mobilnya yang rusak parah."
Waktu kudengar mereka menyebutkan nama pengemudinya, saat itulah kurasakan duniaku jungkir balik.
Lalu semuanya menggelap."Kau baik-baik saja?" suara perawat itu menarik pikiranku kembali.
Bukan diriku yang kukhawatirkan, batinku kalut.
Rasa nyeri tiba-tiba menghujam dadaku, membuat sekujur tubuhku mengkerut dan menggigil.
Sakitnya tak terperi hingga kupikir aku mungkin bisa mati karenanya.Sebagian dari otakku menolak untuk memercayainya.
Bahwa mungkin ingatanku sedang kacau karena kondisiku saat ini.Seperti yang sering dikatakan oleh orang-orang, saat kau tidak dalam kondisi prima pikiranmu mungkin akan menciptakan kesadaran lain yang menyesatkan.
Sebagai perwujudan dari hal yang paling kau takutkan."Kau ingat apa yang terjadi?"
Suara perawat itu bergema di kepalaku, memantul seperti di dalam terowongan.
"Mereka bilang seseorang menemukanmu pingsan di dekat tempat kerjamu, kemudian menghubungi ambulan."Aku menggoyangkan kepalaku, berusaha mengusir bayangan-bayangan yang menyakitkan itu.
"Tidak?" ia berkata lagi, sepertinya salah mengartikan gestur tubuhku.
"Jangan khawatir, itu wajar, apalagi setelah berjam-jam tak sadarkan diri, tapi kau akan segera mendapatkannya begitu obat baru yang diberikan mulai bekerja."
Hentikan.
Kumohon berhentilah berbicara, aku ingin berteriak padanya.
Bayangan-bayangan yang kulihat itu kini tampak semakin jelas dalam benakku.
Kupejamkan mataku kuat-kuat.
"Kita hanya perlu dokter jaga pagi ini meng-konfirmasi kondisimu."
"Diagnosis awal tidak ada trauma, atau cidera subdural di kepala, itu seharusnya sangat bagus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Night and A Day # The Begining (Completed)
RomanceJason Marshall punya segalanya yang diinginkan oleh semua orang. Uang, ketenaran, karir yang cemerlang serta penampilan yang sanggup membuat semua wanita bertekuk lutut padanya. Tapi sebuah skandal yang terjadi, memaksanya pindah ke New York, demi...