Episode 27

1.9K 83 69
                                    


Jason POV

Seseorang pernah mengatakan padaku saat aku masih kanak-kanak. Kuingat, waktu itu kami sekeluarga sedang berkumpul di Palm Springs untuk merayakan liburan Thanksgiving.

Aku bergabung dengan para pria dewasa yang mengisi waktu setelah makan malam, dengan bermain kartu di balkon luas di lantai dua yang berhadapan langsung dengan pemandangan gunung dan ngarai yang dilengkapi dengan gondola yang melintasi area Tramway.

Aku duduk di dekat kakekku, mengawasinya memenangkan hampir seluruh babak pada permainan malam itu.
Ia tak bisa berhenti mengolok uncle Teddy yang menurutnya permainannya terlihat sangat kacau.

"Aku sulit konsentrasi pada apapun,"
Uncle Ted menggaruk tengkuknya dengan gusar.

"Sally terus mengoceh tentang buruknya lingkungan sekolah di Riverside untuk si kembar dan memintaku memindahkan mereka ke Sacramento, padahal itu sama sekali tidak ada hubungannya, mereka hanya suka membolos dan mengarang alasan agar tidak disalahkan,"
Dia menjajarkan quads dengan enam hati di tengah meja.

"Apa masalahnya?" Quentin, pamanku yang lain meletakkan quads delapan sekop.

"Sally terlalu mempercayai anak-anak itu, sedangkan aku tak bisa menolak keinginannya," keluhnya.

Kakekku mengibaskan tangan di depan wajahnya,
"Itu hal yang lumrah, aku mengalaminya bersama ibu kalian selama tiga puluh tahun pernikahan kami, dan sepertinya akan selalu begitu,"

"Apa itu hal yang buruk Pop?" tanyaku sambil menelengkan kepala menatapnya.

Kakekku mengangkat alis memandangku dan tampak berpikir sejenak, seolah sedang mencari kata-kata yang tepat, lalu ia tersenyum sambil berkata,
"Tidak juga kid, kadang para pria suka bertindak bodoh saat sedang jatuh cinta, tapi percayalah, itu tidak selalu berarti hal yang buruk."

****************
Aku punya satu keinginan sederhana bersama Mia saat kami kembali ke New York.
Baiklah, mungkin dua atau tiga...

Mengingat atmosfir di antara kami yang sepertinya mulai membaik.

Aku berencana mulai dari mengajaknya ke Montrelle, restoran favorit ibuku dulu, memesan seluruh tempat beserta orkestra mereka, dan juga sedikit dekorasi.

Well, kau tahu, tidak ada yang lebih meluluhkan hati seorang cewek saat kau menawarkan makan malam romantis ditemani musik klasik serta dikelilingi karangan bunga yang indah.
Bahkan untuk Mia, aku yakin itu.

Tapi yang kudapat begitu kami tiba di bandara adalah :
"Aku bakal melewatkan pementasan perdana Marquis karena liburan tak terduga-mu ini," Mia melihatku dengan tatapan menyalahkan.

"Aku mesti mengambil shift kerja lebih banyak karena sudah membebankan pada yang lain untuk menggantikanku, terima kasih banyak Jason," ujarnya sarkastis sambil menyibakkan rambut saat menunduk meraih troli kopernya.

"Mungkin lain kali kau bisa cukup peduli untuk bertanya dulu padaku sebelum memutuskan ... " dan ia terus berbicara sambil berjalan.

Mia mengatakan sesuatu yang mungkin terdengar seperti omelan, tapi sekarang ini yang kulihat seratus persen berbeda.

Wajah oval cantik-nya bersemu karena sinar matahari, rambut mahogany-nya sehalus sutra bergerak ringan saat ia menggoyangkan kepala ketika ia menoleh padaku, dan bola mata karamelnya yang sepekat madu berkobar saat dia mendelik dengan kemarahan yang menggemaskan.
Bagaimana dia bisa terlihat begitu cantik?

"... dan sekarang aku tidak tahu siapa yang bisa membantuku..."

"Aku bisa melakukannya," aku mendengar diriku berbicara spontan.

Night and A Day # The Begining (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang