Episode 52

1K 78 46
                                    


"The best love is the kind that awakens the soul and makes us reach for more, that plants a fire in our hearts and brings peace to our minds. And that's what you've given me. That's what I'd hoped to give you forever " 

~Noah Calhoun~ The Notebook

Jason POV

Berapa banyak waktu yang telah kulewatkan sejak pertama kali kami bertemu?

Aku tak pernah benar-benar memikirkan hal ini sebelumnya.

Tapi setelah segala yang terjadi dalam hidupku, aku menyadari satu hal.
Bahwa setiap orang memiliki satu momen khusus dalam hidupnya yang tak akan pernah terulang kembali.

Jika kau melewatkannya maka itu hanya akan menjadi kepingan masa lalu yang terlepas dari hidupmu, yang entah bagaimana, tak akan ada sesuatu apapun yang bisa menggantikan tempatnya.

Aku pernah kehilangan dia.

Dan aku bahkan tidak menyadarinya sampai aku melihat dia kembali di hari itu.
Aku ingin memercayai bahwa saat itu adalah momenku.
Dan aku tidak ingin melepaskannya.

————————————

"Ini semua idemu?"
Mia mengerutkan keningnya melihatku berjalan mendekat ke bangku taman tempatnya berada.
Dia tampak marah.

Tapi setidaknya ia tidak beranjak.
—atau lari dariku.

Aku masih punya kesempatan.

Aku menghela napas panjang lalu menurunkan tubuhku berjongkok di depannya sehingga wajah kami sejajar, lalu melepaskan sarung tanganku untuk menggenggam tangannya yang terkepal di atas pangkuannya.

"Di luar dingin, kau bisa kena flu, Mia."

Ada secercah kilatan di matanya saat mendengar perkataanku, tapi itu menghilang secepat ia datang.

"Apa pedulimu?"
Ia menarik tangannya dariku.

Aku merasakan jantungku mengkerut di rongga dadaku saat menatap ke dalam matanya dan kulihat kesedihan itu masih ada di sana.

Dia tidak bicara padaku selama berhari-hari, itu menyiksaku.
Jadi mendengarkannya saat ini meski ia sedang menumpahkan semua kemarahannya, bagaimanpun, membuatku sedikit terhibur.

"Aku merindukanmu sweetheart."

Kulihat kilatan itu kembali di matanya sebelum ia buru-buru mengerjap dan mengalihkan pandangannya dariku.

"Kenapa? Kau merasa kehilangan karena sekarang kita tidak bicara lagi satu sama lain?"
"Jangan khawatir, kuyakin kau akan segera terbiasa,"

"Lagipula kau punya begitu banyak teman,"
"Belum termasuk gadis Latin yang menempel padamu waktu itu—"

Baiklah ini sudah cukup.
Semakin dia menyebutkan tentang gadis lain, ia terdengar makin marah.
Aku tak bisa menjelaskan alasanku bersama Tisha malam itu, tapi dia harus tahu perasaanku yang sebenarnya.

"Kukira menjauhkanmu dari semua masalahku adalah yang terbaik,"
"Aku tak ingin membuatmu cemas, karena itu aku tidak mengatakannya padamu."

Ia menggerakkan kepalanya dan untuk pertama kalinya, dia menatap mataku.
Kini aku bisa merasakannya bahwa kami saling terhubung satu sama lain.
Ini saatnya.

"Aku mencintaimu Mia."

"Jangan bilang aku tidak peduli padamu, kaulah satu-satunya yang paling kupedulikan."

Perlahan kulihat sinar matanya melembut ketika ia melihatku, itu membuat satu beban berat seolah terangkat dari hatiku.

Aku meraih tangannya kembali, kali ini ia membiarkan jemarinya berada dalam genggamanku.
"Kadang aku mengatakan hal-hal yang tidak seharusnya kukatakan, seperti malam itu,"
"Caraku bicara padamu," aku berhenti dan mengamati wajahnya lekat-lekat.
"Aku minta maaf, Mia."

Night and A Day # The Begining (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang