Episode 26

1.9K 90 66
                                    


Jason POV

Tatapanku terkunci pada sosok Mia selagi aku berjalan perlahan masuk ke dalam kamarnya.
Ia terlihat begitu mungil berbaring di sana, bergelung dengan selimut menutupi setengah badannya.
Bahunya bergetar dan suara isakan pelan terdengar samar dari tempatku berada.
Jantungku mengkerut di rongga dadaku saat menyadari dia tengah menangis.

Aku hanya berdiri di sana selama beberapa saat, menatapnya.
Mencoba meresapi perasaan yang kini membanjiri benakku ketika aku melihatnya.
Dan saat itulah aku menyadarinya.
Aku mencintai Mia.

Perasaan itu kini menjadi tidak terelakkan.
Sama seperti mentari yang terbit di pagi hari.

Perasaan ini begitu indah sekaligus membuatku takut di saat yang bersamaan.
Cinta selalu membawa bencana pada akhirnya.
Itulah yang kupercayai.
Aku tak bisa melepaskan kenangan tentang apa yang terjadi pada kedua orang tuaku begitu saja.
Bagaimana hal seperti cinta bisa membuat hidup ibuku seperti di neraka yang diciptakan olehnya sendiri, hingga akhir hayatnya.

Aku tidak bisa membayangkan, Mia akan mengalami hal-hal seperti itu.
Dia tidak boleh sampai mengalaminya.
Mia terlalu indah, murni dan juga rapuh, sehingga memikirkan bahwa aku bisa saja membuat kesalahan di kemudian hari dan merenggut itu semua darinya, membuatku takut.

Seharusnya aku melepaskan dia, seperti permintaannya.
Mungkin itu memang hal yang benar untuk dilakukan, tapi bayangan tidak akan pernah memilikinya selamanya juga sama buruknya bagiku.

Aku tak pernah meminta apapun seumur hidupku.
Tapi saat ini, satu-satunya yang kuinginkan adalah memintanya untuk menerimaku.
Tapi cukup beranikah aku meminta dia melakukannya?

**************

Mia POV

Aku tak lagi mendengar Jason berbicara, untuk sesaat kukira dia sudah pergi tetapi kemudian ia berkata kembali,
"Kau akan sakit jika terus menangis seperti itu, Mia."

Kini langkahnya menghampiri lemari kabinet yang ada di ujung ruangan, aku mendengar seperti suara benda yang diseret, menduga itu adalah kursi kayu berbantalan yang ada di sana.
Lalu ia berjalan mengitari tempat tidur dan menempatkan kursi itu di kaki ranjang.

"Apa pedulimu," suaraku masih tercekat tapi aku mencoba yang terbaik untuk menghentikan tangisku.
Ini pasti membuatku terlihat konyol dan begitu kekanakkan di matanya.
Mungkin diam-diam dia tengah mengejekku sekarang.

"Pergilah Jason, kau tidak perlu bersikap seolah kau peduli,"
"Aku sedang tidak ingin menjadi proyek amal-mu sekarang," aku menekan telapak tanganku ke wajah untuk menghapus air mataku.

Sebuah tawa dingin yang parau terdengar menggema di seluruh ruangan.
"Itu, adalah gagasan paling konyol yang pernah kudengar, darimana kau mendapatkan pemikiran seperti itu?" ia berkata heran di tengah tawanya.

"Hei, lihat aku," suaranya menuntut dan tidak sabaran.

Aku tidak bergeming.
Sebenarnya kenapa dia masih di sini?
Seharusnya sudah cukup dia menyampaikan maksudnya, dan aku mengatakan apa yang kuinginkan di rumah kaca tadi.
Tidak bisakah dia membiarkanku sendiri?

Aku mendengarnya menghela napas panjang sebelum ia berbicara kembali,
"Kau mau dengar sebuah cerita?" nada suaranya melembut.

"Baiklah kau bisa diam di sana," ia berkata lagi karena aku tidak kunjung menjawabnya.
"Dan berpura-pura tidur atau apapun, dan aku... hanya akan berbicara dengan diriku sendiri di sini,"

Keheningan menyelimuti ruangan saat tak ada satupun dari kami yang bersuara, aku menggigiti bibirku dengan gelisah ketika tanpa sadar kudapati diriku menunggunya bicara.

Night and A Day # The Begining (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang