Episode 67

720 77 30
                                    

Kebanyakan orang hanyalah biasa.

Mereka serupa pancaran cahaya.
Beberapa dari mereka kadang berwarna metalik.
Dan beberapa lainnya cerah.

Tapi di satu waktu, kau akan menemukan seseorang yang berwarna-warni.

Dan saat kau bertemu seseorang seperti itu, ia tiada bandingannya.

~ Wendelin Van Draanen (Flipped)

... I would rather share one lifetime with you than face all the ages of this world alone.  ¤Arwen&Aragorn¤

Jason POV

Bunyi derap langkah kaki polisi yang berlarian menyebar seolah datang dari berbagai penjuru, bercampur dengan teriakan hiruk pikuk kelompok Antonio yang tersudut bergema di segenap area di sekelilingku.

Suara sirine meraung dari kejauhan kian mendekat.
Aku mendengar seseorang menyerukan bahwa paramedis telah tiba, dan juga memperingatkan tentang betapa genting situasi setelah baku tembak dengan kelompok Antonio.

"Satu korban terjatuh."
kudengar seseorang berseru.

Kemudian aku melihat dari sudut mataku sebuah mobil ambulan berhenti sekitar dua ratus meter dari tempatku berada.
Beberapa petugas medis keluar dari dalamnya seraya menarik brankar bersama mereka.

Aku mempererat pelukanku pada tubuh Mia.

Satu-satunya yang dapat kurasakan saat ini, adalah ketakutan.
Itu menguasai diriku.
Begitu kuat, tak dapat kugambarkan.
Aku berlutut dengan memeluk erat tubuh Mia yang tak bergerak di pangkuanku, menekan punggungnya yang terus mengucurkan darah dengan mantelku.

Wajahnya pucat pasi dan kedua kelopak matanya terpejam erat.
Rambut mahogany-nya yang terurai  berubah warna menjadi pekat seperti karat karena noda darah.

Rasa panas menyengat kedua mataku ketika pandanganku mulai dikaburkan oleh air mata.

"Mia—" aku tercekat.

Semua pertahananku runtuh saat kurasakan tubuhnya yang terkulai lemah dalam pelukanku, perlahan semakin dingin.

Dan aku mulai kehilangan diriku.

"Kumohon, Mia, bukalah matamu." aku berbisik putus asa di wajahnya.

Tidak.

Ini tidak nyata.

"Sir, kami perlu mengevakuasinya," aku mendongak dan mendapati paramedis kini telah mengerumuni kami.
Mereka berjongkok di dekat Mia kemudian dengan cekatan memindahkannya ke atas brankar.
Salah seorang dari mereka menjaga tubuh Mia dalam posisi miring selagi memeriksa luka di punggungnya.

Ia mengembalikan mantel padaku, lalu menyisipkan kain tebal ke balik bajunya sebagai penggantinya.
Namun ketika melihatnya hendak melilitkan tourniquet ke tubuh Mia tanganku sontak terulur menahannya.

"Apa yang kalian lakukan? Itu akan membuatnya sangat kesakitan."

"Dia kehilangan banyak darah, tidak ada cara lain atau dia bisa kehabisan darah sebelum sampai ke rumah sakit."
"Kita tentu tak menginginkan hal itu terjadi." ujarnya tegas.

Kemudian ia berpaling pada rekannya yang masing-masing berada di sisi brankar.
"Analisis."

"Tekanan darah 145, dan terus menurun," salah seorang dari mereka berseru seraya memasukkan selang pernapasan melalui mulut Mia, sedangkan yang lain memasang infus di pergelangan tangannya.

Ia membuka kelopak mata Mia yang terpejam lalu memeriksa pupilnya.
"Tanda-tanda vital, krisis."

"Sekarang menjadi 140, dia perlu plexus block, ASAP. "
"Dan sedative, dia bisa kolaps kapan saja selama perjalanan ke rumah sakit."

Night and A Day # The Begining (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang