Episode 42

1.4K 78 54
                                    


Aku mencoba membuka mata, cahaya di mana-mana, itu berasal dari atas, atau dari samping— atau keduanya.
Terasa seperti titik-titik yang menyakitkan, terlebih di kepalaku.

Seakan ada awan menggantung rendah di atasnya, seperti kabut tipis dari kanal pada pagi hari.
Memblokir pikiranku saat berusaha untuk mengingat sesuatu.

Aku menggoyangkan kepalaku mencoba mengusir kabutnya, tapi itu tidak mau pergi.

Sekarang terdengar suara-suara, bergema seperti dari dalam terowongan.
Aku mengerenyit, sangat sulit memusatkan pikiran untuk mendengarnya dengan jelas. 
Kupejamkan mata kembali, berharap hal ini bisa meredam dengungan di telingaku serta menyingkirkan kabutnya.

"Berapa banyak sebenarnya propofol yang kau gunakan? Dasar idiot! Jika sampai terjadi sesuatu padanya... "

Suara seorang pria. Berat dan dalam, dengan aksen inggris yang kental.
Lalu suara berirama seperti sol sepatu yang beradu dengan lantai, hilir mudik. Clack clack clak.

"Hanya empat miligram, lagipula, kaulah yang menyuruhku bergegas Phill,"
Kali ini suaranya lebih muda, terdengar gugup.
Lalu ada bunyi lain seperti benda-benda yang digeser.

"Kubilang suruh dia masuk ke mobil, bukan membiusnya, demi Tuhan!"

Membius?

Kini mataku membuka tanpa bisa dicegah, bayangan-bayangan samar pada awalnya, seperti tiang-tiang tinggi yang menjulang berwarna gelap.
Aku mengerjapkan mata, mengerang pada rasa sakit yang tiba-tiba menekan kepalaku.
Kemudian pandanganku menjadi semakin jelas, seterang di bawah sinar matahari.

Aku berada di atas sofa kulit berwarna kelabu, di sebuah ruangan yang asing.
Dengan dinding kedap suara, seperti yang biasa kulihat di studio recording.
Beberapa peralatan dengan monitor besar yang tidak kukenali memenuhi sisi lain ruangan.

Kemudian aku melihat empat orang pria, mereka semua tengah mengelilingi sebuah meja logam  yang ada di tengah ruangan.

dan ada banyak senjata berserakan di atasnya.

Sial!

"Hei, dia sudah sadar." salah seorang dari mereka yang berpenampilan serba hitam berkata ketika melihatku beringsut duduk.
Kini ketiga orang yang lain ikut mengarahkan pandangannya padaku.

Alarm peringatan berbunyi di dalam kepalaku.

Aku memikirkan skenario yang  buruk dalam benakku saat ini, amat sangat buruk.

Sial, seharusnya aku menuruti omongan Pop dulu, untuk menyewa satu atau dua orang penjaga yang bisa mengawalku kemana-mana.
Setidaknya, aku mungkin tidak perlu berada dalam situasi seperti ini.

Aku berpegangan pada sandaran sofa untuk membantuku berdiri, mencegah diriku terhuyung.

"Hei man, bagaimana kondisimu?" pemuda yang kuingat mendatangiku di jalan sebelumnya, kini ia berjalan mendekat kearahku dengan langkah cepat.

Brengsek.

"Hei hei Abbs, tunggu, kupikir itu bukan ide yang bagus untuk—"

Dia telah berada di depanku, dan ketika ia hendak mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahuku, kulepaskan tinjuku dengan sekuat tenaga ke wajahnya.

****************

"Kau tidak apa-apa? Efek samping obat bius-nya sepertinya sudah mulai hilang."

Aku menatap skeptis pada pria setengah baya yang duduk di seberangku. Phillip Ward.

Dia memperkenalkan dirinya sebagai agen interpol dari Inggris.
Serta sederet omong kosong lainnya.

Night and A Day # The Begining (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang