Aku mulai tidak nyaman dengan tidurku, tangan kiriku yang terpasang selang infus terasa ngilu. Sedikit kucoba membuka mata yang terasa berat dan sakit kepala yang masih membabi buta. Kumiringkan badanku sedikit, ada deven terduduk di kursi dengan kepalanya di bed-ku, meskipun sedikit blur tapi aku tau itu dia. Aku membenarkan posisi tidurku.
Sebentar...
Pandanganku samar-samar melihat sosok manusia duduk di ujung sofa. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali, berusaha fokus menatap sosok itu dengan pandangan yang masih sedikit kabur.
"Siapa?" tanyaku lemah.
"Kenapa bangun neth? Sakit tangannya?" Timpal sosok itu.
Aku sedikit tenang, jika ia menyahutku seperti itu berarti kemungkinan besar ia manusia, bukan arwah penunggu rumah sakit.
Aku hanya mengangguk lemah dan ingin membangunkan deven.
"Jangan neth, kasian deven baru aja ketiduran" Larangnya.
"Ini aku, andrew" Lanjutnya."Andrew?" ulangku.
"Iya, tadi deven chat di grup minta izin nggak bisa ikut rapat katanya jagain kamu disini, makanya aku tau kamu dirawat" jelasnya. Aku hanya mengangguk.
Kalian bayangkan kondisi ruangan saat itu? Dua sosok lelaki menungguiku seperti itu. Tuhan haruskah aku bersyukur atas ini?
Aku memejamkan mataku lagi, daripada aku harus banyak berinteraksi dengan andrew.
Selang berapa lama, samar-samar kudengar seorang membangunkanku."Mbak, cek darah lagi ya, sama penyuntikan obat dan antibiotik lagi" ucap suster. Aku hanya mengangguk, bersiap merasakan panas, ngilu sampai pedih di badanku lagi.
Seperti sebelumnya, beberapa saat setelah obat itu mulai bereaksi, maka aku akan kesakitan lagi. Naasnya saat ini deven sedang tidak ada diruangan, ntah kemana perginya.
"Aauuuww..." aku menggigit bibirku menahan rasa ngilu yang menjalar.
"Sakit banget neth?" andrew mendekat ke arahku. Aku mengangguk.
"Tadi aku udah bilang sama susternya supaya jangan dibangunin biar nggak sakit. Tapi malah dibangunin" Jelasnya.
"Deven..." maksudku menanyakan kemana ia.
"Deven lagi ke apotek, tadi di suruh suster" Jelas andrew. Ia duduk di kursi tempat deven tadi, mengibas-ibaskan buku tipis yang ada di meja untuk mengipas lenganku. Aku tidak menghiraukan apapun lagi, sungguh rasa kebas di badanku menyita fokus.
Cekleekkk.... Pintu ruangan terbuka.
"Udah disuntik ya?" tanya deven pada andrew. Yang ditanyai hanya mengangguk beralih dari posisinya.
"Maaf ya tadi ditinggal sebentar" ucapnya mengusap kepalaku dan mengambil tugas mengipasiku. Saat seperti ini udara dingin dari AC saja tidak cukup bagiku.
Sekitar 30 menit deven terus mengusap kepala dan lenganku bergantian, sedang tugas pengipas diambil alih oleh andrew.
"Dev, nanti ada kuliah?" tanyaku.
"Nggak apa sudah titip izin sama clinton" jawabnya tersenyum padaku.
"Sini.." Aku mengarahkan kepalanya ke dekat bahuku.
"Maaf kamu jadi kelelahan" kataku mengusap wajahnya.
"Sssstttt... Udah, janji jangan diulangi sakit seperti ini lagi" katanya.
Aku memejamkan mataku perlahan sambil mengusap-usap kecil wajahnya. Aku lupa kalau saat ini tingkahku pasti sedang ditonton andrew.
So sorry ndrew...
KAMU SEDANG MEMBACA
Kemarin Lusa
Teen Fiction"Semua memang akan ada masanya". Ya seperti itulah yang biasa orang-orang ucapkan. Aku hanya bisa menarik satu sudut bibirku dengan sedikit menyipitkan mata dan nafas yang dalam ketik mendengarnya. "Berhenti bukan artinya pergi Sakit bukan berarti h...