(46) a reason

1.1K 126 78
                                        

Dini hari....

Setiba di kos lifia saat itu, aku akhirnya bisa sedikit lega meluapkan sesak yang kutahan sejak kedatanganku di stasiun tadi.
Aku menceritakan semua kehambaran antara aku dan deven pada lifia sedetail mungkin. Fia adalah sahabatku, ia juga cukup dekat dengan deven. Itulah mengapa aku merasa fia adalah orang yang tepat untuk mengerti keadaanku. Di jogja aku punya joa, di Bandung aku punya fia.

"Yaampun neth aku gak nyangka deven seberubah itu. Padahal waktu kamu ke bandung lalu, justru dia yang tampak sangat takut kamu tinggal" ucapnya mengusap-usap pundakku dalam peluknya.

"Deven kenapa ya fia aku udah buntu mikirin ini 2 bulan terakhir" isakku lemas.

" aku juga gak tau neth, sejak kamu balik ke jogja aku jarang banget ketemu deven. Tapi kamu usahakan stay positif ya neth walaupun aku tau susah banget. Pokoknya kalau deven apa-apain kamu disini kamu tenang aja ada aku, ada tama sama eric juga" tuturnya lembut.

Kalau saja di sini tidak ada fia atau tama mungkin aku seperti anak kecil yang hilang di antah berantah.

"Makasih ya fia, maaf aku jadi repotin kamu terus-terusan" ujarku memandangnya.

"Ngomong apa sih neth, aku justru senang banget kamu main kesini. Besok deven ada ngajak kamu kemana ?" tanyanya.

"Deven ada kuliah sampai sore, malamnya ada tugas. Tadinya aku mau sama kamu aja. Tapi kata deven dia minta aku ikut dia dan nunggu di perpus aja. Aku mah nurut aja apa kata dia fi" jawabku.

"Yaudah biar besok tama yang nemenin kamu ya, tama tadi bilang ke gue dia mau ngadem di perpus kampusnya juga. Nanti gue yang kabarin dia" timpal fia sangat baik.

"Makasih ya fi..." senyumku mengembang.

"Sama-sama neth, yaudah sekarang tidur. Besok kalau kamu kesiangan takutnya dimarah deven" pesannya.

Selepas itu kami sama-sama memejam mata. Serumit apapun masalahku dengan deven aku tidak boleh menelantarkan diriku sendiri. Karena diriku bukan hanya milik deven, tapi lebih dari itu ada tuhan pemilik diriku yang akan lebih kecewa jika aku terlantar.

* * *

Pukul tujuh pagi....

Deven menjemputku di kos fia pagi itu. Aku memasuki mobilnya tanpa sapa, kurasa senyum saja sudah sesulit ini aku usahakan. Deven mengendarai mobilnya dengan cepat menuju kampus. Sebenarnya ia sempat mengajakku untuk membeli sarapan terlebih dulu, namun mood ku untuk makan belum terbangun sepagi ini. Aku menolaknya dengan dalih, aku sudah sarapan roti dan sereal dengan fia. Maaf kali ini aku berbohong....

"Dev, handphone aku trouble kayanya ga bisa kirim dan terima chat dari tadi pagi. Nanti aku gimana kabarin kamunya kalau misal aku mau pergi-pergi?" tanyaku halus.

"Kenapa kok gitu? Yaudah kamu bawa HP aku yang ini. Itu nggak aku paketin internet, jadi nanti sms aja kalau ada apa-apa" pesannya memberikan ponsel cadangannya padaku.

Setelah tiba di kampus deven terlebih dulu mengantarku ke perpustakaan untuk menunggunya di sana sampai ia jeda kuliah. Aku juga sudah izin kalau tama akan menemaniku, dan deven tidak keberatan. Tama bagi kami memang sudah seperti adik sendiri.

"Aku kelas dulu ya, kamu disini aja dulu sampai tama dateng" pesannya lalu pamit setelah mendapat anggukan dariku. Setelah kepergiannya aku memilih memainkan game di ponselku sambil menunggu tama.

Satu jam kemudian....

"Kak anneth..." panggilnya melambaikan tangan padaku. Aku segera membalas dan menyuguhkan senyumku.

Kemarin LusaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang